32. Hidangan Penutup
"... melainkan juga di kewanitaanku."
Perkataan Vlora seolah menggema, tak ubah bergaung hingga memantul-mantul di seluruh sudut kamar. Berulang kali seakan ingin memateri di benak Andreas.
Sedetik, Andreas bergeming. Wajahnya tampak tanpa ekspresi. Mungkin saja ia syok atau malah takjub.
"Untuk yang itu ..."
Kedua tangan Andreas naik dan memegang lekuk pinggang Vlora, meremasnya lembut. Andreas bangkit perlahan dengan seringai penuh arti dan membuat Vlora tak punya pilihan lain, kecuali mendaratkan bokong di pangkuannya.
"... aku akan dengan senang hati menurutinya, Sayang."
Andreas menutup perkataannya dengan ciuman yang langsung merenggut bibir Vlora. Tangan berpindah, ia meraih tengkuk Vlora dan melumat dalam penuh penuntutan.
Vlora tak tinggal diam. Tentu tak ingin menjadi pihak yang pasif, ia pun menerima dan membalas ciuman Andreas dengan tak kalah bergairahnya. Ia menangkup wajah Andreas dan ciuman pun semakin dalam.
Dua bibir beradu. Saling balas-membalas. Saling memberi dan menerima. Seumpama itu adalah perlombaan maka mereka ada lawan yang saling menyerang. Tak ada yang ingin mengalah. Mereka sama-sama menggebu untuk merasakan lebih. Sama-sama mendesak untuk mendapatkan kenikmatan berulang kali.
Andreas menekan bibir Vlora, mengurainya. Sekarang adalah waktu yang dinantikan lidahnya untuk beraksi.
Lidah menyusup. Ia mendobrak rongga mulut Vlora. Masuk dan serta merta menemukan kekenyalan milik Vlora di dalam sana.
Pertemuan hangat nan basah terjadi. Lidah mereka saling menyapa. Keduanya membeli dan sama-sama menggoda.
Vlora mengerang dan Andreas pun kian mendesak. Ia mengisap lidah Vlora, lalu mencecapnya sesuka hati.
Agaknya bukan hanya lidah yang Andreas isap, melainkan lebih dari itu. Vlora merasa sesak dan ia yakin nyawanya terancam akan terbetot dari tubuh ketika cumbuan Andreas kian menjadi-jadi.
Vlora lepaskan tangkupan di wajah Andreas dan berganti dengan meremas rambutnya. Beringsut, ia semakin mendekatkan diri pada Andreas.
Erangan menggetarkan dada Andreas. Samar gesekan yang tercipta di pangkuan membuatnya semakin menggila.
Tangan bergerak. Ia menjelajah dan menikmati setiap lekuk serta kelembutan yang ada.
Andreas menggigiti lidah Vlora, gemas. Bergantian dengan lumatan yang membuat Vlora menggeliat sensual di dalam pelukannya.
Belum cukup. Tak cukup sampai Andreas meremas bokong Vlora. Lantas dengan begitu sengaja, ia menarik Vlora demi mempertemukan kemaluan mereka.
Remasan pada rambut Andreas menguat. Vlora merintih dan ketika Andreas melepaskan lidahnya, ia terengah.
Kepala terangkat. Mulut membuka. Vlora menghirup udara sebanyak mungkin dengan mata memejam.
Oh, astaga. Tubuh Vlora bergetar dalam rangsangan yang terus menjalar. Panas dingin, tak ubah orang yang tengah meriang.
Andreas adalah penyebabnya. Persis virus berbahaya, ia pastikan untuk menginvasi tubuh Vlora seluruhnya. Ia menjajah dan membuktikan bahwa sekarang gilirannya untuk menjadi penguasa.
Tangan terus bergerilya. Andreas menggerayangi tiap sisi tubuh Vlora tanpa terkecuali. Ia nikmati tiap lekuk dan lantas berakhir pada bongkahan lembut yang sedari tadi menggodanya.
Andreas menangkup payudara Vlora. Ia mengusap putingnya sekilas, lalu meremas.
