40. Sabotase 1
"Aku sungguh tak mengerti mengapa wanita sepertimu mau menikah dengan Andreas. Kau terlalu pintar dan berkelas untuk pria sepertinya."
Vlora melirik. Melalui sudut mata, ia bisa menangkap gelagat Jonas yang kerap mengamatinya selagi mereka menyusuri lorong dengan langkah teratur.
"Percayalah. Bukan hanya kau yang tak mengerti. Pada dasarnya aku pun tak mengerti mengapa aku bisa menikah dengan Andreas."
Ucapan Vlora menerbitkan seringai Jonas. Mereka berbelok dan menuju sebuah ruang kecil.
Ada tiga orang petugas keamanan bersiaga di sana. Salah seorang di antaranya adalah wanita.
"Walau begitu seperti yang kau katakan tadi," lanjut Vlora membuat fokus Jonas yang sempat berpindah menjadi kembali tertuju padanya. "Aku adalah wanita pintar dan memperkirakan masa depan adalah salah satu keahlianku."
Langkah Vlora berhenti. Ia berpaling, lalu tersenyum tipis pada Jonas.
"Jadi kau tak perlu khawatir."
Khawatir? Jonas membeku. Ada kesan tak biasa dari kata-kata dan juga ekspresi Vlora. Sesuatu yang tak pernah ia dapati sebelumnya.
Vlora biarkan Jonas tenggelam dalam pikirannya. Ia menghampiri wanita petugas keamanan dan berkata.
"Tolong pastikan kalau aku tak membawa benda apa pun yang bisa membahayakan Pak Jonas. Apa pun itu."
Vlora masuk ke ruangan tersebut dan menjalani pemeriksaan. Tak hanya pakaian, tas kerjanya pun diperiksa dengan teliti.
"Mungkin kau juga ingin memeriksa tabletku."
Enteng, Vlora beranjak dan memilih duduk sejenak sementara tabletnya diperiksa. Ia tampak santai dan tak merasa panik sedikit pun. Alih-alih ia justru tampak berusaha menahan geli yang berkedut di sudut bibir.
"Kau pikir aku bekerja di mana?"
Petugas keamanan yang semula ingin beranjak sontak mengurungkan niat. Lirihan Vlora membuatnya menoleh.
"Maaf. Apa yang Ibu katakan tadi?"
Vlora bangkit. "Aku tidak mengatakan apa-apa," jawabnya seraya mengambil alih kembali tas kerja. "Semua sudah selesai bukan?"
"Oh, ya. Semua sudah selesai."
"Terima kasih untuk kerjasamanya."
"Sama-sama, Bu."
Ketika Vlora keluar, Jonas tak lagi sendiri. Ada Alex bersamanya dan itu membuat Vlora merasa sedikit aneh.
"Di mana Andreas?"
Jonas menjawab. "Tenang saja. Suamimu baik-baik saja. Jadi bagaimana dengan pemeriksaanmu."
"Kurasa kau bisa menanyakannya secara langsung pada orangmu."
Petugas keamanan yang memeriksa Vlora menghampiri Jonas. Singkat dan padat, ia menjelaskan dalam satu kalimat efektif.
"Semua aman, Pak."
"Baiklah," ujar Jonas membuang napas. Ia mengusap kedua tangan seraya melihat bergantian pada Alex dan Vlora. "Sepertinya kau memang ditakdirkan untuk ikut menghadiri rapat ini. Tentunya bersama dengan Andreas."
Ketiganya kembali ke ruang persiapan. Kedatangan mereka membuat Andreas segera bangkit dengan wajah yang terlihat masam.
"Puas?"
Jonas terkekeh sekilas. "Tentu saja. Jadi silakan nikmati rapat nanti, Reas."
Andreas tak akan membiarkan Jonas menyulut emosinya. Namun, semua terasa payah ketika itu menyangkut Vlora. Rasa tak terima karena sang istri diperlakukan dengan tak hormat membuatnya ingin sekali menonjok hidung Jonas.
"Reas."
Vlora menghampiri Andreas dan meraih tangannya. Lembut, ia menggenggam kepalan Andreas dan semua perlahan melunak.
