24. Taburan Rasa

Ada beberapa khayalan nakal berkeliaran di benak Andreas tatkala pertama kali bertemu dengan Vlora. Imajinasi itu berhubungan dengan sesuatu yang intim dan ketelanjangan mereka, tentu saja.

Rasanya manusiawi mengingat Andreas langsung tertarik pada keindahan kaki Vlora yang tersembunyi di balik celana panjangnya. Entah bagaimana ceritanya, tapi insting bicara dan ia yakin bahwa ada pesona yang Vlora sembunyikan.

Tak masalah tanpa rok pendek. Andreas percaya pada instingnya dan meyakini sesuatu. Yaitu, sesuatu yang disembunyikan selalu menjadi hal yang patut untuk didapatkan.

Persis dengan yang terjadi sekarang walau Vlora tak bisa dikatakan benar-benar menyembunyikannya. Sehelai gaun tidur bukanlah penghalang yang berarti.

Vlora menggeliat dengan teramat sensual. Layaknya penari yang mengikuti irama pemusik dan tubuhnya berombak dalam gelombang menggoda.

Itu adalah ketika untuk yang ke sekian kalinya mulut Andreas menyapa puting payudara Vlora dari luar. Basah dan hangat membungkus. Ia mengulum, mengisap, dan melumat. Berulang kali dan bergantian hingga rasa gelisah hadir mendera Vlora.

"Reas."

Andreas abaikan lirihan Vlora. Ia putuskan untuk menuruti hasratnya terlebih dahulu. Malam itu ia benar-benar ingin menikmati puting Vlora, entah mengapa.

Mungkin karena Andreas mendapati titik samar yang timbul dari balik gaun tidur Vlora adalah sesuatu yang seksi. Tak terlihat, tapi tampak. Ia menghadirkan kesan ada dan tiada yang menarik perhatian Andreas.

Alhasil inilah yang dilakukan oleh Andreas. Tak peduli sudah sebasah apa bahan satin tersebut, ia terus menggoda. Jilatan dan lumatannya menerpa Vlora tak putus-putus. Ia turuti desakan gairah dan ketika semua tak terbendung maka ia pun mengisap dengan sekuat tenaga.

Namun, itu bukanlah satu-satunya godaan yang Andreas lakukan. Tak hanya mulutnya yang menginvasi, melainkan jari-jari tangannya pun tak tinggal diam untuk melancarkan permainan yang nakal. Ia mengusap perlahan dan lantas memberikan cubitan-cubitan kecil yang sukses membuat Vlora menggigit bibir bawahnya.

Gelora memercik di sekujur tubuh Vlora. Ia gemetar dan kian merasa gelisah.

"Reas."

Suara Vlora kian memberat. Pengharapan tersirat nyata.

Andreas mengerjap dan tatapannya naik. Reaksi Vlora adalah bukti nyata bahwa godaannya berjalan dengan lancar. Hasilnya lebih dari berhasil untuk membuat Vlora mendamba.

Belum. Ini belum waktunya.

Keinginan Andreas belum bertemu dengan harapan Vlora. Masih ada hal-hal lainnya yang ingin dilakukan olehnya. Seperti penjelajahan pada kulit halus di sekitaran tulang selangka Vlora.

Andreas menabur kecupan-kecupan kecil di sana. Tanpa lupa memberikan kesan basah, ia terus meninggalkan jejak hangat di sepanjang kulit Vlora.

Terus. Lanjut tanpa henti.

Desahan Vlora terdengar memberat. Mata memejam dan jantungnya berdetak semakin kencang.

Andreas beringsut. Ia posisikan diri tepat di antara kedua kaki Vlora yang membuka dan lantas menindih.

Kali ini adalah daun telinga Vlora yang menjadi incarannya. Ia julurkan lidah dan jilatannya menyapa. Pun tak lupa memberikan gigitan-gigitan kecil yang sukses menerbitkan denyut tak berkesudahan di kewanitaan Vlora.

Rasanya sungguh amat menyiksa. Gairah itu tak ubah candu yang menuntut lebih.

Vlora kian mendamba. Kakinya naik dan mendarat di atas kaki Andreas. Disusul oleh tangannya yang lantas meremas rambut Andreas.

