16. Malam Pertama
Bukan hanya berfungsi sebagai pakaian, gaun pengantin didesain sedemikian rupa untuk mampu menonjolkan keindahan dan kecantikan sang pengantin. Tak ubahnya perhiasan, gaun pengantin harus bisa menambah pesona untuk yang mengenakannya. Termasuk dengan gaun drop waist yang dikenakan Vlora.
Layaknya gaun tanpa pundak, penggunaannya tentu saja menghindari bra bertali. Alhasil tak jarang para wanita memilih bra tanpa tali atau untuk kasus tertentu, para perancang busana akan menambahkan mangkuk bra di dalam gaun.
Pilihan kedua cenderung lebih diminati. Lebih efektif dan efisien. Pun mungkin saja lebih menguntungkan dari yang pernah para perancang busana di seluruh dunia pikirkan sebelumnya.
Mata Andreas berkedip sekali. Arah pandangannya lurus, sedikit condong ke bawah dalam usaha mengamati. Ia diam untuk beberapa saat seakan perlu meresapi pemandangan yang tengah tersaji di hadapannya. Bisa dikatakan diamnya ia bukan karena disengaja, melainkan alamiah karena ia yang amat takjub dengan yang dilihat.
Vlora tak bergerak. Ia bergeming dalam kesadaran penuh bahwa gaun yang memerangkap tubuhnya selama pesta pernikahan telah jatuh mendarat di lantai. Alasan mutlak yang membuat Andreas membeku di belakangnya.
Jakun Andreas naik turun dengan dorongan yang nyaris tak mampu dikendalikan. Terbukti, ia nyaris bisa lupa diri hanya dengan melihat tubuh Vlora.
Terpisah jarak tak seberapa, Andreas puas memanjakan mata menjelajahi tubuh polos Vlora. Ehm atau nyaris polos?
Andreas terpana. Tubuh berlekuk Vlora menghipnotisnya. Kendali diri mengancam berontak tatkala ia sadar bahwa hanya tersisa sehelai pakaian berbentuk segitiga yang menutupi satu bagian tubuh Vlora.
Satu tangan Andreas bergerak. Tidak untuk meraih tubuh Vlora, melainkan untuk mendaratkan satu sentuhan yang terasa menyesakkan bagi penerimanya.
Ujung jari Andreas menyentuh tepat di bawah tengkuk Vlora. Ia ciptakan sentuhan seringan bulu dalam gerakan menggoda. Perlahan turun. Terus menyusuri demi menghadirkan keremangan yang menggetarkan lutut Vlora.
Mata terpejam. Vlora menarik napas dalam-dalam dan menahan di dada.
Sejenak. Seakan Vlora khawatir bila ia melepaskan napas maka nyawanya pun akan turut serta.
Vlora tak akan munafik. Ia akan jujur. Sentuhan Andreas benar-benar membuatnya bergidik.
Bahkan bila Vlora sempat berpikir sedikit saja untuk menampik respon tubuhnya maka tentu Andreas bisa dengan mudah mematahkannya. Lantaran di detik selanjutnya Andreas bergerak dalam satu langkah kecil. Ia kembali mengikis jarak dan membiarkan embusan napasnya membelai hangat di telinga Vlora sementara jarinya terus melakukan penjelajahan.
"Katakan padaku, Sayang," lirih Andreas dengan suara rendah nan berat. "Apa yang bisa aku lakukan untuk menyenangkanmu malam ini?"
Vlora membuka mata, tapi ia tak menjawab.
"Kau tahu bukan? Kesenanganmu adalah kebahagiaanku."
Oh, manis sekali. Saking manisnya, Vlora yakin tak akan ada gula di dunia ini yang bisa menandingi ucapan Andreas.
Seharusnya Vlora tak terkejut. Ia sadar pria seperti apa yang menikahinya. Memberikan rayuan dan gombalan pasti bukan hal asing untuknya.