"Sebaiknya kita langsung ke ruang rapat sekarang."
Andreas membuang napas panjang. "Kau benar."
Tak menunggu lebih lama lagi, Andreas dan Vlora keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Tersisa di sana adalah Jonas dan Alex yang saling bertukar pandang dengan ekspresi menyiratkan kepuasan.
Kuharap kau benar-benar menikmati rapat nanti, Reas.
Jonas tersenyum penuh arti dengan tatapan yang tertuju pada laptopnya.
*
Kehadiran Andreas dan Vlora di ruang rapat langsung menarik perhatian semua orang. Semua pembicaraan basa-basi dan tawa formalitas terhenti, setiap mata langsung tertuju pada mereka.
Andreas menyempatkan diri untuk menyapa Ningsih. Sebuah pelukan hangat dan kecupan sayang di pipi adalah dua hal yang tak akan pernah luput ia berikan pada sang nenek.
Demikian pula ketika Andreas beralih pada Ashmita. Ia melakukan hal serupa.
Namun, jangan ditanya ketika tiba giliran Birawa untuk disapa. Andreas melengos saja bahkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, hanya tersenyum. Beruntung ada Vlora yang tak keberatan untuk membantu Birawa menjalankan sandiwara keluarga cemara.
Para peserta rapat tak akan melewatkan pemandangan tersebut. Bisa dikatakan itu adalah fenomena langka bisa melihat keluarga Cakrawinata berkumpul, terlebih mereka tahu ketegangan antara Birawa dan Ningsih.
Mata saling melirik. Beberapa isyarat terlempar antar para peserta rapat. Mereka seolah tengah berkomunikasi tanpa suara demi menjaga wajah keluarga Cakrawinata. Hanya ketika rapat akan dimulailah maka fokus semua orang kembali pada yang semestinya.
Jonas memasuki ruang rapat diikuti oleh Alex dan Alan. Sementara Alan segera menemui bagian teknisi demi mempersiapkan presentasi maka Alex menemani Jonas mengisi tempat yang telah disediakan.
Rapat umum pemegang saham resmi dimulai. Sambutan ketua dewan direksi membuka acara dan dilanjutkan dengan pengesahan agenda.
Tiba pada sesi acara yang ditunggu-tunggu, adalah presentasi laporan keuangan. Para peserta rapat yang semula acuh tak acuh dengan kata sambutan dan pidato lainnya sontak menunjukkan keseriusan.
Direktur keuangan menempati podium. Tampak meneguk ludah dan mengusap sebulir keringat yang mengalir di sisi wajah, ia menguatkan diri ketika menjadi sasaran umpatan. Pembahasan kinerja keuangan, proyeksi masa depan, dan menjawab berbagai pertanyaan adalah tiga hal yang setidaknya membuat ia kerap berdoa di dalam hati.
Wajah tak puas dan decakan kecewa mewarnai penutupan presentasi laporan keuangan. Direktur keuangan meninggalkan podium dan sekarang adalah waktunya untuk Jonas meredakan kegelisahan para peserta rapat.
Jonas sebagai direktur umum Progun maju dan bersiap untuk memaparkan rencana strategis yang telah disusun bersama timnya. Ia berdiri di podium dan menunggu sejenak hingga bahan presentasinya siap untuk ditampilkan.
Semua mata tertuju pada Jonas. Semua menunggu, tapi sejurus kemudian justru terdengar kegaduhan dari bagian teknisi presentasi.
Jonas melihat Alan yang telah bergegas memeriksa kegaduhan tersebut. Ia menunggu selama beberapa detik yang tak berarti dengan wajah gelisah.
"Ada apa?" tanya Jonas ketika Alan mendatanginya. "Apa yang terjadi?"
"Berkas rusak, Pak. Tidak bisa dibuka. Tim sudah mencoba untuk memperbaikinya, tapi rusak total."
Jonas mendeham seraya melihat sekeliling. Kegaduhan di tim teknisi telah merambat ke meja rapat.
"Gunakan laptopku. Rapat harus segera dilanjutkan."
Alan mengangguk. "Baik, Pak."