Andreas menyembunyikan seringainya dalam bentuk ciuman di pipi Vlora. Tindakan Vlora sudah cukup menjadi sinyal baginya. Namun, ia belum ingin mengajak Vlora ke inti percintaan. Ia masih ingin bermain-main.

Adalah sekujur tubuh Vlora yang sekarang menjadi sasaran Andreas. Tangan turut berpetualang dan jari-jarinya menjelajah.

Pelan, jari Andreas menyusup masuk ke balik gaun tidur Vlora. Ia berikan rabaan seringan bulu yang membuat Vlora meremang.

Tak hanya itu. Andreas membelai ramping perut Vlora, kemudian turun. Kian turun dan lantas ....

"Ah!"

Dengan jahilnya, Andreas menarik turun pinggang celana dalam Vlora. Ia ciptakan akses demi bisa menggoda kelembaban hangat di sana.

Kepala Vlora terdongak di atas bantal. Matanya terpejam dengan amat rapat ketika satu jari Andreas memasuki kewanitaannya. Di dalam sana, jari Andreas melakukan semua hal yang sukses membuatnya terombang-ambing dalam lautan gairah.

Remasan Vlora pada rambut Andreas berakhir. Sekarang ia merengkuh leher Andreas dengan sangat kuat.

Vlora tak ubah seperti seorang wanita yang takut kehilangan kekasihnya. Ia perlu memastikan Andreas tak akan beranjak sedikit pun. Pun ia butuh berpegangan pada Andreas karena bertahan seorang diri adalah hal mustahil untuk dilakukannya sekarang.

"Reas, oh!"

Satu tangan Andreas yang bebas balas merengkuh Vlora. Melakukan hal serupa, ia pun ingin memastikan bahwa Vlora tak bergeser sedikit pun. Vlora harus tetap di posisinya agar ia semakin leluasa menghancurkan pertahanan Vlora dengan jarinya.

Satu jari Andreas lainnya turut masuk ke dalam kewanitaan Vlora. Gempurannya semakin intens. Ia kian menggoda dan pada akhirnya justru ia yang tergoda.

Kehangatan dan kelembaban kewanitaan Vlora membuat sepercik keringat timbul di dahi Andreas. Ia menarik napas dan lantas menekan.

Tak kuat, tapi tak pula lemah. Jari Andreas tahu pasti apa yang harus dilakukannya untuk membuai titik sensitif di dalam sana.

Sentuhan bagai ada dan tiada. Lembut, tapi menyentak. Ia serupa sapuan angin sore yang memberikan kenyamanan di bawah terik matahari yang menyengat.

Napas Vlora memberat. Tubuhnya kian menegang. Rintihannya terdengar berulang kali. Lantas diikuti oleh rengekan yang semakin menjadi-jadi.

Andreas tahu masanya akan segera tiba. Alhasil jarinya semakin memacu dan rengkuhan Vlora di lehernya kian menguat. Ia nyaris tak bisa bernapas.

Rengkuhan Vlora di leher Andreas yang menguat diikuti oleh respons lainnya. Di bawah sana, Andreas pun merasakan otot-otot kewanitaan Vlora bereaksi serupa. Persis ketika Andreas merasakan terpaan itu menghantam kedua jari tangannya.

Vlora mengerang panjang dan kewanitaannya menumpahkan semua bukti kenikmatan yang dirasakannya. Ia biarkan Andreas merasakan erat cengkeraman otot-otot kewanitaannya. Berikut dengan hangat dan basah yang menyertainya.

Andreas meneguk ludah. Kenikmatan yang dirasakan oleh Vlora menghadirkan imajinasi lainnya. Ia tahu bahwa tak lama lagi ia pun akan merasakan hal yang sama.

Rasanya pasti menakjubkan. Andreas yakin dan bayangan kenikmatan itu membuat kejantanannya terasa ngilu.

"Reas."

Jari Andreas berhenti bergerak. Namun, ia tak langsung keluar. Ia masih mendiamkan jarinya di dalam sana untuk beberapa saat.