Namun, lagi-lagi Vlora harus jujur mengakuinya. Bahwa tak ada wanita yang tidak menyukai ucapan manis. Wanita dan kesukaannya itu sudah menjadi satu kesatuan dari dulu. Persis seperti pria dan kesukaannya akan penampilan menarik.
Walau demikian Vlora menyadari bahwa ucapan Andreas tidak hanya manis. Di beberapa kesempatan, berbicara dengan Andreas memang memberikan pesona tersendiri.
Vlora tahu itu. Pada satu masa ia merasa perkataan Andreas menjengkelkan. Namun, ia tak akan menampik bahwa cara Andreas berbicara, kata-kata yang diucapkan, dan logika-logika yang diberikan, adalah satu kesatuan yang menarik untuknya.
Andreas memiliki pendekatan yang berbeda dari pria kebanyakan. Ia menggoda dengan cara yang tak biasa dan Vlora memutuskan untuk membalas.
"Kau punya pilihan untukku?"
Jari Andreas berhenti bergerak tepat di lekuk pinggang Vlora. Ia menyeringai dalam senang karena Vlora persis seperti dugaannya.
Berani dan tak ingin kalah. Tantangan diterima. Lebih dari cukup untuk memenuhi fantasi Andreas selama ini.
Andreas mendeham penuh irama. "Aku yakin aku punya beberapa pilihan. Apa kau ingin tahu?"
"Katakan padaku."
Andreas akan menjawab dengan senang hati. Tangan bergerak dan kali ini keduanya berpindah tempat. Menyusup di sisi tubuh Vlora, merayap, dan lalu mendarat di titik yang diinginkannya. Yaitu, payudara Vlora.
Samar terdengar kesiap tertahan Vlora. Antisipasinya sontak meningkat, tapi nyatanya Andreas tidak melakukan lebih. Andreas menahan diri dan belum memutuskan untuk benar-benar bergerak.
"Aku bisa memanjakanmu persis seperti yang aku lakukan di unitmu malam itu."
Ingatan erotis membayang dengan cepat di benak Andreas. Manis dan pasrah, itulah dua kata paling tepat untuk menggambarkan Vlora saat itu. Lantas untuk harapan ataupun tekad yang mendadak muncul di kepalanya, Andreas yakin ia akan melihat Vlora lebih dari itu.
"Sayangnya aku yakin kita berdua sama-sama ingin segera menikmati hidangan inti. Jadi aku berencana untuk memujamu dengan cara lainnya," lanjut Andreas. "Bagaimana? Kau memiliki beberapa gaya yang kau suka?"
Hening untuk sesaat. Andreas menunggu.
"Apa kau tahu sesuatu, Reas?"
"Katakan padaku, Vlo Sayang."
"Aku masih perawan."
Ah! Nyaris saja tangan Andreas tergelincir dari payudara itu. Perkataan Vlora mengejutkan Andreas.
Bukan perkara keperawanan yang membuat Andreas terkejut. Lagipula itu adalah hal yang tak pernah dipikirkannya ketika memutuskan ingin menikahi Vlora.
Bagaimana bisa?
Itulah persisnya yang menjadi sumber kekagetan Andreas. Bagaimana bisa wanita secantik dan penuh pesona seperti Vlora masih perawan? Tidakkah ia pernah berkencan?
Satu kemungkinan itu terdengar masuk akal, tapi justru membuat Andreas merasakan kebingungan yang lainnya.
Bagaimana bisa dia tidak pernah berkencan?
Andreas yakin para pria di dunia ini sudah rabun sehingga melewatkan wanita seperti Vlora. Untungnya, ia cukup jeli dan teliti untuk menemukannya. Persis seperti yang dikatakan Vian.
"Kau benar-benar bajingan yang beruntung, Kak."
Bukan hanya menggema di ingatan. Andreas menyuarakan ketidakpercayaannya.