"Reas."
Vlora merintih sensual. Menggigit bibir bawah, ia nikmati sensasi ketika usapan Andreas berubah menjadi isapan.
Rasanya sungguh membuat Vlora terbang. Permainan mulut Andreas di payudaranya sungguh melenakan. Sungguh membuai.
Vlora kian tak terkendali. Cumbuan Andreas membuatnya kelimpungan. Ia gelisah sehingga merengkuh pinggang Andreas dengan kedua kaki.
Andreas melepaskan payudara Vlora. Gelagat Vlora memberinya sinyal tersendiri dan lantas ia berbisik.
"Katakan padaku, Vlo."
Sensual dan begitu intim, wajah Andreas menyelusuri kulit Vlora. Ia menghirup aroma wangi Vlora, lalu menggantinya dengan embusan hangat dari napasnya.
Andreas mengulum daun telinga Vlora sementara satu tangannya bertindak di bawah sana. Ia menyibak gaun tidur Vlora dan masuk.
"Apa kau memang merencanakan ini semua?"
Andreas sudah merasakannya sedari tadi. Lembab dan kehangatan itu tak biasa. Tak sama dengan yang biasanya. Untuk itu hanya ada satu kemungkinan yang melintas di benaknya.
"Sampai-sampai kau tidak mengenakan celana dalammu?"
Oh, astaga! Untunglah saat itu posisi mereka sedang berpelukan. Jadi Vlora bisa menyembunyikan rona semerah tomat di kedua pipi.
Bukan malu, tentu saja. Walau begitu bukan berarti Vlora tak bisa tersipu.
Buktinya adalah Vlora justru menarik diri dari pelukan mereka. Sedikit jarak yang tercipta membuatnya bisa menatap Andreas.
"Kupikir kehadiran celana dalam tidak diperlukan di sini."
Memang! Andreas paham betul hal tersebut tanpa perlu dijelaskan lagi.
"Kau, Vlora. Benar-benar keterlaluan."
Setelah mengatakan itu, Andreas menahan tubuh Vlora. Ia mendorong Vlora secepat mungkin untuk berbaring di tempat tidur.
Andreas menahan Vlora dengan tubuhnya. Berikut dengan mengambil posisi yang tepat di antara kedua kaki Vlora yang membuka.
"Oh, Reas."
Vlora tertawa. Sedikit kaget dengan tindakan Andreas, ia merasa geli.
Seringai terbit. Andreas menggeleng tak percaya melihat respon Vlora. Namun, ia suka. Ia menyukai cara Vlora ketika mendesahkan namanya. Terdengar begitu tepat dan sempurna.
"Kau boleh tertawa sekarang, Vlo," ujar Andreas penuh arti. Sekilas, ia melihat pada leher Vlora yang telah ternoda warna merah. "Tertawalah sepuasmu, tetapi aku peringatkan kau. Hati-hati. Sepertinya kau tidak akan bisa tidur malam ini."
Semestinya ancaman adalah hal menakutkan. Seharusnya Vlora gentar. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Tawa Vlora semakin menjadi-jadi. Ancaman sensual itu terdengar begitu menyenangkan. Kesannya amat menggairahkan.
Andreas berdecak samar dengan geli, tetapi ia tak tinggal diam. Reaksi Vlora mendorongnya untuk segera bertindak.
Tak terduga, Andreas menurunkan tali gaun tidur Vlora. Ia langsung melahap payudara Vlora dan melumat putingnya.
Tawa Vlora menghilang seketika. Tawanya lenyap tanpa sisa dan tergantikan kesiap.
"Tidak tertawa lagi, Sayang?"
Andreas bertanya seraya mendesak. Kali ini gantian ia yang menahan kedua tangan Vlora di masing-masing sisi kepala.
Keadaan berbalik. Andreas bertekad bahwa dirinya yang akan menjadi pemegang kendali. Ia akan menggoda Vlora habis-habisan.
