-Tiga puluh sembilan-
"Lo mau ke mana?" Tanya Aaron, ketika aku sedang bersiap-siap.
"Ada kerjaan gue."
"Kerjaan apa? Gue anter yak!"
Aku bingung sendiri, aku seneng Aaron nginep di sini, tapi... jadi susah juga ini aku kalau mau keluar.
"Gak usah, lo di sini ya, jaga rumah, bentar lagi paling Gina pulang sekolah."
"Ihhh, lo gak mau gue anter La?" Ujar Aaron dengan tampang sedih.
"Nanti aja ya, malem ini kita seru-seruan bareng deh, tapi kalo sekarang gue gak bisa."
"Yaudah oke, oke! Hati-hati yaaa!?" Aaron meraih tangan kananku dan mengecupnya.
"Apaan sih lo!" Aku menarik tanganku, lalu mengambil kunci mobil dan berjalan ke luar.
Tuhan, aku tegang banget ini.
Hari ini Febri memintaku datang ke kantornya pukul 4 sore karena siang tadi dia ada rapat dadakan, dan sekarang, pukul setengah 2 siang, aku keluar rumah. Harus cari perlengkapan dulu.
Seragam, tas sekolah, buku-buku dan alat tulis lainnya. Juga sepatu tentunya, soalnya ini aku pakai sendal. Kan kocak kalau anak SMA pake sendal.
Aku menuju ke salah satu toko seragam yang menjual semua kebutuhan sekolah, ini toko langgananku dulu sama Bunda. Tiap tahun ajaran baru, pasti Bunda ajak aku ke sini, beli seragam sekalian buat Bang Jati dan Gina.
Gosh! Aku jadi kangen Bunda.
"Nyari apa Mbak?" Tanya seorang pelayan.
"Seragam SMA, atas-bawah yaa!"
"Nomor berapa?"
"Emmm, kira-kira kalau buat saya nomor berapa ya?" Aku balik bertanya.
"Sebentar saya cariin dulu."
Pelayan tadi mengambil sepasang seragam dari timpukan baju yang ada, memberikannya padaku.
"Cobain aja Mbak." Titahnya, sambil membantu melepaskan kancing kemeja seragam tersebut.
Memakai dobel dengan baju yang kupakai, seragamnya agak ketat, tapi pas sih, soalnya kan itungannya double ini.
"Cukup Mbak? Apa mau naik satu nomor?"
"Cukup, ini aja."
"Oke, ini rok-nya."
"Mbak, kalau kepanjangan bisa dipotong gak?"
"Bisa mbak, itu di ujung ada tukang permak-nya langsung."
"Oke!"
Setelah mendapatkan rok abu yang lingkar pinggangnya pas. Aku membawa baju dan rok tersebut ke bagian pojokan, minta bajunya agak dikecilin dikit, dan rok-nya dipotong sekitar 10 sentimeter.
Hanya menunggu sekitar 30 menit, seragam yang kuinginkan selesai. Aku langsung membayar ke kasir, lengkap dengan tas, buku, sepatu, bahkan kaus kaki. Kumasukan itu semua dalam satu tas jinjing.
Sudah pukul setengah 4 sore, aku langsung menyetir ke arah kantornya Febri. Harusnya nih, kantornya bentar lagi bubaran kan? Jadi ya, bisa dibilang kosong lah itu kantor.
Aku langsung naik ke lantai 7, tempat ruangan Febri berada, dan aku di sambut oleh Mas Rinto.
"Langsung masuk aja Mbak, Bapak udah nunggu dari tadi."
"Makasi Mas,"
"Oh iya, kalau butuh sesuatu ditelefon aja ya, soalnya saya dan yang lain ada rapat rencana gathering di lantai 2, saya gak pulang kok sebelum Pak Febri pulang,"
"Siap Mas!"
"Baik Mbak, saya tinggal ya!"
"Oke!"
Ketika Mas Rinto masuk ke dalam lift dan sudah tak terlihat lagi, barulah aku membuka pintu ruangan Febri, ia terlihat yang sedang sibuk menelepon memberikan isyarat tunggu dengan tangannya.
Aku duduk di sofa yang ada, lalu kudengar Febri mengakhiri panggilannya.
"On time banget sih!" Serunya.
"Ya kan... menunggu itu menyebalkan." Kataku, membuat Febri tertawa.
"Itu bawa apa?" Tanyanya menunjuk tas jinjingku.
"Seragam!"
"Ohhh, kamu bawa? Pantesan aku bingung, kamu kok gak pake seragam?"
"Ya masa aku masuk kantor sini pake seragam? Lucu amat."
"Okay, here's the scenario, You'll be the representative of your school to interview me. Artikel yang kamu tulis harus terbit besok, so... you kinda needs me that much, ngerti kan?"