Gegas, Alan memberikan laptop Jonas pada tim teknisi presentasi. Di lain pihak, Jonas pun mencoba untuk meredam kegelisahan yang tercipta.
"Maaf sebelumnya, Bapak dan Ibu. Sepertinya ada sedikit gangguan dan saya akan mem—"
Kegaduhan tidak mereda, melainkan semakin menjadi-jadi. Beberapa pasang mata membesar dan tak sedikit yang terang-terangan menunjuk pada monitor proyeksi.
Jonas berpaling dan mendapati bukanlah fail presentasi yang terpampang. Monitor proyeksi justru menampilkan layar biru yang dipenuhi deret huruf dan angka tak jelas.
Kegaduhan bersambut kepanikan. Ricuh dan riuh. Spekulasi lahir dan bermuara pada satu hal. Yaitu, sabotase.
Sabotase menyeret hal lain yang tak kalah menggemparkan. Ironisnya tak sulit bagi semua peserta rapat untuk menuding seseorang sebagai dalang di balik kejadian tersebut.
"Kau berusaha memfitnahku, Bajingan!"
Andreas murka ketika dirinya dipojokkan secara terang-terangan. Ia bangkit dan situasi kian memanas.
"Oh ya?"
Jonas turun dari podium. Presentasi tak bisa dilanjutkan dan satu-satunya yang menjadi fokus semua orang adalah menemukan orang yang bertanggungjawab untuk kekacauan tersebut.
"Kau pasti melakukan sesuatu dengan laptopku sementara aku membawa istrimu untuk diperiksa," tuding Jonas tanpa tedeng aling-aling. "Aku tahu kau pasti merencanakan sesuatu, tetapi ini keterlaluan."
Keluarga Cakrawinata mencoba untuk menengahi keributan yang terjadi. Setidaknya mereka mencoba untuk mencegah agar adu mulut tidak berlanjut jadi adu fisik. Itu adalah hal yang sangat memalukan bila sampai terjadi.
Jonas mendengkus kasar. Ia menyentak kuat jasnya, lalu berpaling pada Alan yang menghampirinya. Satu gelengan yang didapat membuatnya meradang.
"Kau sengaja mengacauakan presentasiku, Reas. Kau benar-benar ke—"
"Apa masalahnya?"
Menyeruak dari kegaduhan, adalah Vlora yang bersuara. Bernada datar dan menyiratkan ketenangan, ia maju tepat di sebelah Andreas.
Jonas menatap Vlora dengan kesan meremehkan sementara Vlora menunggu jawaban yang tak kunjung didapatnya. Alhasil ia beralih pada Alex, lalu berakhir pada Alan.
"Semua data hilang. Bahkan laptop Pak Jonas yang semula baik-baik saja mendadak tidak bisa diakses. Saya yakin itu karena sayalah yang tadi membantu Pak Jonas untuk bersiap."
Jonas berkacak pinggang. "Kau dengar apa yang dikatakan Alan? Semua baik-baik saja sebelum suamimu ini berulah."
"Oh, astaga, Jon. Sebaiknya kau memperhatikan setiap kata yang kau ucapkan. Aku akan menuntutmu untuk itu."
Vlora memegang tangan Andreas. "Aku akan melihatnya sebentar."
"Melihatnya?" tanya Jonas melihat Vlora yang mengambil tas kerja. Sigap, ia mengadang jalan Vlora. "Kau ingin memperparah semuanya?"
Tak hanya mengadang, Jonas pun tanpa sadar menahan tangan Vlora. Pencegahan itu menerbitkan kernyitan tak suka Vlora, tapi ia tak perlu melakukan apa pun. Nyatanya tangan Jonas terangkat sedetik kemudian.
"Perhatikan siapa yang kau sentuh, Jon."
Andreas menengahi Jonas dan Vlora. Untungnya Vlora segera bertindak sebelum Andreas terpancing.
"Mungkin aku bisa memperbaikinya."
Tanpa memindahkan tatapan dari Andreas, Jonas mengulang perkataan Vlora dengan kesan remeh.
"Memperbaikinya?"
"Aku bekerja di perusahaan IT. Mungkin ada satu atau dua hal yang bisa aku lihat."
Jonas mengerjap. Ia berpaling pada Vlora.