Andreas tak ingin merusak kenikmatan yang tengah dirasakan oleh Vlora. Jadi ia menunggu hingga Vlora lebih tenang.

Napas yang menderu perlahan melambat. Ketegangan yang sempat membuat kaku tubuh pun berangsur hilang. Vlora membuka mata dan sorot bangga Andreas adalah hal pertama yang dilihatnya.

Oh, bukan hal aneh. Mungkin memang demikianlah semua pria di dunia. Ego dan kebanggaannya kenyang ketika menyadari bahwa hanya dengan jarinya saja bisa membuat pasangannya gemetaran.

"Apa ini sudah cukup untukmu?"

Pertanyaan itu Andreas layangkan seraya menarik keluar jarinya dari kewanitaan Vlora. Sekilas, ia melirik dan mendapati harinya yang basah berkat kenikmatan yang Vlora rasakan.

Vlora menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha menenangkan diri di saat Andreas menikmati basah di jarinya.

Astaga! Melihat Andreas menjilat jarinya justru membuat Vlora kembali meremang.

Udara tertahan di dada. Kala itu Vlora menyadari sesuatu. Bahwa senikmat apa pun terpaan orgasme yang baru dirasakannya tadi, tetap saja ada yang kurang.

Ada sesuatu yang belum lengkap di sini. Rasanya semua tak berarti bila tak ada hidangan inti. Petualangan intim itu hanya bisa dituntaskan oleh ....

"Tidak."

Hanya satu kata, tapi dampaknya untuk Andreas jangan ditanya. Terlebih karena Vlora mengatakannya dengan begitu tenang. Tanpa malu. Tanpa sungkan. Lantaran ia tahu bahwa ia berhak mendapatkan lebih. Keinginannya adalah keinginan Andreas pula.

Andreas menyeringai. "Tentu saja tidak."

Alhasil kedua tangan Andreas bergerak. Ia lepaskan gaun tidur Vlora, berikut dengan celana dalamnya. Lalu ia pun melakukan hal serupa pada diri sendiri.

Tak butuh waktu lama, keduanya saling melekat tanpa ada penghalang sama sekali. Tak ada sehelai benang pun yang membatasi mereka. Mereka saling bersentuhan kulit bertemu kulit.

Tubuh Andreas menaungi Vlora. Ia bertumpu pada satu siku dan lantas tangannya yang lain menjelajahi tubuh polos Vlora.

Jari telunjuk Andreas menyusuri tiap sentimeter kulit Vlora. Dimulai dari paha, berpindah ke perutnya yang ramping, menyentuh sedikit pada payudaranya, dan berhenti di dagu.

Andreas mendorong samar dan wajah Vlora terangkat. Tatapan keduanya bertemu dan Andreas melabuhkan ciuman.

Tatapan terputus. Keduanya memejamkan mata dan hanyut dalam buaian ciuman penuh perasaan.

Andreas melumat bibir Vlora. Lembut dan terasa penuh kehati-hatian.

Ini bukanlah ciuman penuntutan. Ini adalah ciuman pemujaan. Sentuhan penuh irama. Sentuhan yang menghanyutkan.

Tak ubah percikan rintik hujan di sungai yang tenang. Riaknya syahdu dan terasa menenangkan.

Begitulah yang Andreas lakukan saat ini. Ia mencium dengan segenap rasa. Bergerak perlahan, tapi iramanya mengalun dalam ketukan yang sukses membuat Vlora terlena.

Lumatan. Kecupan.

Ciuman Andreas memanjakan Vlora. Ia pastikan untuk terus menghanyutkan tanpa melewatkan sedikit pun bagian dari bibir Vlora. Setiap sisi mendapatkan sentuhan serupa. Bahkan ia tak lupa untuk menggoda sudut bibir Vlora yang menawan.

Candu pun hadir. Andreas dan Vlora sama-sama merasakan hasrat untuk terus mencicipi satu sama lain. Pada akhirnya ciuman menyublim menjadi hasrat yang bergejolak.

Tempo meningkat. Lumatan berubah penuh tekanan. Alhasil tak aneh bila decakan tercipta. Suaranya tak ubah lagu yang membelai merdu indra pendengaran mereka. Sungguh indah.

