31. Permainan Suami Istri
Pertama kalinya Andreas menyadari bahwa pasrah adalah hal yang menyenangkan. Bukan berkenaan dengan takdir keluarga atau pertikaian antar saudara beda ibu, melainkan ketika Vlora melepaskan kaus santai yang dikenakannya.
Jemari Vlora bermain-main sejenak di dada bidang Andreas. Lalu ia mendorong dan Andreas kembali berbaring dengan patuh.
Vlora memaku tatapan Andreas. Ia pancarkan aura sensual yang misterius dan hasilnya Andreas pun meremang seluruh tubuh. Pun tak perlu ditanya, bagian di bawah sana terasa makin ngilu dalam usapan.
"Vlo."
Sungguh menyedihkan. Suara serak Andreas lebih dari cukup untuk menggambarkan hasrat yang telah menggelegak di sepanjang pembuluh darah. Ia persis seperti bocah kemaren sore yang baru mengalami mimpi basah. Bagaimana mungkin ia tunduk tak berdaya seperti ini?
Rasanya amat tidak logis. Untuk kategori pria seperti Andreas yang telah menghabiskan banyak malam dengan para wanita berbeda, ternyata menahan diri dari godaan istri sendiri adalah hal yang tak mungkin dilakukannya.
Vlora, entah bagaimana bisa, memberikan kesan dan aura sensual yang tak biasa. Terkesan misterius, tapi menggoda. Merayu tanpa terlihat malu-malu, ia dengan penuh percaya diri mengungkapkan semua yang dimau.
Pantas saja Andreas luluh. Wajar saja kalau ia persis es krim yang meleleh ketika Vlora menggoda. Penyebabnya satu, yaitu Vlora menguarkan pesona panas yang membara.
Andreas akhirnya menyadari satu hal. Tidaklah aneh mendapati dirinya tak tertarik secara intim pada para wanita yang pernah bersamanya. Itu disebabkan karena mereka tidak memiliki kepercayadirian seperti yang dipancarkan Vlora.
Itu mungkin berhubungan dengan latar belakang keluarga. Alamiah dan terjadi begitu saja, agaknya Andreas melihat bahwa wanita yang tegas dan berpendirian adalah wanita yang amat memikat.
Lihatlah buktinya. Andreas persis tawanan tak berdaya ketika Vlora menggodanya habis-habisan.
Usapan di kejantanan. Samar gesekan di atas perut.
Oh, astaga. Vlora benar-benar jelmaan fantasi Andreas selama ini.
Kecantikan, kepintaran, dan kepercayaandirinya sukses memerangkap Andreas. Ia bukan hanya terpikat, melainkan juga terjerat.
Andreas menarik napas sedalam mungkin ketika Vlora bergerak perlahan di atas tubuhnya. Udara berkumpul di dada dan ia mencoba untuk tetap tenang dalam penantian yang menyiksa. Ia menunggu dengan sorot waspada yang pelan-pelan menjadi tatap pengharapan.
Vlora tahu apa yang ada di pikiran Andreas. Namun, ia bertindak sebaliknya. Ia tak langsung menuju pada fantasi Andreas, melainkan mengajaknya untuk bermain-main sejenak.
Bukankah itu yang senang dilakukan oleh Andreas? Bermain-main dengan lawannya?
Vlora menunduk dan memberikan Andreas pemandangan menarik di balik garis leher gaun tidurnya. Ada dua payudara yang mengintip seolah sedang menggerling genit pada Andreas.
Refleks, kedua tangan Andreas terangkat. Sayangnya Vlora justru menghalangi niat Andreas.
"Ssst."
Bisikan Vlora membelai telinga Andreas. Napas hangatnya menyapa dengan penuh kesengajaan.
"Jangan gunakan tanganmu sekarang, Reas."
Andreas meneguk ludah. Bayang menakutkan itu langsung mengisi kepala.
Jangan? Oh, yang benar saja!
Tidak bisa dibiarkan. Andreas akan mengajukan banding untuk putusan sebelah pihak yang Vlora berikan.
