25. Pelan-Pelan
Sedikit berguling, Andreas beranjak dari atas tubuh Vlora dan berbaring tepat di sebelahnya. Ia menarik udara sebanyak yang bisa didapat demi meredakan napas yang terengah-engah.
Andreas butuh waktu. Terpaan klimaks yang menghantamnya sungguh meluluhlantakkan. Tulang belulangnya serasa hancur menjadi keping debu.
Demikian pula dengan Vlora. Keadaannya tak jauh berbeda dengan Andreas. Napasnya masih kacau, ditambah pula dengan kekacauannya yang sungguh tak tertolong. Rambut berantakan dengan jejak sensual yang Andreas tinggalkan di sekujur tubuhnya.
Tak ada yang bersuara. Agaknya Vlora dan Andreas sepakat untuk sama-sama memberikan waktu demi menenangkan diri sejenak. Ehm yang tak tadi itu benar-benar menguras energi. Namun, tentunya juga penuh dengan sensasi.
Betapa pertukaran yang sepadan. Bahkan mungkin lebih dari sepadan. Rasa letih yang didapat sangat setimpal dengan kenikmatan yang didapat.
Sesaat berlalu. Andreas perlahan membuka mata. Ia berpaling dan tersenyum lebar melihat keadaan Vlora. Ada sehelai kelopak bunga mawar yang menempel di pipi Vlora dan ia pun mengambilnya.
Sentuhan sekilas Andreas menarik perhatian Vlora. Matanya turut membuka, lantas menoleh.
Dua tatapan letih bertemu. Andreas bertanya.
"Bagaimana dengan sekarang? Apakah sudah cukup?"
Tidak cukup hanya dengan melayangkan pertanyaan menggoda, Andreas bahkan tak lupa mengedipkan satu mata. Sungguh! Ia memang tahu caranya untuk tetap menciptakan debaran bahkan setelah percintaan panas berakhir.
"Cukup?"
Vlora menyipitkan mata. Mengulang satu kata itu, nyatanya ia tak akan menjawab pertanyaan Andreas. Alih-alih ia justru melayangkan pukulan lemah pada dada Andreas yang bidang.
Pukulan yang amat lemah. Saking lemahnya, tangan Vlora justru terjatuh tak berdaya di sana.
Andreas tertawa. Ia meraih tangan Vlora dan mencium jemarinya.
"Sepertinya ada yang kelelahan," goda Andreas. "Jadi aku akan menganggapnya cukup."
Vlora memutar bola mata dengan malas, lalu memejam kembali dengan kesan tak biasa. Andreas sampai mengerutkan dahi. Apakah ia menangkap sikap manja Vlora?
"Jangan ajak aku berdebat sekarang, Reas. Aku pikir aku akan mati sebentar lagi."
Mati? Dalam kenikmatan? Sepertinya itu adalah hal menarik.
Vlora tak mengira bahwa perkataan orang-orang ada benarnya. Ternyata mati dalam kebahagiaan bisa saja terjadi.
Tunggu! Sesuatu melintas di benak Vlora. Mungkinkah saat ini ia sedang merasa bahagia?
Vlora tak yakin. Namun, ia harus mengakui bahwa perasaannya benar-benar lepas. Menggunakan pengandaian terbang melayang hingga ke angkasa pun rasanya sangat tepat. Andreas benar-benar membuatnya terhempas hingga ia sempat berpikir bahwa tak akan kembali menjejak bumi lagi.
"Permintaan diterima. Aku tak akan mengajakmu berdebat sekarang. Lagi pula suami macam apa yang mendebat istrinya setelah percintaan sepanas tadi? Ehm."
Dehaman Andreas mengalun penuh irama. Tangan naik dan ia lantas merapikan anak-anak rambut Vlora yang berantakan.
"Setelah bercinta, seharusnya aku menciummu."
Andreas meraih dagu Vlora, lalu mendorongnya. Wajahnya mendekat.
"Seperti ini."
Vlora membuka mata ketika merasakan ciuman Andreas. Namun, ia kembali memejam di detik selanjutnya.
Ciuman itu benar-benar lembut. Persis seperti es krim yang menjadi hidangan penutup. Rasanya manis dan menenangkan.
Panas hadir dan menjalari pipi Vlora. Ciuman Andreas berhasil menghangatkan tubuhnya yang sempat mendingin berkat keringat yang perlahan mengering di kulit.
Andreas membelai wajah Vlora, lantas turun. Ia ikuti pergerakan tangannya dengan tatapan yang menyiratkan puas.
Ada banyak kelopak bunga mawar merah yang menempel di tubuh Vlora. Ia berikan pemandangan sensual yang amat indah. Pemandangan yang dengan senang hati Andreas rengkuh selama menghabiskan sisa hari.
