part 10

Tanpa sadar berapa terluka harga diri Andrea atas apa yang dilakukannya, Davin menunggu  di atap gedung kantor tempat mereka selalu menyempatkan waktu untuk bersama di pagi harinya. Bahkan setelah menunggu lebih dari lima belas menit dengan beraneka ragam pemikiran yang tiba-tiba muncul bahwa Andrea sengaja tidak mau menemuinya karena kemarahan atas perbuatannya, dia masih tetap berusaha membuat kesimpulan optimis bahwa Andrea memang tidak bisa bertemu dengannya mengingat pekerjaan kantor yang harus membuat dia menyelesaikan tugasnya semalam.

Davin mengirimkan pesan singkat kepada Andrea setelah dia menunggu lebih dari lima belas menit: "Kamu sibuk?" Yang belum dibaca oleh penerimanya sepanjang pagi itu sampai jam makan siang, dan setelahnya, setelah pesan itu terbaca, tidak ada balasan sama sekali dari Andrea.

Davin sadar wanita itu benar-benar marah padanya. Sikap dinginnya semalam bukan hanya kekesalan sementara. Dan menyadari hal itu membuat Davin cukup panik. Andrea tidak pernah marah padanya. Sifatnya yang begitu mencintai kebebasan dan menghargai keunikan pribadi orang lain, membuatnya lebih menikmati hidup dibandingkan selalu mengeluhkan dan mempertanyakannya. Davin tahu kemarahannya kali ini bukan karena kesalahan sifatnya, namun lebih karena dia sudah melukai harga dirinya. Andrea sudah bersedia menyerahkan dirinya semalam, dan Davin memberikan harapan bahwa dia, sama seperti Andrea, menginginkannya dengan sangat, sebelum akhirnya menolaknya mentah-mentah.

Dia tahu itu semua kesalahannya. Kesalahan sikap kurang tegasnya dan ketidakjujuran pada Andrea. Seharusnya dari awal dia menyampaikan pandangannya dalam hubungan mereka, yang belum pernah dilakukannya.

Andrea terlalu mencintai kebebasan hidupnya. Dia suka dengan kesibukannya, membagi setiap waktu dalam hidupnya sesuai porsi yang diinginkannya, dan Davin hanya menjadi satu bagian dalam waktunya. Sesuatu yang Davin sadari dengan sangat baik dan mengecilkan hatinya, berusaha membuat dirinya sesuai dengan peran yang diberikan Andrea untuknya. Dan Davin yakin, tidak pernah ada dalam benak wanita itu kehadiran dirinya dalam gambaran masa depan Andrea.

Davin kagum dengan ambisi yang dimiliki oleh wanita itu, dan harus diakuinya itulah yang membuatnya tertarik dengan Andrea. Walau ironisnya, hal itu juga yang menjadi ganjalan besar dalam pikiran Davin terkait hubungan mereka. Hubungan mereka memang baru seumur jagung, tapi Davin tidak pernah menganggap remeh hubungan yang dijalaninya. Dan prinsipnya itu membuatnya terpaksa memikirkan ini.

Sementara Andrea bukan tipe yang akan menyukai ide tentang keterikatan. Davin sangat paham dengan hal itu. Dia tidak pernah mau membiarkan dirinya terpaku pada satu hal dan membiarkan dirinya terlalu terhanyut dan tergantung pada hanya satu hal tersebut, termasuk kepada Davin. Tidak sekalipun Andrea membiarkan Davin mengatur hidupnya, yang memang belum pernah Davin coba untuk lakukan. Walaupun ada begitu banyak hal dalam kehidupan Andrea yang ingin dikendalikannya, tapi dia selalu mengendalikan dirinya, menyadari betapa wanita itu membuat sebuah tameng yang menjaga kebebasannya.

***

"Halo?" Suara Davin terdengar bersemangat saat mendengar sambungan teleponnya sudah berhasil sejak entah keberapa kali dia berusaha menghubungi.

"Halo? Halo? Davin ya?" suara wanita diseberang sana yang terdengar asing untuk Davin menjawab panggilannya. Suara yang bukan diharapkannya. Dibalik suara itu terdengar kebisingan yang dikenalinya setiap kali dia menghubungi Andrea hari minggu atau jumat.

"Siapa ini?" tanya Davin dengan bingung bercampur cemas.

"Ini laki Andrea kan?" tanya suara itu lagi, "Gue Thania temennya Andrea. Doi kobam nih, lo bisa jemput dia ga?"