Mulut membuka, tapi tak ada gugatan yang berhasil Andreas ucapkan. Vlora sudah lebih dahulu mengecup rahangnya dan meninggalkan jejak hangat nan basah. Kata-kata pun lenyap dari benaknya.
Vlora mencium dengan pelan dan penuh perasaan. Suara kecupan terdengar samar. Lalu ia biarkan kulit wajah mereka saling bertemu.
Sekali. Dua kali. Berulang kali Vlora menggesekkan pipinya di rahang Andreas. Mata terpejam, ia tampak menikmati perih yang hadir lantaran bakal cambang yang akan tumbuh dalam waktu dekat.
Ah, sepertinya tak jadi masalah. Mungkin jangan menggunakan tangan adalah pilihan setimpal untuk merasakan godaan Vlora yang satu ini.
Gesekan dua pipi berakhir. Sekarang sekilas jilatan di ujung bibir Andreas yang sukses menghadirkan denyut di kejantanannya.
"Apa kau tahu kalau aku benar-benar menyukai caramu menciumku, Reas?"
Mata mengerjap berulang kali. Tatapan Andreas tampak tak fokus. Ya ampun. Agaknya ia tak bisa menjawab pertanyaan apa pun dalam waktu dekat. Otaknya sedang dalam mode tak bisa bekerja. Semua fokus di dirinya berlarian dan berkumpul pada satu titik di bawah sana.
Vlora tersenyum dan dengan sengaja menyapu dada Andreas dengan payudaranya. "Andreas?"
"T-tidak."
Jawaban Andreas membuat Vlora sedikit menarik diri. Ia ciptakan jarak seadanya demi bisa menatap Andreas.
Di bawah tubuh—dan kendali—Vlora, Andreas menatap. Ia merasa tak berdaya dan wajah cantik Vlora membuatnya ingin menyentuh. Namun, Vlora tetap menahan tangannya.
Secara harfiah, apalah tenaga Vlora dibandingkan Andreas. Ia bisa mengenyahkan batasan itu dengan enteng. Sayangnya sekelumit akal sehat berbisik di benak.
Sepertinya menjadi anak patuh adalah permainan yang lumayan menggiurkan. Terasa menggoda bukan?
Alhasil Andreas putuskan untuk menjadi anak penurut. Ia akan mengikuti alur permainan Vlora dalam rasa penasaran. Akan jadi seperti apakah malam itu?
"Aku suka," ujar Vlora seraya menatap bibir Andreas. "Aku sangat suka caramu menciumku, Reas."
Jakun Andreas naik turun. "Aku bisa menciummu kapan pun kau inginkan, Sayang. Seumur hidupku."
"Tentu saja. Kau pasti akan menuruti semua kemauanku bukan?"
"Apa pun. Semua. Pasti akan aku turuti."
Vlora mendengkus geli seraya memutar bola mata. Ekspresi remehnya menyiratkan ketidakpercayaan yang jenaka.
"Siapa pun tahu kalau janji ketika senang adalah hal yang tak patut dipercaya, Reas."
Andreas menggeram dalam pergolakan yang kian menjadi-jadi. "Aku bisa pastikan akan selalu merasa senang dalam seumur hidup pernikahan kita."
"Seperti biasa. Ucapanmu manis sekali."
"Tidak semanis dirimu, Vlo."
Kali ini Vlora tertawa hingga kepalanya terangkat. Ia pamerkan jenjang leher yang sukses membuat Andreas meneguk ludah berulang kali.
Astaga. Hasrat mendobrak-dobrak. Rasanya sungguh menyiksa. Andreas ingin menyerbu dan mengecup leher Vlora hingga menimbulkan jejak merah. Ia ingin menggigit dan kemudian mencecap. Lalu mengisap. Namun, di sinilah ia berada. Terbaring tak berdaya dalam kuasa Vlora. Alih-alih bisa merealisasikan keinginan, ia justru mendapati diri ikut dalam permainan yang Vlora ciptakan.
Saling berbalas pertanyaan dan jawaban. Sama-sama menyerang dengan kata-kata nakal.
Permulaan yang terasa amat menegangkan. Sensasinya jelas berbeda dengan ketegangan di meja makan tadi yang berakhir dengan emosi dan kemarahan. Untuk yang satu ini, Andreas tahu pasti bahwa akhirnya adalah desahan dan erangan.