Hanya ketika dada terasa sesak dan paru-paru mengancam akan meledak sehingga Andreas mengurai ciuman mereka. Bibir terpisah dan keduanya membuka mata.

Tatapan bertemu dengan jarak yang tak seberapa. Terlalu dekat. Bahkan embusan napas mereka bisa saling membelai.

"Reas."

Suara Vlora nyaris tak mampu terdengar. Halus dan amat samar. Namun, anehnya Andreas masih sanggup menangkap permohonan yang tersirat di sana. Pun dengan damba yang telah merintih tak berdaya.

Waktunya telah tiba. Jelas, sekarang Andreas juga tak mampu menahan hasratnya lagi.

Andreas sedikit beranjak. Ia mengambil posisi yang tepat di antara kedua kaki Vlora.

Di bawah naungan Andreas, Vlora telah membuka diri. Ia menarik napas dan bersiap dalam satu undangan demi menerima kehadiran Andreas.

Sayangnya terkadang Andreas memang adalah sosok yang suka bermain-main. Lihatlah. Ia tak langsung menerima undangan Vlora, alih-alih ia putuskan untuk memberikan godaan terakhir.

Senyum nakal terbit di bibir Andreas. Ia membawa kepala kejantanannya untuk merayu ambang kewanitaan Vlora.

"Oh!"

Hanya rayuan samar, tapi Vlora bagai tersengat. Ia tercekat dan merasa napas berhenti di tengah-tengah tenggorokan. Namun, ia jelas menikmatinya.

Kepala kejantanan Andreas memberikan usapan-usapan sensual di sepanjang bibir kewanitaan Vlora. Naik dan turun. Berulang kali. Pun tak lupa untuk memberikan rayuan memabukkan dengan sentuhan di klitoris Vlora.

Vlora terlena. Ia terbuai. Kewaspadaannya mengendur dan lalu ....

"Ah!"

Andreas menghunjamkan kejantanannya tanpa peringatan sama sekali. Ia masuk dan menusuk kewanitaan Vlora dengan satu desakan kuat.

Vlora membuncah. Ia syok dengan mulut yang membuka, tapi tak mampu berkata apa-apa.

Sensasi penuh menjajah kewanitaan Vlora. Rasa sesak hadir dan bobot Andreas melengkapi semuanya.

Andreas menindih Vlora, menekannya. Ia mendesak, lalu mengulum daun telinganya.

"Kau baik-baik saja?"

Tak langsung menjawab, Vlora butuh waktu sesaat untuk menarik napas sedalam mungkin. Setelahnya barulah ia mengangguk di lekuk leher Andreas. Ia seolah tak bisa bicara lagi. Tak bisa mengatakan apa-apa, selain hanya bisa melirih.

Itu adalah ketika Vlora merasakan kejantanan Andreas keluar perlahan dari dalam dirinya. Namun, ia justru kembali menghunjam di detik selanjutnya.

"Oh!"

Vlora memejamkan mata seraya mendesah. Kedua tangan naik dan ia rengkuh Andreas.

Andreas melakukan hal serupa. Tangannya menahan pinggang Vlora. Ia berusaha mempertahankan posisi Vlora karena ketika ia menghunjam maka tubuh ramping itu akan terhenyak.

Sekali. Dua kali. Berkali-kali.

Sentakan menerpa Vlora tanpa henti. Tubuhnya terus terguncang hingga menciptakan kekacauan di mana-mana.

Vlora meremas bantal, awalnya. Lalu ia merasa tak cukup dan jemarinya meraba tak tentu arah di tempat tidur. Ia hempaskan helaian bunga mawar, kemudian justru mencengkeram seprai erat-erat.

Geraman menggetarkan dada Andreas. Tiap detik yang dilaluinya dengan menghunjam kewanitaan Vlora tak ubah kesenangan yang menyiksa. Bagai dirinya yang kehausan dan lantas meminum air laut. Dahaganya tak menghilang, alih-alih berontak semakin tak karuan.

Andreas kian terpacu. Bila dahaga tak mampu dihempaskan maka jalan satu-satunya adalah dengan meneguk lebih banyak lagi.