"Aku memang bajingan yang beruntung."
Vlora diam saja. Ia tak merespon, terlebih karena kedua tangan Andreas mulai melakukan pergerakan lembut di payudaranya sedetik kemudian.
"Jadi karena itu, Sayang."
Andreas kembali mengikis jarak dan sekarang tubuh mereka menempel. Vlora bisa merasakan bisikan dan embusan napas hangat Andreas semakin jelas. Pun termasuk merasakan panas tubuh Andreas yang seolah-olah membungkus dirinya.
"Aku benar-benar akan memujamu. Aku akan memastikan pengalaman pertamamu menjadi kenangan terindahmu. Selamanya."
Ini bukan lagi manis, melainkan memabukkan. Nyaris membuat pandangan Vlora berkunang-kunang.
Andreas menyudahi sentuhannya di payudara Vlora. Ia menuntun Vlora agar berbalik dan sekarang ia bisa menikmati pemandangan indah itu secara langsung.
Tatapan Andreas menyusuri Vlora. Sorotnya penuh dengan binar-binar ketakjuban.
"Kau cantik, Vlo. Teramat cantik."
Vlora mengerjap sekali. Pujian itu terasa membelai pipinya sehingga mampu menghadirkan semburat merah jambu di sana.
Tangan terulur. Andreas meraih dagu Vlora dan mengangkatnya demi melabuhkan ciuman.
Vlora memejamkan mata. Di bawah ciuman Andreas, bibirnya membuka perlahan. Ia bersiap dan menyambut sentuhan Andreas.
Andreas menerima undangan Vlora. Ciuman lembut hanyalah pembuka manis. Selanjutnya ada penjelajahan bibir yang akan menjadi inti membara.
Undangan diterima. Andreas menyusupkan lidah sementara tangannya langsung menetap pada posisi masing-masing. Ada yang menahan tengkuk Vlora dan ada yang menikmati lekuk pinggangnya.
Lidah Andreas disambut oleh rasa tak asing. Manis dan hangat. Sensasi itu hadir ketika lidahnya menyapa lidah Vlora.
Andreas menginginkan lebih. Ia mengisap lidah Vlora sembari menarik tubuhnya ke dalam pelukan—nyaris membuat kaki Vlora melayang di atas lantai.
Vlora mengerang. Refleks, kedua tangannya berpegang pada Andreas. Ia biarkan Andreas menikmati lidahnya sesuka hati.
Melumat. Lantas memijatnya.
Menggigit. Lantas membelainya.
Andreas ciptakan sentuhan kenikmatan yang justru menghadrikan bayangan kenikmatan lainnya. Lalu ia melepaskannya. Hanya untuk ganti menikmati hal lainnya.
Kembali pada bibir Vlora. Agaknya Andreas belum puas meneguk kelembutan sepucuk bibir merah muda itu. Ia memagut dan kemudian mendapati remasan lembut di rambutnya, sesuatu yang justru melecut dirinya untuk melakukan lebih lagi.
Andreas melumat. Ia sedikit menelengkan wajah ketika memperdalam ciuman seraya berusaha melangkah. Kedua tangannya berpindah ke pinggang Vlora dan sinyalnya ditangkap dengan amat baik.
Kaki jenjang Vlora melingkari pinggang Andreas. Ia biarkan Andreas membawa dirinya beranjak dalam langkah terburu dan tak sabaran. Keduanya menuju tempat tidur dan Andreas menjatuhkan tubuh mereka di sana.
Andreas mengurai ciuman mereka. Ia menciptakan jarak dan melihat wajah Vlora yang telah memerah.
Bibir Vlora sedikit membengkak. Rambutnya acak-acakan. Payudanya menggoda dalam irama naik-turun tatkala si empunya menarik napas dengan menggebu.