"Kau hanya sekretaris. Kau—"
"Kita bisa melihatnya nanti," potong Vlora cepat. Tenang, ia tampak tak merasa terintimidasi sama sekali. "Bagaimana? Kau ingin mengambil kesempatan untuk memperbaiki keadaan atau kau memang ingin semuanya keruh seperti sekarang?"
Andreas menyeringai seraya mendorong dada Jonas dengan kedua tangan. Ia ciptakan jalan yang dibutuhkan oleh Vlora, lalu berkata pada Alan.
"Biarkan Vlora melihatnya."
Tak langsung membiarkan Vlora untuk menyentuh laptop itu, Alan melihat sejenak pada Jonas. Namun, apa yang bisa dilakukan olehnya? Ia pun tak bisa mencegah ketika satu celetukan pun berpihak pada Vlora.
"Tak ada salahnya membiarkan Vlora melihatnya."
Vlora mendapatkan kesempatan yang diinginkan. Ia duduk dan melihat laptop Jonas dengan mimik terkendali, lalu mengeluarkan tablet dan kabel penghubung.
"Sebelum saya memadamkan laptop di ruang persiapan tadi, semua baik-baik saja," jelas Alan mendampingi Vlora. "Tak ada masalah sama sekali."
Vlora menyimak penjelasan Alan tanpa memindahkan tatapannya dari layar laptop sedetik pun. Ia fokus, pun sambil berkata.
"Pada dasarnya ada beberapa tipe virus komputer. Ada virus multipartite yang biasa menyerang RAM dan diska keras. Cara kerjanya memang cepat, tapi bukan berarti langsung mendadak ketika komputer dinyalakan. Hal seperti ini ..."
Jemari Vlora bergerak di layar tablet. Ia menggulir dan masuk ke dalam satu folder.
"... biasanya ulah virus memory resident. Walau jelas serangannya tidak akan separah ini. Bahkan anti virus biasa saja sudah bisa mengatasinya."
"Maksudnya?"
"Ini adalah modifikasi virus baru yang perlu untuk ditangani secepat mungkin."
Folder terbuka. Di dalamnya ada satu aplikasi yang menjadi tujuan Vlora.
Tablet dan laptop terhubung oleh kabel penghubung. Vlora mengaktifkan aplikasi dan membuka aksesnya di laptop.
Semua diam menyaksikan apa yang bisa dilakukan istri cantik Andreas. Sementara Andreas sendiri? Ia bersedekap dengan sikap tenang sambil sesekali melihat ke arah Jonas.
Suara khas jendela komputer yang membuka terdengar sedetik setelah Vlora menekan tombol enter. Laptop menyala seperti sediakala.
"Mungkin akan ada berkas yang menjadi tersembunyi, tapi kurasa itu tak akan sulit untuk dipulihkan," ujar Vlora seraya menuntaskan semua. Ia menarik kabel penghubung dan menyimpan barang-barangnya kembali ke tas. "Bagaimana?"
Jonas yang menjadi objek pertanyaan Vlora hanya diam. Ia tak mengatakan apa-apa ketika matanya justru menatap Vlora tanpa kedip. Ekspresinya tak menunjukkan tanda-tanda kelegaan karena masalah telah selesai.
"Sebenarnya ini adalah aplikasi yang sedang Greatech kembangkan bersama dengan Ikawicara. Rencananya akan diluncurkan dalam waktu dekat setelah pengujian ketiga."
Vlora bangkit, lantas menatap Andreas.
"Atau mungkin tak perlu pengujian ketiga lagi."
Di tempatnya berdiri, Andreas tersenyum penuh arti.
*
Jonas mengusap keringat di wajah dengan sehelai sapu tangan. Ia menuruni podium dengan wajah mengelam merah. Rahang mengeras dan ia tak mengatakan sepatah kata pun ketika istirahat menjeda rapat untuk sejenak.
Waktu yang tepat. Jonas butuh jeda untuk menarik napas dan menenangkan diri dari beragam serangan rasa tak puas yang membombardir sepanjang presentasi.
Jonas melangkah cepat. Sesegera mungkin ia ingin meninggalkan ruang rapat. Namun, pandangannya justru berserobok dengan orang yang paling tidak tepat.