"Hentikan rayuanmu, Reas. Malam ini, semua itu tak akan mempan untukku."
Tawa Vlora ditutup oleh tatapan penuh arti. Genggamannya pada pergelangan tangan Andreas mengendur. Namun, ia tak abai untuk memperingatkan.
"Jadi aku harap kau ingat. Jangan gunakan tanganmu, Reas. Itu ..."
Satu jari telunjuk Vlora kembali bermain-main di dada Andreas. Oh, bahkan kali ini ia dengan berani mengusap putingnya.
"... adalah kemauanku yang pertama."
Sekujur tubuh Andreas meremang. Keringat memercik di dahi dan wajahnya tampak putus asa dalam desakan gairah yang semakin menjadi-jadi.
"Vlora."
Menyedihkannya adalah Vlora justru merasa senang melihat penderitaan Andreas. Ia tak merasa kasihan sama sekali, melainkan malah menantang.
"Kau tidak akan mengingkari perkataanmu sendiri bukan?"
Andreas menarik napas sedalam mungkin. Sebisa mungkin, ia menguatkan diri dan menjawab dengan suara bergetar.
"Apa yang ingin kau lakukan, Sayang? Aku sama sekali tidak akan mengingkari perkataanku sendiri."
Vlora mendeham dan meneruskan permainan ujung jarinya. Naik dan turun. Berputar dan menggores.
Andreas menggeram tertahan. Reaksinya justru membakar kenakalan Vlora.
"Aku terpikir sesuatu, Reas. Aku ingin memanfaatkanmu untuk kesenanganku malam ini dan kupikir kau pun akan menyukainya."
Kabut gairah semakin gelap menutupi mata Andreas. Tatapannya tak fokus, berpindah-pindah dari jari tangan Vlora dan payudaranya.
Astaga! Andreas benar-benar tersiksa. Saking menderitanya, ia sempat berpikir bahwa payudara Vlora sedang mengejeknya saat ini.
Sungguh mengenaskan.
"A-apa yang ingin kau lakukan?"
Andreas berdoa. Semoga saja, apa pun jawaban yang akan diberikan Vlora, itu adalah sesuatu yang tak akan menyulutnya lebih jauh.
Ketakutan telah membayang di pelupuk mata Andreas. Bagaimana kalau permainan kata-kata Vlora membuatnya meledak?
Tidak mungkin bukan? Namun, Andreas sudah amat bergairah.
"Aku pikir ..."
Sekarang jari Vlora melintasi lekukan otot perut Andreas. Terus turun dan kemudian mendarat di kejantanan Andreas yang telah menegang sempurna.
"... kau pasti akan suka kalau aku ..."
Bibir merah Vlora tersenyum. Lalu jemarinya bergerak.
"... mengulum ini."
Remasan di kejantanannya membuat Andreas yakin bahwa dirinya akan mati sebentar lagi. Tepatnya tewas dalam fantasi kenikmatan yang membuatnya tak malu untuk berkata.
"Oh, astaga, Vlo. Kumohon lakukan."
Jemari kembali meremas. Vlora terkekeh samar. "Kau benar-benar suami idaman, Reas. Tak pernah mengingkari perkataanmu. Benar-benar memberikan kemauanku."
Bukan Vlora bila tanpa satire. Seperti biasanya.
Begitu pula dengan Andreas yang seperti biasa pula menerima semua sifat Vlora tanpa terkecuali.
"Apa pun itu, Sayang. Semua akan aku berikan. Terutama yang satu ini."
Ketidakberdayaan Andreas menyuap rasa percaya diri Vlora. Alhasil ia tak ragu untuk melepaskan kejantanan Andreas demi rencana selanjutnya. Ia beranjak dan menarik turun celana santai Andreas, berikut dengan celana dalamnya.
Kejantanan Andreas terbebas. Dalam sekejap mata, ia langsung berdiri pongah di depan Vlora.
Andreas sedikit bangkit. Dengan bertopang pada kedua siku, ia mengawasi Vlora dengan rasa penasaran.