Vlora meneguk ludah. Ia menunggu dalam diam ketika menyadari tak ada sedikit pun sorot jahil yang biasa menghiasi mata Andreas. Sekarang, di sana, yang ada adalah bidikan tajam sang predator.
Mata itu menjanjikan ancaman. Ia mengancam akan menghabisi mangsa dalam satu terkeman. Lalu itulah yang terjadi pada Vlora.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Andreas menundukkan kepala. Ia mencecap puting Vlora dan melahapnya tanpa merasa segan sama sekali.
"Oh, Reas."
Vlora tak bisa menahan diri. Lirihan sensual mengalun ketika kehangatan mulut Andreas membungkus putingnya. Ia merasa gila dankembali merasa perlu meremas rambut Andreas.
Mata terpejam. Andreas nikmati setiap sensasi yang didapat ketika mencumbu puting Vlora. Ia menggoda dengan sapuan lidahnya yang hangat, lalu ia berikan gerakan memutar yang sukses menarik desahan Vlora untuk kembali mengalun.
Tangan Andreas tak tinggal diam. Ia menangkup payudara lainnya dan mulai meremas dengan penuh irama. Tanpa lupa menyelinginya dengan permainan nakal jari pada puting yang telah menegang.
Andreas mengusap. Kemudian memutirnya. Lantas mencubit kecil sehingga Vlora semakin gelisah di bawahnya.
Vlora resah. Ia menggeliat. Sayangnya itu justru memberi kesan sensual yang amat menggoda.
Andreas melepaskan payudara Vlora yang sedari tadi dinikmatinya. Sedikit akal sehat menyadarkannya bahwa ia harus berlaku adil. Ia harus melakukan hal serupa di payudara lainnya agar tak ada yang merasa iri.
Vlora memejamkan mata. Sekarang menahan desahan adalah hal yang amat mustahil untuk bisa dilakukan. Lagipula ada hal lain yang lebih mendesak ketimbang menahan desahan. Desakan yang semakin lama semakin membuat dirinya resah.
"Reas."
Suara Vlora terdengar amat mendamba. Lirih, tapi menyiratkan pinta tanpa kata. Serupa rintihan putus asa tatkala Andreas mengisap putingnya dengan teramat dalam.
Tubuh bereaksi. Insting mengambil alih kuasa. Vlora menarik Andreas dan melingkarkan kaki pada pinggangnya.
Vlora membeku. Ada sesuatu yang asing tengah menekan tubuhnya di bawah sana.
Napas Andreas menggebu saat menarik diri. Ia lepaskan payudara Vlora dan sedikit bangkit. Kedua tangannya mengurung Vlora di masing-masing sisi tubuh.
Liar, Andreas mengamati Vlora. Bekas-bekas gigitan di seputaran payudara Vlora menarik perhatiannya. Itu jelas adalah hal terseksi yang pernah dilihatnya selama ini. Indah sekali.
"Sayang."
Andreas mengulurkan tangan. Ia belai sisi wajah Vlora dan respon yang didapat begitu sensual.
Vlora memutar bola matanya sekali. Lalu memejam. Ia tampak begitu hanyut dalam sentuhan Andreas.
Berat, tapi Andreas melepaskan rengkuhan kaki Vlora di pinggangnya. Keputusannya membuat Vlora membuka mata dan lantas menatapnya dengan penuh awas.
Itulah yang Andreas inginkan. Tatapan bertemu tatapan, ia bangkit dengan ekspresi yang hanya bisa dimiliki oleh bajingan manis seperti dirinya.
Andreas melepas jas dan membuangnya ke sembarang arah. Tanpa memindahkan tatapan dari Vlora, ia juga menyingkirkan dasi dan kemeja.
Vlora menahan napas. Ia menegang dalam kewajaran mengingat seumur kebersamaan mereka—masa pendekatan yang singkat sebelum menuju ke pernikahan—tak pernah sekalipun ia melihat Andreas tanpa busana.