Diawali oleh sebuah kecupan hangat di area tulang selangka, Andreas lantas berpindah pada daun telinga Vlora. Lidah menjulur dan ia menjilat, lalu mengulum.
~~~ Jrenggg!
Bab nyut-nyutan yang ini cukup sampai di sini ya. Hahaha. Mau lengkap? Bisa ke KaryaKarsa atau pesan versi novelnya (nanti kapan-kapan) (*'﹃`*)
Btw. Aku juga udah kebablasan sih. Padahal aku udah komit buat publish bab ehem-ehem di WP cuma tiga bab per ceritanya.
~~~
"Oh, astaga."
Andreas mendesah dengan napas terengah-engah. Sesaat ia bergeming di atas tubuh Vlora sebelum akhirnya berguling ke sebelah. Ia berbaring dengan dada naik turun, berusaha menghirup udara sebanyak mungkin.
Keadaan Vlora tak jauh berbeda dengan Andreas. Mata terpejam dan ia berrsyukur. Setidaknya ia merasa lega karena mampu bertahan hingga Andreas menuntaskan percintaan mereka.
"Kau ..."
Andreas menoleh seraya meneguk ludah. Sial! Tenggorokannya benar-benar kerontang.
"... baik-baik saja?"
Vlora mengangguk sambil turut berpaling. "Sekarang ya, tetapi aku yakin aku tidak akan baik-baik saja besok pagi."
Insting membawa Vlora untuk melirik pada jam. Lalu matanya terpejam dramatis.
"Sepertinya hari telah berganti sejak beberapa jam yang lalu."
Ajaib, ternyata Andreas masih memiliki tenaga untuk tertawa.
"Jangan pernah membuatku meledak sebelum waktunya, Vlo. Jangan lakukan kalau kau tidak ingin seperti ini lagi."
Vlora paham bahwa Andreas menyinggung tindakannya malam itu. Oh, tetapi sungguh. Ia tidak mengira kalau Andreas benar-benar membutuhkan waktu yang lama untuk mengakhiri sesi selanjutnya.
"Mungkin suatu saat nanti aku akan mencoba sesi ketiga."
Andreas terperangah. Ia bengong melihat senyum Vlora dan ekspresi tak ingin kalahnya.
"Kalau itu kemauanmu, apa boleh buat? Aku hanya bisa memberikan usaha terbaikku."
Vlora terkekeh samar dan membiarkan Andreas menarik selimut. Mereka merebahkan tubuh di tempat semestinya, bersiap untuk tidur.
Hening. Sekarang keadaan kamar itu sunyi tanpa ada suara seperti beberapa saat yang lalu. Agaknya mereka berdua sudah lelap dalam istirahat.
"Reas?"
Mungkin belum. Karena sesaat kemudian mata Vlora membuka dan ia mendorong lembut dada Andreas.
"Andreas?"
Vlora menunggu, tetapi tak ada respon yang didapat. Andreas tidak menyahut panggilannya, melainkan hanya dengkuran yang terus tertengar.
Andreas telah tidur. Ia benar-benar tidur.
Vlora beringsut. Ia melepaskan diri dari rengkuhan Andreas dan keluar dari balik selimut.
Sesaat Vlora duduk terlebih dahulu di tempat tidur. Ia menarik napas dan mengernyit. Rasa perih di kewanitaannya membuat ia menggigit bibir bawah.
Vlora berusaha untuk tidak merintih. Pun untuk tidak mengeluarkan suara sedikit pun ketika memutuskan untuk benar-benar beranjak.
Tatapan Vlora tertuju pada ponsel Andreas di nakas. Ia melangkah dan meraihnya seraya melirik pada Andreas.
Andreas selalu tertidur lelap setelah bercinta. Selalu. Jadi hanya di saat itu aku memiliki kesempatan ini.
Vlora mengabaikan kepolosan tubuh—berikut dengan rasa remuknya—dan beranjak. Ia menuju ke ruang ganti dan membuka satu lemari. Dari sebuah laci, ia mengeluarkan sebuah tablet dan seuntai kabel penghubung.
*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top