Apa yang akan Vlora lakukan selanjutnya?
Jawabannya adalah Vlora beranjak dan mengambil tempat di antara kedua kaki Andreas. Sedikit, ia mendorong kedua kaki Andreas ke sisi berlawanan hingga menciptakan jarak yang dibutuhkannya.
Andreas menunggu dalam debar tak tertahankan. Sesekali ia melihat Vlora, tapi sayangnya bukan ia yang menjadi fokus Vlora saat ini.
Tatap mata Vlora tertuju lekat pada kejantanan Andreas. Agaknya sekarang tak ada Andreas di sana. Hanya ada Vlora dan kejantanan yang meminta untuk disentuh sesegera mungkin.
Vlora mengabulkannya. Ujung jari mendarat di puncak kejantanan dan ia mengusap setitik lembab di sana.
Namun, tak lama. Sedetik kemudian Vlora menarik jarinya dan justru menunduk.
Lidah Vlora menjulur. Lalu ia menyapu semua lembab yang ada dengan kehangatan lidahnya.
"O-oh, astaga."
Andreas menggeram. Agaknya ada aliran listrik yang menggetarkan seluruh tubuhnya. Ia tak bermaksud berlebihan, tapi lidah Vlora benar-benar menyetrumnya.
Vlora mengerjap sekali dan lalu melihat Andreas seraya terus mengusap kelembaban tersebut. Ia mencecap dan membiarkan rasa asing itu menjajah indra perasanya.
Bukan hanya lidah Vlora, bahkan tatapan matanya pun terasa amat menyetrum. Tubuh Andreas benar-benar bergetar.
Tidak bisa dibiarkan. Andreas mungkin akan meledak bila tak mengambil tindakan. Ia ingin meremas rambut Vlora, tapi janji terngiang di benaknya.
Andreas tak akan mempermalukan diri sendiri. Ia menepati janji dan memilih untuk meremas seprai saja. Tepat ketika ia tahu bahwa Vlora mulai bertindak.
"Apakah aku harus khawatir, Vlo?"
Vlora tersenyum di puncak kejantanan Andreas. Jelas saja ia paham maksud pertanyaan Andreas dan tak tersinggung sama sekali.
Sudah sepatutnya Andreas merasa khawatir. Vlora adalah perawan ketika menikah. Ia tidak memiliki pengalaman seksual dan ini adalah pertama kali untuknya.
"Aku pintar, Reas."
Vlora tak keberatan sama sekali untuk mengingatkan Andreas wanita seperti apa yang dinikahinya. Ia tak akan bertindak tanpa perencanaan yang matang. Terlebih bila itu menyangkut hal seintim ini.
"Bukan hal sulit untukku belajar. Apalagi ini menyangkut kepuasan untuk suamiku."
Sekelumit khawatir Andreas hilang dan tergantikan suaranya yang kian parau. "Ah, kepuasan suami."
Vlora putuskan untuk tidak memperpanjang percakapan. Sekarang mulutnya bukan diperlukan untuk bicara, alih-alih memuaskan.
Mulut Vlora membuka. Andreas menahan napas dan matanya tak berkedip ketika pada akhirnya Vlora melahap kejantanannya.
Hangat. Basah. Semua menyelingkupi Andreas dengan serta merta.
"Oh, astaga."
Andreas benar-benar meremas seprai. Sungguh ia butuh pelampiasan ketika bibir Vlora mulai bergerak menyelusuri batang kejantanannya sedikit demi sedikit.
"Vlo."
Bayangkan seorang pria—kaum yang terkenal dengan sifat predatornya, memiliki ego tinggi, dan tak pernah ingin kalah—terbaring tanpa daya di bawah sentuhan seorang wanita. Khayalkan. Hasilnya adalah rasa puas yang sekarang menyeruak di dada Vlora.
Vlora tak pernah mengira sebelumnya bahwa akan ada masa di mana ia melihat Andreas benar-benar pasrah seperti sekarang. Andreas persis di bawah kendali dan kuasanya.
Lihatlah Andreas. Ia memejamkan mata. Ia mengerang. Pun melirihkan nama Vlora berulang kali.