Kokoh dan kuat. Itulah dua kesan yang otomatis Vlora sematkan. Pria itu persis seorang petarung yang siang terjun ke medan laga.
Ketegangan Vlora berlanjut. Kali ini lebih parah lagi ketika Andreas meraih ikat pinggang dan melepas benda itu dengan menciptakan suara berdesis yang meremangkan bulu kuduknya. Lantas di menit selanjutnya, Andreas bahkan tanpa merasa malu untuk benar-benar melepaskan pakaian terakhirnya.
Benar-benar yang terakhir sehingga Andreas berdiri dengan pongah tanpa ada selembar benang pun yang menutupi tubuhnya. Oh, astaga.
Vlora membeku. Ia tak yakin ekspresi apa yang tercetak di wajahnya ketika untuk pertama kalinya melihat Andreas dalam tampilan seperti itu. Polos, tapi juga menjanjikan kekuatan.
Tentu saja. Ada satu bagian dari tubuh Andreas yang benar-benar menampilkan wujudnya dalam kesombongan penuh percaya diri.
Andreas mendekati Vlora. Sekilas, ia bisa merasakan gemetar tubuhnya.
"Kau takut?"
Vlora mengerjap. "Tidak."
"Tentu saja. Tak ada sesuatu di dunia ini yang bisa menakutimu, Vlora Sayang."
Vlora tak merespon perkataan Andreas. Ia memilih diam ketika Andreas kembali bergerak. Kali ini Andreas menuju pada pakaian terakhir yang masih dikenakannya.
Andreas meremas celana dalam Vlora. Samar, tapi jelas. Ia merasakan kelembaban di sana sebelum melemparnya asal.
Bertumpu pada satu siku, Andreas tersenyum. Tangannya yang bebas menjelajah kepolosan tubuh Vlora.
"Ssst. Tak perlu tegang, Sayang."
Mustahil sekali Vlora tidak tegang. Terlepas dari sifatnya, ia tetaplah seorang wanita. Ketegangan itu alamiah. Untungnya Andreas tahu dengan pasti bagaimana cara menyingkirkannya.
Tangan Andreas meluncur ke bawah. Tanpa peringatan sama sekali, ia mendarat di salah satu titik sensitif Vlora.
"Oh!"
Suara Vlora tercekat. Di lain pihak, Andreas justru menyeringai. Niat suci pun terpateri di benaknya, ia akan semakin menggoda dan mempermainkan klitoris Vlora.
Napas tertahan di dada. Kedua tangan naik. Vlora berpegang pada pundak Andreas dan memberikan kesempatan padanya untuk semakin mempernakal sentuhan itu.
Satu jari menyusup. Andreas merasakan kehangatan dan kelembaban di dalam sana. Lantas tangan Vlora di pundaknya meremas.
"Oh, Reas."
Vlora mengerjap berulang kali. Andreas menambah satu jari lainnya dan keduanya segera bergerak memporakporandakan kewanitaan Vlora.
Rasanya pusing. Tak ubah melayang di awang-awang. Anehnya, Vlora pun mendamba untuk waktu bersamaan.
Andreas menurunkan wajah. Ia mencium bibir Vlora sementara jarinya terus bergerak.
Oh, tentunya tak hanya itu. Andreas pun membisikkan kata-kata nakal di telinga Vlora.
"Sayangku Vlora, kau benar-benar membuatku gila. Malam ini aku ingin mendengarmu menjeritkan namaku dengan penuh kenikmatan."
Vlora tak berdaya untuk bicara. Ia terlalu sibuk dengan permainan jari Andreas di kewanitaannya. Rasanya, oh jangan ditanya. Benar-benar melenakan. Sungguh membuai hingga ia merasa terbang ke awang-awang.
Terus. Semakin melayang.
Vlora meremas seprai. Ia menggigit bibir bawah dan desahan tertahan di pangkal tenggorokan. Tubuhnya mendadak berubah kaku dan ia mengejang. Lalu ....