Aku mengangguk.
"Kamu ganti di kamar mandi aja, tapi pas kamu keluar, kamu harus udah jadi anak SMA dan kita gak saling kenal."
"Oke! Sekarang?" Tanyaku.
"Yap!"
Aku tersenyum pasrah, kemudian membawa semua perlengkapanku ke kamar mandi yang ada di ruang kerjanya Febri.
Begitu masuk... asli, ini kamar mandi lebih luas dari yang di rumah nih. Enak banget, anjir!
Kuletakkan barangku di sebelah wastafel, lalu melucuti pakaian yang kupakai saat ini. Melipatnya rapi dan kumasukan ke kantong kertas baru yang sudah kusiapkan.
Setelah itu, aku memakai seragam, dan... goblok! Ini bra nerawang dong? Kenapa aku gak beli kaus dalem? Astaga!
Yaudah lah!
Selesai berpakaian, aku memakai kaus kaki, lanjut sepatunya.
Merapikan rambut, aku laku menghapus make-up tipis dari wajahku. Setelah itu, kulepas juga soft-lensku dan memakai kacamata minus dua yang sangat jarang kugunakan.
Selesai, aku mengeluarkan tas yang sudah terdapat buku di dalamnya. Dah lah, ini aku udah jadi anak SMA banget.
Menarik napas panjang, kulakukan itu berkali-kali sampai aku tenang dan siap.
Kemudian, untuk memulai permainan ini, kuketuk pintu kamar mandi dari dalam, lalu terdengar seruan.
"Yaa, masuk!"
Kubuka pintu kamar mandi, lalu masuk ke ruangan Febri. Yuk, mulai, yuk!
"Maaf ganggu, Pak Febri." Kataku.
"Oh iya gak apa, asisten saya udah bilang kok hari ini kita kedatangan tamu, silahkan duduk..."
"Gamyla, Pak. Nama saya Gamyla."
"Okay, Gamyla, salam kenal."
"Iya Pak, makasi ya, sudah mau meluangkan waktunya buat saya, soalnya... deadline besok, Pak." Kataku.
Kulihat Febri tersenyum, ia mempersilahkan aku duduk, dan ia mengambil posisi di seberangku.
"Oh iya, mau minum?" Tanyanya.
"Gak usah, Pak. Repotin, gak enak saya."
"Soda ya? Ada, kok!"
Febri berdiri dari duduknya, berjalan santai menuju kulkas kecil yang tersedia di ruangan ini, lalu mengeluarkan dua kaleng soda.
Ketika duduk, ia membukakan kaleng tersebut baru mendorongnya ke arahku.
"Silahkan, Gamyla, biar gak terlalu tegang kamunya." Katanya lembut, kuambil kaleng soda itu, lalu menyesapnya sedikit.
"Oke? Pertanyaannya sudah siap?"
"Siap, Pak, sebentar!" Kukeluarkan buku dari tas yang kubawa, syukurlah tadi selama menunggu baju dijait aku sekalian bikin pertanyaan.
"Saya boleh langsung tanya?" Aku meminta izin.
"Ya, silahkan."
"Banyak orang yang gak tahu nama lengkap Pak Febri, orang mengenalnya sebagai Febri Albatros Enterprise, apa Bapak segitu merahasiakan nama lengkap Pak Febri?" Tanyaku yang langsung disambut dengan senyuman.
"Gak kok, nama saya bukan rahasia, partner bisnis saya tahu siapa nama lengkap saya, itu udah jelas yaa. Dan kalau orang luar mau tahu juga, ya boleh, saya Febrian Pradika Khyati." Jelasnya.
Jujur, aku terpesona loh ini sama Febri, gaya ngomongnya dia profesional banget.
"Baik Pak, terima kasih. Pertanyaan selanjutnya.... Albatros Enterprise ini menaungi banyak cabang bisnis-bisnis terkenal di Indonesia, kami boleh tahu mana bisnis yang pertama bapak geluti?"
Lagi, Febri tersenyum, tapi kali ini dia tidak langsung menjawab, ia berdiri dari duduknya, dengan langkah pelan, ia berjalan ke arahku dan duduk di sofa yang sama. Aku langsung duduk menyerong agar kami bisa berhadapan.
"Saya boleh lihat list pertanyaan kamu?" Tanya Febri, suaranya pelan tapi terdengar sangat mengintimidasi.
"Bo... boleh, Pak Febri." Dengan ragu, ku ulurkan buku berisi pertanyaanku. Febri menerimanya, kulihat ia tersenyum membaca itu semua.
Lalu, ia mendekat ke arahku, membuatku mundur sedikit, dan ia terus mendekat sampai aku mentok duduk di ujung sofa.