Vlora merasa benar-benar berkuasa. Untuk itu ia akan menggunakan kesempatan dan kekuasaannya dengan sebaik mungkin. Ia akan menikmati Andreas sesuai keinginannya. Tak akan melewatkan sedikit pun bagian dari Andreas. Setiap sisi Andreas harus terjamah kehangatan mulutnya.
Untuk itu Vlora membuka mulut selebar mungkin. Ia semakin turun dan berencana untuk melahap kejantanan Andreas seutuhnya.
Sayang beribu kali sayang. Desakan yang menekan pangkal tenggorokan membuat Vlora sadar bahwa setiap keinginan tetap harus menyesuaikan keadaan.
Namun, tak apa. Vlora masih bisa bersenang-senang dengan cara lain. Salah satu contonya adalah dengan membelai sepanjang kejantanan Andreas dengan lidahnya.
Dari bawah hingga atas. Berputar di kepalanya dan lantas Vlora tak lupa memberikan isapan lembut di sana.
Sejujurnya, itu adalah hal asing. Vlora tak pernah melakukan hal tersebut sebelumnya. Anehnya ketika ia pertama kali menyentuh kejantanan Andreas maka ada desakan yang tak mampu ditahan. Hasrat untuk mempermainkan, mencicipi, dan menikmati Andreas hadir begitu saja. Ia ingin melakukan semua yang bisa dilakukan karena ia pun jadi mendamba karenanya.
Alhasil tak aneh bila pada akhirnya Vlora pun merasa gelisah. Seiring dengan permainan mulut dan tangannya, tampak bokongnya pun bergerak sensual.
Percikan gairah pelan-pelan mulai menguasai Vlora. Panas menjalar dan membuatnya kian bersemangat.
"Oh, Vlo."
Kejantanan Andreas keluar dari mulut Vlora untuk kesekian kali. Lalu Vlora mengemut kepalanya dan melahapnya kembali.
Vlora tak lupun menggoda ketika kejantanan Andreas berada di dalam mulutnya. Lidahnya bekerja sebagaimana mestinya. Mengusap dan juga membelai, terus merayu hingga erangan Andreas tak mengenal kata berhenti.
Semangat Vlora tercambuk. Respon Andreas tak ubah minyak yang membuatnya makin membara.
Vlora mengecup puncak kejantanan Vlora. Lidah menjulur dan ia menjilat, tanpa lupa menggoda celah kecil di sana dengan amat sensual.
"Astaga."
Vlora tersenyum penuh arti. Kali ini sasarannya tertuju pada sepasang buah zakar Andreas.
Adalah satu tempat pertemuan antara buah zakar dan batang kejantanan yang menjadi tujuan Vlora. Sepanjang yang ia ketahui, di sana ada titik sensitif yang bisa melenakan pria. Ia akan membuktikan kebenaranya.
Tangan menggenggam dan terus membelai. Lidah menyapu turun dan kebenaran pun terungkap.
Tubuh Andreas menegang kaku. Napas tertahan. Mata membuka nyalang. Untuk kali ini tak ada suara yang terdengar darinya.
Vlora jemawa dan tak akan menyia-nyiakan kelemahan Andreas yang didapat. Terus menggoda, ia seolah tak peduli dengan penderitaan Andreas.
Andreas tersiksa. Kepalanya terasa pusing. Bagai terombang-ambing di lautan lepas, ia memang sudah tak berdaya.
Mulut yang basah. Lidah yang hangat. Ditambah permainan tangan yang nakal.
Biarkan saja Vlora melakukan semua secara bergantian dan inilah hasilnya. Andreas semakin tak karuan.
"Oh, Vlo."
Keluar dan masuk. Mulut Vlora melakukan semua yang bisa dilakukan. Termasuk di dalamnya adalah memberikan pijatan intim bibirnya yang menawan.
Terus melahap. Vlora biarkan kejantanan Andreas masuk sedalam mungkin. Tak masalah bila itu artinya puncak kejantanan Andreas beradu berulang kali dengan dinding pangkal tenggorokannya.
Sesak, memang. Sedikit tak nyaman, mungkin. Sayangnya Vlora pun menyukainya.