Vlora mendaratkan wajah di dada Andreas. Selimut membungkus mereka dan rengkuhan Andreas memerangkapnya.
Sekarang adalah waktunya untuk tidur. Jatah yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh.
Begitulah seharusnya yang terjadi. Semestinya Vlora memanfaatkan beberapa jam tak seberapa yang tersisa. Ia harus bekerja, tapi anehnya ia belum tidur juga.
Vlora mengerjap saat mendengar dengkuran samar Andreas. Perlahan, ia mengangkat wajah dan mengamati.
Memang, mereka baru menikah. Vlora belum mengetahui semua kebiasaan Andreas. Namun, agaknya ia bisa mengambil satu kemungkinan.
Percintaan membuat Andreas lelah. Teramat lelah hingga membuatnya mendengkur.
Vlora sedikit beringsut dalam pelukan Andreas. Ia mengusap dada Andreas dan memutuskan untuk membuktikan kemungkinan tersebut.
"Reas."
Andreas bergeming. Dengkurannya masih terdengar.
Vlora mengambil langkah lebih jauh. Kali ini bukan hanya sekadar usapan dan panggilan, melainkan ia melepaskan diri dari pelukan Andreas. Ia turun dari tempat tidur.
Berdiri dalam kepolosan, Vlora memandang Andreas. Ia menunggu.
Hasilnya, sama. Andreas tetap tidur.
*
Pagi yang indah. Memang aneh. Mengingat sedikitnya waktu istirahat yang didapat, seharusnya sepasang pengantin baru itu akan merasa lesu di awal hari. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Lihatlah Andreas. Wajahnya cerah dan sekarang ia malah bersiul ketika membuka pintu mobil untuk Vlora.
Vlora menatap Andreas dengan ekspresi ngeri. Sikap Andreas pagi itu tak biasa.
Andreas tertawa. "Ada apa? Apa kau masih keberatan kalau aku mengantarmu ke kantor? Kau masih merasa tak nyaman?"
"Siulanmu yang membuatku tak nyaman."
Tawa Andreas semakin pecah sementara Vlora bergidik. Jujur saja, ia tak mengira kalau Andreas memiliki kebiasaan bersiul di pagi hari.
"Kau kurang beruntung untuk yang satu ini, Vlo," ujar Andreas setelah memasang sabuk pengaman. "Aku punya hobi bersiul ketika sedang senang. Jadi sepertinya kau akan sering melihatku bersiul."
"Aku tidak tahu kalau mengantarku ke kantor bisa membuatmu sesenang ini."
"Menurutmu begitu?"
Lirikan dan nada suara Andreas mengindikasikan hal berbeda dengan yang Vlora pikirkan. Astaga. Vlora jadi geleng-geleng.
"Oke!" ujar Andreas geli. "Aku memang senang mengantarmu ke kantor dan kuharap kau juga senang. Lagi pula tak selamanya aku bisa mengantarmu seperti ini. Jadi nikmati saja."
Vlora tahu itu dan bisa menerimanya. Selain itu ia pun menyadari sesuatu. Bahwa diantar kerja oleh Andreas bukanlah hal buruk. Pembicaraan selama di perjalanan adalah hal baru untuknya dan ternyata itu cukup menyenangkan.
Ada banyak topik yang bisa dibicarakan oleh Vlora dan Andreas. Tentunya tidak hanya terbatas oleh godaan Andreas saja. Salah satunya berkaitan dengan perihal keluarga.
"Kau masih ingat bukan tentang rencanaku untuk mengundang keluarga inti ke rumah kita?"
Tentu saja. Vlora tak akan melupakan hal sepenting itu.
"Ya. Jadi apa kau sudah menentukan tanggal?"
"Menurutku, lebih cepat maka akan lebih baik. Bagaimana kalau Sabtu malam besok? Apa kau keberatan?"
Vlora menggeleng. "Tidak sama sekali. Kupikir itu waktu tepat. Apa ada yang harus aku persiapkan?"
"Tak perlu. Kau tak perlu menyiapkan apa pun. Pak Dino bisa mengurus semuanya," jawab Andreas seraya berpaling. Ia tersenyum penuh arti. "Itu pasti akan jadi acara makan malam yang paling menyenangkan."
Vlora menangkap makna tersirat Andreas. Pun tanpa dikatakan, ia sudah bisa meraba apa yang akan terjadi. Makan malam itu pastilah tidak akan menjadi makan malam yang penuh kehangatan khas keluarga bahagia.
Setidaknya Vlora sadar diri bahwa ia adalah menantu yang tak diterima oleh mertua pria. Persis seperti sinetron ratusan episode.
Untuk itu Vlora pun jadi penasaran. Apakah yang nantinya akan terjadi?
Vlora menarik napas dan udara berkumpul di dada. Rasa penasarannya tersisihkan oleh sikap Andreas ketika mereka tiba di Greatech.