"Pak Febri mau ngapain, deket-deket gini?"
"Mau jawab semua pertanyaan kamu."
"Ta-tapi kan bi-bisa kaya tadi, du-duduk di sana." Ini aku gak akting ya, seriusan aku tegang, ya ampun, kenapa momen kaya gini harus ada lagi sih di hidupku?
"Kalau duduk di sana, saya gak fokus, Gamyla."
"Gak fokus kenapa?" Tanyaku dan Febri makin menyondongkan tubuhnya ke arahku, paha kami bahkan sudah menempel sehingga sudah tidak ada ruang lagi untuk bergerak.
"Ini!" Katanya seraya tangannya terulur ke payudaraku dan meremasnya.
"Aww, Pak, apaan sih ini? Wawancaranya gimana?"
"Itu bisa nanti... saya mau kasih pelajaran dulu buat anak SMA yang bajunya kaya kamu gini."
Gak bisa bergerak, aku mendorong pelan Febri ketika ia membuka satu per satu kancing seragam yang aku gunakan, tapi gak berhasil, dia terlalu kuat dan... aku juga cuma boleh akting menolak kan? Bukan menolak beneran.
"Pak Febri, ini apaan sih Pak?!" Aku masih berakting mendorong Febri ketika ia meremas payudaraku dengan kedua tangannya.
"Udah kamu diem aja, mau artikelnya terbit besok gak?"
"Ma-mau, Pak. Tapi... gak gini."
Aku memejamkan mata ketika Febri mengecup leherku, kurasakan juga kecupan itu berubah menjadi ciuman panas yang membuatku malah memeluknya dan meremas rambutnya.
"Good, enjoy it!"
Bukannya enjoy, aku malah sakit... perih banget itu leherku!
Lalu ciuman Febri turun ke tulang selangka-ku, kemudian lanjut lidahnya menjelajah sekitaran payudaraku yang masih tertutup bra.
Tangan Febri menyusup ke belakang punggungku, melepas kaitan bra yang aku kenakan dan setelah lepas, ia menyibak bra tersebut dan menghisapnya kuat-kuat.
Aku menjerit tentu saja. Bukan karena enak atau apa, tapi... gosh, berasa nyawa tau gak yang disedot.
"Yeah, Gamyla." Katanya disela-sela hisapannya.
"Pak udah pak, saya gak bakal laporin Pak Febri ke sekolah saya, tapi udah ya Pak?" Kataku memohon.
"Nope, aku bahkan belum mulai, sayang." Katanya dengan nada suara yang super lembut.
Febri sedikit berdiri, lalu ia menarikku di lekukan lututku hingga aku jadi berbaring di sofa ini. Kurasakan tangannya masuk ke dalam rok abu-abu yang ku kenakan.
"Pak... apa lagi sih ini?"
"Something you'll gonna like it!" Jawabnya lalu kurasakan ia menarik cd yang kukenakan.
Mendorong rok yang kupakai ke atas sampai sebatas pinggang, Febri memposisikan tubuhnya di tengah-tengah padaku, lalu ia membuka tungkai kakiku dan membenamkan diri di sana.
"Ahhhh, Pak Febri!?" Jeritku ketika lidahnya bermain di sana. Sungguh, ini rasanya beda banget sama waktu pertama. Karena... waktu itu Febri gak begini.
Tanganku refleks terulur untuk menarik rambutnya sementara Febri sendiri tangannya terulur dan meremas payudaraku.
"Oh gosh, Pak Febri!?" Aku menggeliat sebisaku, aku bahkan menutup kedua tungkai kakiku dan itu malah membuatnya terjepit di sana dan melakukan hal yang lebih gila lagi.
"Ughhh, Pak, shit!" Aku terus memaki tak karuan karena rangsangannya itu gak cuma bikin aku horny, tapi juga gak nyaman dengan ini semua.
Febri menarik diri, ketika aku merasa lega sesaat, aku dibuat panik kembali saat ia membuka sabuk yang melingkar di pinggangnya, lalu celana yang ia kenakan diturunkan sampai sebatas paha.
Aku melihat bagaimana milik Febri sudah tegang dengan sempurna.
"Sini kamu!"
"Ma-mau apa Pak?" Febri menarik tanganku, mengarahkannya ke miliknya.
Aku menelan ludah ketika ia menggosok-gosokan tanganku di sana.
"Good, kaya gitu terus yaa!" Katanya, tangannya kini sudah tidak memegang tanganku, jadi aku sendirilah yang mengelus pelan miliknya dan lanjut kugenggam dan mempercepat gerakan ini.
"Ohh God, that's so good, Gamyla!"
Hanya sesaat aku bermain dengan miliknya, Febri kembali mendorongku untuk merebah, dan kali ini, ia mengatur posisinya di atasku.