Andreas menarik keluar kedua jarinya. Ia akhiri permainan jarinya tepat di detik-detik Vlora akan mendapatkan kenikmatan.
Ugh! Jahat sekali.
Remasan pada seprai mengendur. Ketegangan terjeda dan Vlora membuka mata. Ia tampilkan sorot tak berdaya pada Andreas.
"Aku tahu apa yang kau inginkan, Vlo."
Andreas tersenyum. Ia berikan satu kecupan singkat sebelum lanjut bicara."
"Karena aku juga menginginkannya."
Sekarang masa penantian telah usai. Andreas tak perlu menunggu lagi. Ia bergerak dan mengambil posisi yang sempurna di antara kedua kaki Vlora.
Tak langsung memasuki kewanitaan Vlora, nyatanya Andreas memberikan satu permainan terakhir. Ia mengusapkan kepala kejantanannya di sepanjang bibir kewanitaan Vlora. Beberapa kali. Dampaknya? Vlora pun jadi panas dingin dalam penantian.
Andreas menggoda. Ia terus menggoda. Ia buat Vlora bertanya-tanya dan lalu tanpa aba-aba, ia justru memberi jawaban.
Berupa satu tusukan. Satu hunjaman tak terelakkan. Satu hentakan yang membuat mata Vlora memejam dan kembali meremas seprai sekuat tenaga.
Rasanya penuh. Kesannya asing. Vlora tak bisa menggambarkan keadaannya kala itu.
Vlora membuka mata. Andreas menatapnya dengan sorot yang terlihat sedikit khawatir.
"Pelan-pelan tidak akan menjadi jawaban untuk rasa sakitnya. Lebih cepat dilalui maka itu lebih baik."
Vlora membuang napas perlahan, menenangkan diri. "Kupikir kau benar."
"Aku janji," ujar Andreas sembari melabuhkan kecupan-kecupan kecil di wajah Vlora. "Aku akan menukar sakitnya dengan kenikmatan."
Andreas tidak memberikan kesempatan untuk Vlora merespon ucapannya. Ia segera bergerak, memulai percintaan mereka yang sesungguhnya.
Mulanya perlahan. Tentu saja. Karena Andreas cukup mengerti bahwa Vlora butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan.
Untungnya Andreas cukup penyabar. Ia bawa kejantanannya untuk keluar dan masuk di kewanitaan Vlora dalam irama yang benar-benar mendayu. Tak ubah simfoni largo yang menghadirkan ketenteraman dan juga keagungan.
Detik demi detik berlalu. Kesabaran Andreas menciptakan hasil yang sepadan. Kesiap-kesiap tertahan bernuansa antisipasi Vlora telah berubah menjadi lirihan-lirihan bernada sensual.
"Oh."
Pinggang Andreas kembali bergerak. Masih terkendali dan sedikit menaikkan tempo. Ia tidak terburu-buru, sengaja karena ingin memuja. Ia ingin mendorong Vlora pelan-pelan. Ia ingin Vlora bisa menikmati percintaan pertama mereka, persis seperti janjinya.
Untuk itu Andreas tidak akan pernah menjadi pencinta yang monoton. Ia bukanlah pria kolot yang hanya menghunjamkan kejantanannya demi kepuasan sendiri.
Oh, tentu saja tidak. Andreas berada di level berbeda. Di saat kejantanannya menjalankan aksi di bawah sana, ada beragam rayuan yang bisa dilakukannya.
Andreas meremas pelan payudara Vlora. Ia mencumbu daun telinga Vlora, menggigitnya dengan lembut. Lantas lidahnya menjilat di garis leher Vlora.
"Reas."
Kembali, desahan Vlora terdengar. Tanda nyata bahwa ia benar-benar telah hanyut dalam sentuhan Andreas. Sudah cukup hanyut untuk membangunkan insting primitifnya yang selama ini tertidur.