Semakin lama semakin intens. Sekarang keringat bukan hanya memercik di dahi Andreas, melainkan seluruh tubuhnya. Pun demikian pula dengan Vlora.

Kesat. Liat. Peluh yang membungkus Andreas dan Vlora menjelma perekat yang mengikat mereka.

Semakin lama semakin erat. Kulit menekan kulit. Embusan napas saling balas-membalas. Desahan dan erangan terdengar beriringan.

Simfoni indah telah tercipta. Dawai-dawai percintaan dipetik dengan nada yang seharusnya. Semua harmoni dalam irama dan gerak percintaan yang terus mengalun.

"Angkat kakimu, Vlo. Lingkarkan di pinggangku."

Keinginan Andreas terpenuhi hanya dalam waktu sedetik. Vlora mengangkat kaki dan melingkarkannya di pinggang Andreas, pun tak lupa untuk menguncinya satu sama lain. Persis dengan apa yang Andreas inginkan.

Andreas mendapatkan keleluasaannya. Sekarang kejantanannya bisa menjajah kewanitaan Vlora dengan lebih mulus.

Untuk itu satu tangan Andreas pindah. Ia mendarat di pundak Vlora dan menahannya sekuat mungkin ketika dorongannya kembali menyerbu dengan menggebu.

Vlora terkesiap, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Kedua tangan Andreas sukses membuat ia tak berkutik. Ia benar-benar bergeming di bawah tubuh dan kendali Andreas.

Detik berganti. Posisi tetap Vlora dan hunjaman kuat Andreas menciptakan benturan-benturan yang tak terelakkan. Ia menimbulkan rasa sakit untuk Vlora, tapi anehnya itu adalah rasa sakit yang membuatnya menginginkan lebih.

Endorpin lepas. Rasa senang bangkit tak kira-kira. Semua sel di tubuh Vlora menyala dalam tuntutan hasrat tak terbendung.

Alhasil Vlora justru kian menarik tubuh Andreas. Kedua tangan Vlora merengkuh erat tanpa lupa memberikan remasan kuat pada rambutnya.

Keinginan primitif mengambil alih kuasa. Vlora bukan lagi dirinya yang biasa. Sekarang ia adalah seorang istri yang menginginkan semuanya. Ia ingin mendapatkan segala yang suaminya miliki. Semua yang Andreas miliki.

Vlora mengangkat pinggul. Ia ciptakan kesempatan bagi Andreas untuk bisa menghunjam makin dalam dan makin cepat.

Andreas tak akan menyia-nyiakan pemasrahan tersebut. Ia kian bersemangat dengan ego yang telah disuap oleh Vlora. Inisiatif Vlora jelas adalah makanan yang amat mengenyangkan untuk naluri maskulinnya.

Gairah membara. Gelora berkobar. Waktu yang berlalu tak ubah minyak yang kian membakar mereka.

Di sela-sela api syahwat yang terus menyala, Andreas tak abai dengan lirihan Vlora yang berubah menjadi rengekan. Pun ia rasakan ada sedikit nyeri yang merambah di pundaknya.

Vlora menggigit pundak Andreas. Kukunya menancap di punggung Andreas. Ia mengejang dan terpaan menghantam kejantanan Andreas di dalam sana.

Rahang mengeras, Andreas tidak berhenti sejenak pun ketika Vlora mendapatkan orgasmenya. Bahkan sakit gigitan Vlora di pundaknya seolah tak terasa. Ia terus memacu dan turut terbuai oleh kenikmatan Vlora.

Andreas merasa dimanja. Orgasme Vlora menghadirkan pijatan yang membungkus kejantanannya. Berikut dengan rasa hangat dan sensasi lainnya yang tak akan pernah mampu ia uraikan satu persatu.

Rengkuhan kaki Vlora di pinggang Andreas mengendur. Ia menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan diri.

Vlora membuka mata. Sorotnya lesu dan ia berani bersumpah bahwa rasanya ia telah kehabisan tenaga. Sungguh, dua kali dihempas dikenikmatan jelas sangat menguras energinya. Ia butuh waktu untuk mengembalikan kesadarannya kembali.