Aku memejamkan mata, takut akan apa yang sebentar lagi terjadi, dan kurasakan Febri mencium bibirku, ia bahkan sedikit menggigitnya.
Di bawah sana, kurasakan milik Febri mencoba masuk dan lagi... sakit yang pernah kurasakan itu terasa kembali.
Aku hanya mampu meringis ketika Febri menggerakan pinggulnya, membuat kepunyaannya itu masuk lebih dalam lagi.
"Ohh shit, it's so fvcking good!" Katanya sambil terus bergerak.
Aku meremas lengan Febri yang menumpu tubuhnya di kanan dan kiri wajahku, sesekali bersuara sebagai respon.
"Ugh, Pak Febri!"
Febri melepaskan diri, ia lalu memutar tubuhku hingga posisiku seperti merangkak di atas sofa ini. Lalu, ia kembali memasukan miliknya, menarik rambutku sebelum mulai bergerak.
"Ohhhh, ohhh, ohhh, ohh!" Desahnya seiringan dengan ritme gerakan pinggulnya.
Kini, aku juga mulai mendesah, karena tidak ingin menunjukan sakit yang aku rasakan.
"Ughh, iya Pak, shit! Ugh, terus." Kataku seolah menikmati perlakuannya.
Gerakan Febri makin kencang, membuatku tidak bisa mengontrol suara desahan yang keluar dari mulutku. Lalu, Febri menarik diri kembali.
"Duduk di meja!" Titahnya.
Aku turun dari sofa, berjalan ke meja kerjanya lalu duduk di tempat yang tidak tertutup dokumen.
Febri mengangkat kakiku, membuatku mengangkang selebar mungkin dan tanpa aba-aba, ia memasukan miliknya lagi.
Tanganku terulur memeluknya, takut terjatuh karena aku hanya duduk di pinggir meja.
"Ohh gosh!" Desisku ketika Febri bergerak lebih cepat dari sebelumnya, ia bahkan menghentakan miliknya membuatku merasakan sakit yang lebih parah dari sebelumnya.
Ketika miliknya bergerak makin cepat, aku sedikit mendorongnya. Gosh, aku gak mau minum postinor lagi.
"Pak, Pak, jangan di dalem Pak, aku... aku masih SMA, gak mau hamil." Kataku, kulihat Febri tersenyum dan ia mengangguk.
Febri terus bergerak, dan dengan cepat ia mengeluarkan miliknya lalu mengarahkan miliknya ke perutku dan spermanya pun tumpah di situ seiring dengan desahan lega keluar dari mulutnya.
"Ahhh, shit!" Desahnya lalu ia mundur, memakai kembali celananya yang hanya turun sepaha itu.
"Thank you Gamyla, asisten saya nanti yang kerjain artikel kamu oke?"
"O-oke, Pak!"
"Kamu boleh bersihin diri di kamar mandi, di situ." Ia menunjuk pintu kamar mandi.
"Makasi Pak," Kataku mengangguk kecil, sebelum ke kamar mandi, aku mengambil tas dan buku tulis ku yang ada di meja, lalu berlari ke kamar mandi.
Di kamar mandi, nafasku langsung ngos-ngosan, gosh!
Kulihat perlengkapan di kamar mandi ini, sepertinya memungkinkan kalau aku mandi di sini.
Jadi, kulepas seragam SMA yang sudah gak karuan ini dari badanku, lalu menyalakan keran shower yang langsung menyiram tubuhku dari atas sampai bawah.
Kubersihkan diriku sebersih mungkin. Setelah itu, aku mengeringkan badan dengan sapu tangan kecil dan tissu toilet. Gak ada handuk soalnya.
Memakai kembali pakaianku, kurapikan semua atribut SMA masuk ke dalam tas jinjing. Melepas kacamata dan kembali memakai softlens.
Setelah semua selesai, aku keluar dari kamar mandi, terkejut ketika melihat Febri gak sendiri.
Aduh?
Itu dia sama siapa?
*******
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Ps: tadinya mau dilanjutin, tapi udah 2100+ words jadi lanjut next chapter aja yaaw~
****
Iklan yhaa
Yuk pada mampir ke akunku di
Dreame // Innovel
Sudah ada 10 cerita lengkap yang ku pindah ke sana.
Buat yang penasaran baca, atau mau baca ulang, cus yaak
Semuanya bisa dibaca secara gratis dan bebas iklan~
Jangan lupa tinggalin love yaa dan follow akunnya, karena sepertinya ceritaku yang kumplit kalau gak dipindah ke sana, ya masuk Google Play Book~
Tapi tenang, yang on going di sini, pasti akan ku selesaikan walaupun lama.
Okay?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top