"Ha? Kobam? Maksudnya?" Davin tidak memahami arti kalimat wanita itu.

"Mabok! Mabok! Masa nggak ngerti sih?" nada bicara Thania terdengar tidak sabaran. "Lo bisa jemput dia nggak?"

"Bisa! Bisa! Dimana?" kata Davin panik setelah paham dengan maksudnya.

"Code, Kemang.  Lo kemari secepatnya ya!" katanya terburu-buru.

Davin yang sudah berada di rumahnya, buru-buru mengambil kunci mobil dan dompetnya tanpa banyak berpikir.

Tidak sampai tiga puluh menit Davin tiba di tempat yang diketahuinya melalui google maps itu. Bahkan saat dia baru tiba di depan pintu masuk, suara musik yang memekakan telinga terdengar sampai tempatnya berdiri. Davin harus memicingkan matanya dan menerobos kesesakan ruangan yang tidak membuat penghuni lainnya keberatan itu untuk mencari Andrea. Tidak beberapa lama Davin menemukan wanita yang dicarinya, tertunduk, berjongkok dan tersandar di salah satu dinding tidak berdaya. Dilihatnya di sisi Andrea, seorang wanita yang tidak kalah sintal dari Andrea berdiri, menunggu dengan wajah lelah dan kesal.

Davin langsung mendekati Andrea dan menyamakan tingginya dengan wanita itu dengan berlutut. Davin menarik rambut Andrea yang berantakan dengan lembut dan merapikannya sambil membiarkan tangannya menjadi tumpuan kepala lunglai wanita itu. "Drea? Drea? Kamu nggak apa-apa?"

"Lama banget sih!" celoteh Thania setelah menyadari lelaki di samping Andrea itu Davin yang dimaksudnya, "Lo tau nggak sih berapa banyak bangke yang mampir buat ngajak dia pulang dan harus gue usir satu-satu?"

"Dia kenapa?" Tanya Davin cemas tanpa mengindahkan keluhan barusan.

"Tau tuh! Nggak biasa-biasanya doi ilang cepet begini. Stress gue urusin dia." Jelasnya, "Pokoknya gue udah kasih si Monyet ke lo ya, jadi jaga baik-baik nih bocah. Gue ada janji lain dan gue udah telat gara-gara dia." Thania melihat jam tangan di pergelangannya.

"Oke, makasih ya," ucap Davin tulus atas kesediaannya membiarkan rencananya mundur untuk tidak membiarkan Andrea sendirian di tempat mengerikan seperti itu.

Dan setelah Thania meninggalkan dirinya dengan Andrea, dia kembali mengajak bicara Andrea yang masih menutup matanya, "Drea, pulang yuk! Bisa jalan?"

Andrea mengangguk sambil meracau tidak jelas.

Davin mengangkat lengan dan merangkul pinggangnya untuk membantunya berdiri, namun tidak sampai sedetik Andrea kembali terjatuh. Davin memutuskan untuk membopong wanita itu untuk membawanya keluar dari sana dan pulang ke apartmentnya.

Andrea benar-benar tidak sadarkan diri selama Davin membawanya pulang. Dia hanya mau meringkuk di kursi penumpang di sisi Davin memeluk kedua kakinya sendiri. Kepalanya diangkat ke atas sambil mengerutkan keningnya dan bibirnya terus meracau yang tidak bisa terdengar jelas oleh Davin.

Davin sukses membawa Andrea masuk ke dalam apartemennya dengan susah payah karena Andrea tetap berusaha berjalan sendiri walau beberapa kali dia terjatuh akibat kakinya sendiri. Setiap kali Davin berusaha menggendongnya, Andrea selalu meronta dan memaksa turun.

Davin membaringkan wanita itu di sofanya kemudian melepaskan pointy toe pump Prada-nya yang berwarna beige yang masih melekat di kakinya.

"..vin..sek.." racau Andrea dalam gelap pandangannya.

"Kenapa Dre?" Davin tidak dapat mendengar racauan Andrea dengan jelas.

"Davin brengsek! Bajingan!" makinya dalam ketidaknyamanan igauannya, "lo lebih brengsek dari semua laki-laki itu. Lo kira gue pelacur yang bisa lo tolak kayak gitu.. jahat lo Davin.. gue udah nggak tau dimana harga diri gue.. brengsek.."

Davin mendengarkan racauan itu dalam diam.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top