Namun, sepertinya bukan itu yang dipikirkan Andreas. Agaknya ia memiliki ide sendiri sehingga ia putuskan untuk kembali menyentuh.

Vlora membuka mata. Tatapan tak fokusnya masih dipenuhi oleh kabut orgasme dan untuk itu Andreas justru menyentuh klitorisnya? Oh, yang benar saja!

"Aku ingin membuatmu menjerit lagi, Sayang."

Vlora meneguk ludah. Kali ini tubuhnya bukan meremang lantaran rangsangan, alih-alih karena kengerian.

Andreas tidak mungkin serius bukan? Tiga kali? Apakah itu artinya Vlora harus bersiap untuk pingsan dalam kenikmatan?

Sayangnya Andreas serius. Buktinya adalah ia kembali menabur cumbuan demi menyalakan kembali api gairah Vlora.

Bahkan bila Vlora ingin menampik, bagaimana caranya? Lantaran bukan hanya jari Andreas yang sekarang menggoda klitorisnya, alih-alih lidah basah Andreas pun turut merayu di sepanjang leher dan daun telinganya.

"Oh, Reas."

Sepertinya Vlora tak menyadarinya. Respon alamiah yang ia berikan telah membangkitkan kebanggaan primitif Andreas. Rasanya menyenangkan bukan melihat pasangan terengah tak berdaya?

Jadi sekali lagi. Andreas berjanji itu akan menjadi penutup hari yang paling manis.

Tak butuh waktu lama. Percikan yang Andreas berikan berhasil membakar Vlora kembali dan inilah masanya.

Andreas menahan tubuh Vlora. Ia menindih dan menekan sehingga Vlora benar-benar bergeming.

Sekarang adalah masanya untuk menuntaskan semua godaan. Andreas menarik kejantanannya keluar dan lantas mendesak masuk sekuat mungkin.

Vlora membelalak. Rasanya tak ubah seperti nyawanya dibetot lepas dari tubuh. Jiwanya bisa saja benar-benar lepas dan kemudian ia tak lagi berada di dunia.

"R-Reas."

Rintihan Vlora terdengar putus-putus. Begitu pula dengan napasnya yang tersendat di beberapa kesempatan.

Astaga! Vlora yakin dirinya akan hancur lebur kali ini. Andreas benar-benar tak terkendali dan satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah bertahan dengan sisa tenaga yang tak seberapa.

Intensitas hunjaman Andreas meningkat. Pergerakannya semakin kuat dan cepat. Kian mendesak.

Vlora memejamkan mata. Erangannya menggetarkan tenggorakan dan Andreas sekilas melihatnya, tepat sebelum ia sedikit mengubah posisinya.

"Ah!"

Andreas membidik titik sensitif Vlora dan hasilnya sesuai harapan. Vlora mengejang dan meronta dalam rengekan sensual.

Vlora mencoba menarik diri. Ia mencoba untuk menghindar. Namun, Andreas benar-benar tahu cara untuk membuatnya bersikap pasrah.

Andreas menggertakkan rahang. Kejantanannya mendorong dalam desakan yang tak pernah dibayangkan Vlora.

Terus. Tanpa henti. Tak ada jeda sama sekali.

Pada akhirnya Vlora benar-benar menyadari kebenaran dari ungkapan bagai terbang melayang ke angkasa. Hunjaman Andreas melecutnya dan membuat ia terhempas tinggi ke atas sana.

Jerit Vlora pecah. Persis seperti yang Andreas inginkan. Pun ia mendapatkan lebih dari yang ia harapkan.

Kenikmatan Vlora menghadirkan surga bagi kejantanan Andreas. Cengkeraman, rasa hangat, kesan lembab, dan semua berpadu dalam basah yang menggetarkan jiwa.

Agaknya sekarang bukan hanya Vlora yang terbang melayang ke langit sana. Nyatanya Andreas telah kehilangan kendali akan dirinya sendiri. Ia membabi buta dan mendobrak semua batas diri.

Hampa. Terhempas.

Andreas melepaskan semua dan Vlora menerimanya dengan sepenuh hati.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top