Vlora kian menggebu. Gerakan mulutnya semakin memacu. Begitu pula dengan permainan tangannya yang terus melaju.
Erangan Andreas kian serak. Napasnya kian memberat.
"V-Vlo."
Dahi Vlora sedikit mengernyit. Mengabaikan rambut yang berantakan, ia merasakan kejantanan Andreas di dalam mulutnya semakin keras. Ketegangannya meningkat dan suara putus asa Andreas terdengar.
"Oh, kumohon, Vlo."
Vlora melirik sekilas. Andreas terlihat sungguh mengenaskan. Ia persis musafir yang menderita dalam perjalanan panjang.
Tentunya Vlora paham. Perjalanan panjang Andreas akan berakhir sebentar lagi. Jadi ia akan memberikan semua yang Andreas inginkan.
Vlora mempercepat dan memperdalam permainan mulutnya. Ia ciptakan bunyi-bunyi asing nan erotis. Sensual, tapi juga indah. Menggema dan memeriahkan gairah.
"Vlo, kumohon."
Erangan Andreas mengeras. Matanya memejam dalam desakan yang kian tak tertahan.
Kian kaku. Makin keras. Semakin menuntut.
Andreas menyerah. Ia benar-benar tak berdaya. Birahi sudah menguasai ia seutuhnya.
Tangan Andreas bergerak. Ia memegang kepala Vlora dan menekannya.
Andreas mengambil alih permainan yang tersisa. Tak banyak waktu yang tersedia untuknya. Jadi ia akan memanfaatkannya senikmat mungkin.
Vlora memejamkan mata. Sekarang adalah ia yang meremas seprai ketika Andreas mengendalikan dirinya.
Kejantanan Andreas mendesak mulut Vlora hingga titik batasnya. Sekali. Dua kali. Berkali-kali hingga pada akhirnya Vlora mendapati kejantanan Andreas benar-benar tertahan di pangkal tenggorokannya.
"Argh!"
Geraman panjang Andreas mengalun bertepatan dengan ledakan yang terjadi di dalam mulut Vlora. Klimaks menumpahkan semua bukti kenikmatan Andreas.
Vlora diam. Ia tak bergerak sama sekali, terutama dengan fakta bahwa Andreas masih menahannya untuk beberapa saat.
Hening sesaat. Hanya ada deru napas Andreas yang terengah-engah.
Vlora memanfaatkan waktu itu dengan sebaik mungkin. Tanpa risi sama sekali, ia menikmati sajian di dalam mulutnya.
Andreas membuka mata perlahan. Tatapannya masih nanar untuk beberapa detik. Ketika ia kembali fokus maka adalah Vlora yang kemudian dilihatnya.
Tangan Andreas kehilangan kekuatan dan terjatuh dari kepala Vlora. Kesempatan itu Vlora pergunakan untuk menarik diri.
Kejantanan Andreas keluar dari mulut Vlora. Perlahan dan Vlora memberikan bonus pemanis yang membuat jantungnya berdebar.
Satu kecupan kecil Vlora berikan di puncak kejantanan Andreas. Isyarat pamit yang begitu intim.
Vlora beranjak. Ujung lidah keluar dan ia mengusap bibirnya sendiri, lantas bergerak di atas tubuh Andreas.
"Kau menikmatinya?"
Andreas meneguk ludah. Ia masih berusaha menenangkan diri dengan rintik keringat yang sudah membasahi sekujur tubuh.
"Kau gila, Vlo," ujar Andreas seraya menghirup udara dengan beringas. "Aku menikmatinya? Oh, percayalah, Sayang. Lebih dari itu."
Kedua tangan Vlora mengurung Andreas. "Baguslah kalau begitu, tapi aku peringatkan kau satu hal."
"Apa?"
"Ini bukanlah satu-satunya kemauanku malam ini. Kemauanku selanjutnya adalah ..."
Mata Andreas menatap dalam antisipasi. Jantungnya kian berdebar menunggu perkataan Vlora.
"... merasakan kejantananmu bukan hanya di mulutku,"
Oh Tuhan.
"... melainkan juga di kewanitaanku."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top