Tubuh Vlora merespon dengan begitu alamiah. Ia menyambut pergerakan Andreas dan membalas. Kedua kaki naik, melingkar di pinggang Andreas. Pinggang bergerak, mengikuti irama yang diciptakan Andreas.
Isyarat telah diberikan. Andreas akan memberinya dengan senang hati.
Andreas sedikit mengubah posisinya. Kedua tangan merengkuh Vlora dengan kuat. Ia biarkan dadanya yang bidang dan keras menekan kelembutan dan kekenyalan payudara Vlora. Lantas ia mendorong.
Vlora terlonjak di atas tempat tidur. Mata terpejam rapat dan gigi menggigit bibir bawah dengan kuat. Hunjaman penuh kekuatan Andreas membuatnya mengerang tanpa daya.
Andreas terlecut. Ia semakin terpacu untuk bergerak. Terus bergerak hingga ia mendapati kejantanannya menekan satu titik sensitif Vlora di dalam sana.
Wajah Vlora makin memerah. Erangannya kian tak tertahankan. Untuk itu Andreas tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.
Andreas semakin mendesak. Ia menghunjam di titik yang sama berulang kali. Tanpa henti. Dengan kekuatan yang membuat Vlora tenggelam dalam buaian.
Vlora memeluk Andreas. Rintihannya terdengar putus asa.
"Reas."
Andreas menghunjam lagi. "Ya, Sayang? Katakan padaku."
Napas Vlora tertahan. Mata membuka dan ia tampak nanar. Pandangannya tak fokus. Ada kesan bingung dan juga ingin yang tak dimengerti.
"Aku, oh."
Andreas menggertakkan rahang. Lirihan Vlora telah memberinya jawaban. Karena jelas saja di bawah sana kejantanannya merasakan satu sensasi yang perlahan mulai dihadirkan kewanitaan Vlora.
"Reas."
Vlora merintih lagi. Ia semakin merengkuh dan Andreas tak akan mengecewakannya.
Alhasil Andreas bergerak semakin kuat. Semakin cepat. Semakin dalam. Ia menusuk sehingga merasakan benturan di dalam sana.
"Katakan padaku, Sayang. Apa yang kau inginkan? Apakah ini?"
Tuntas mengatakan itu, Andreas menghunjam dengan amat dalam. Ia buat Vlora meringis dan tanpa sadar memohon.
"Oh, aku mohon, Reas."
Permohonan yang tentu saja akan dikabulkan oleh Andreas. Ia memberikannya berupa hunjaman yang kian memacu. Lantas ia pun merasakan desakan kenikmatan melingkupi kejantanannya.
Otot-otot kewanitaan Vlora mengencang. Ia menegang dan memerangkap kejantanan Andreas. Di waktu bersamaan, jeritan kenikmatan itu pun meluncur dari bibirnya.
"Andreas!"
Andreas terpaksa menahan napas. Terpaan kenikmatan yang dirasakan Vlora memberikan dampak langsung pada dirinya pula. Terasa begitu menghanyutkan dan nyaris membuatnya tak mampu bertahan.
Bulir-bulir keringat sudah membasahi tubuh. Andreas menggertakkan rahang, tetap bergerak.
Andreas ingin bertahan. Lebih lama lagi. Ia masih ingin menikmati percintaan itu.
Sayangnya Andreas seperti terkena kutukan. Ia mendadak merasa seperti seorang perjaka yang baru pertama kali bercinta. Sungguh, bertahan menjadi hal mustahil untuknya.
Andreas tak mampu melarikan diri dari bayang klimaks yang membidiknya. Melalui satu hunjaman terakhir yang teramat kuat dan dalam, ia pun menutup percintaan pertama mereka.
Bukti kenikmatan Andreas tercurah. Hangat dan membasahi Vlora di dalam sana.
Lantas Andreas pun ambruk.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top