Terpisah jarak yang tak dekat, Andreas memanfaatkan kesempatan beberapa detik yang dipunya. Ia menyeringai dengan satu tangan yang sedikit terangkat
Andreas melambai kecil, hanya sekilas. Lantas Jonas pun langsung keluar dari ruang rapat.
"Saya benar-benar tidak mengira kalau semuanya akan jadi seperti ini, Pak."
Berada di ruang persiapan, tak aneh mendapati Alex yang berulang kali mengucapkan pemohonan maafnya. Pun tak aneh pula bila Jonas menumpahkan semua kemarahan pada Alex.
"Kau mengacaukan semuanya, Lex!" bentak Jonas garang. "Sudah aku katakan, jangan kacaukan! Sekarang semuanya perrcuma! Aku ingin menjebak Andreas, tetapi justru aku sendiri yang terjebak!"
Alex meneguk ludah. "T-tenang, Pak. Terlepas dari kemarahan para pemegang saham, setidaknya Bapak masih memiliki kesempatan."
"Kesempatan?"
Jonas mendengkus seraya melonggarkan dasi dengan kasar. Napas menderu, wajah merahnya semakin basah oleh keringat. Ia tak ubah seperti kayu yang tengah terbakar dan sungguh, ia tak ingin menjadi abu di hari penting itu.
"Apa maksudmu?"
"Kita bisa mengatakan kalau semua adalah rencana Pak Andreas," jawab Alex seraya memutar otak dengan cepat. Ia tahu, nyawanya dipertaruhkan di sini. "Pak Andreas berusaha untuk merusak dengan tujuan tampil sebagai pahlawan. Saya yakin, tidak akan sulit untuk meyakinkan mereka semua mengingat jejak persaingan antara Bapak dan dia."
Jonas diam. Berkacak pinggang, ia menarik napas dalam-dalam dan mempertimbangkan ide Alex.
"Apa menurutmu itu akan berhasil?"
Secercah harapan membuat Alex tersenyum. Ia mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Pak. Ini pasti akan berhasil dan sekarang lebih baik Bapak menenangkan diri. Jangan biarkan Pak Andreas merasa di atas angin."
Senyum dan lambaian Andreas tadi membayang di benak Jonas. Cemoohan itu membuat dadanya bergemuruh. Namun, persis seperti perkataan Alex. Ia tak akan membiarkan Andreas mempermalukannya semudah itu.
Tiga puluh menit berlalu. Jonas sudah berhasil menenangkan diri dan ia kembali ke ruang rapat bersama Alex.
Hal pertama yang langsung menarik perhatian Jonas adalah kenyataan bahwa kursi Andreas dan Vlora telah kosong. Sepasang suami istri itu pergi sebelum rapat selesai.
Jonas duduk. Tanpa basa-basi ia mempertanyakan keberadaan Andreas dan jawaban yang didapat persis seperti dugaannya.
"Mereka sudah pergi."
Jonas mendengkus dengan rencana yang siap untuk dijalankan. "Setelah ia menyabotase laptopku dan bertindak bak pahlawan, ia justru melarikan diri?"
Tuduhan Jonas tak mendapatkan respons apa pun. Tak ada komentar atau reaksi dari para peserta rapat. Alih-alih mereka justru saling lirik sambil geleng-geleng.
Apa? Apa yang terjadi?
Jonas melihat Birawa, satu-satunya orang yang bisa menjelaskan situasi itu padanya. Namun, sang ayah justru memejamkan mata seolah tak ingin melihat kenyataan.
"Serius, Jon? Apa kau sadar dengan yang kau katakan?"
Tukasan salah seorang peserta rapat membekukan tubuh Jonas. Ia bergeming ketika tatapan tuduhan tertuju pada dirinya seorang.
"Bagaimana bisa kau memfitnah saudaramu sendiri?"
Terlambat sudah. Jonas menyadari situasi di saat semuanya telah terlambat. Seharusnya ia sadar bahwa Andreas tidak mungkin pergi tanpa meninggalkan kekacauan untuknya.
Bajingan kau, Reas!
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top