Berjarak dari pelataran kantor Greatech, Andreas menepikan mobil. Ia melepas sabuk pengaman dengan cepat demi bisa membukakan pintu mobil untuk Vlora.
Vlora terperangah. Ia melongo dan hanya bisa berkata di dalam hati.
Benar-benar tipikal Andreas.
Vlora turun dan disambut oleh kecupan samar yang Andreas labuhkan di dahinya. Ia lantas berbisik.
"Aku jemput kau sore nanti."
Vlora mengangguk, lantas beranjak dari sana. Ia tinggalkan Andreas yang masih berdiri di tempatnya untuk sesaat.
Andreas menatap kepergian Vlora dengan senyum di wajah. Matanya menyorotkan kekaguman hanya dengan memandang punggung Vlora.
Tegap tubuh Vlora. Langkahnya yang penuh percaya diri. Oh, astaga! Andreas tidak pernah mengira bahwa akan ada wanita yang semenarik itu.
Andreas baru beranjak ketika Vlora benar-benar hilang dari pandangannya. Ia kembali mengemudi dan menghubungi Frans.
"Selamat pagi, Pak."
"Selamat pagi juga, Frans," balas Andreas seraya melewati portal keamanan Greatech. "Bagaimana dengan ang semalam? Apa sudah selesai?"
"Sedikit lagi, Pak. Ada beberapa hal yang menarik perhatian saya selagi menyelesaikan perintah Bapak semalam. Sekarang saya sedang mengeceknya."
Dahi Andreas mengerut seraya geleng-geleng. "Sebenarnya aku tak yakin, tapi Jonas tidak bermain-main dengan pajak perusahaan bukan?"
"Itulah tepatnya yang sedang saya selidiki, Pak. Tentunya dengan beberapa berkas kerja sama Progun yang lainnya."
Andreas diam sejenak, mencoba mengingat sesuatu. Namun, ia tak yakin.
"Aku sepertinya lupa, tapi siapa yang bertanggungjawab dengan pajak Progun sekarang?"
"Saya tidak yakin, Pak. Karena setahu saya semuanya diurus oleh Alex."
Kerutan di dahi Andreas bertambah. Nama yang satu ini familier di telinganya.
"Rinaldi Alex? Asisten pribadi Jonas?"
"Benar, Pak."
Jawaban itu sudah cukup memberikan sekilas gambaran akan kemungkinan yang terjadi. Namun, Andreas mengingatkan diri untuk tidak gegabah. Ia harus menunggu waktu yang tepat agar semua bisa meledak bersamaan.
"Ada satu hal lagi, Pak."
"Apa?"
"Saya ingin mengingatkan Bapak bahwa rapat umum pemegang saham akan dilakukan tanggal 24 Juni."
Sebentar lagi.
Senyum lebar merekah di bibir Andreas. Ia mendeham dan sempat berpikir.
Apa ini efek bercinta dengan kelopak bunga mawar merah? Sepertinya semua hal terasa lebih menyenangkan pagi ini.
Andreas akan mengingatkan diri bahwa ia perlu membuat jadwal khusus sesi bercinta dengan kelopak bunga mawar. Sebulan sekali? Ehm mungkin empat bulan sekali?
"Walau begitu ada kemungkinan kalau rapat akan dipercepat seandainya ada beberapa hal mendesak. Para pemegang saham sudah mulai gelisah."
Senyum Andreas hilang dan berganti seringai. "Kalau begitu kau sudah tahu tugasmu bukan?"
"Tentu, Pak."
"Kali ini biarkan Ariel merasa senang," ujar Andreas seraya membuang napas panjang. "Pastikan penjualan Lostic meningkat tajam."
"Baik, Pak. Akan saya lakukan."
"Aku tunggu kabar baik selanjutnya, Frans. Selain itu jangan lupa selidiki Alex. Aku punya firasat kalau dia nanti akan berguna untuk kita."
Pembicaraan berakhir. Tak ada lagi percakapan dan Andreas kembali bersiul.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan?"
Pulang ke rumah jelas bukan pilihan utama Andreas. Ia persis seperti suami pengangguran kalau sampai pulang ke rumah sepagi itu.
Satu tempat melintas di benak Andreas di waktu yang tepat. Ia mengangguk seraya mengetuk kemudi sekali.
Perjalanan berlanjut. Kali ini tujuan Andreas adalah rumah keluarganya, kediaman Cakrawinata.
Suasana di sana masih sama seperti kedatangan Andreas terakhir kali. Semua orang menyambutnya dengan semringah, kecuali seseorang.
Namun, Andreas tetap tersenyum lebar ketika berkata.
"Apa Sabtu malam adalah waktu yang tepat untuk kita berkumpul? Kita bisa makan malam bersama. Tentu saja, aku akan mengundang anak kesayangan Papa."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top