-Tiga-

Aku baru tahu, kalau si anak songong bernama Antony tuh ternyata departemen kedokteran hewan, aku tahu dari Olive karena mereka sejurusan.

"Katanya sih dia anak salah satu Dekan sini, tapi gak tahu fakultas apa."

"Ohh, apa jangan-jangan dia masuk karena jatah anak Dekan?" Tanya Jingga.

"Engga, emang anaknya pinter banget," Ujar Olive.

"Tapi begitu banget ya?" Sahutku.

"Tahu deh, emang anaknya rada bandel, banyak yang bilang juga kalau dia gak asrama."

"Lha? Kan asrama wajib kan buat maba? Setahun!" Seruku dan Irene.

"Tau deh, ya anak kaya dia pasti dapet pengecualian kali ya? Alesannya sih katanya rumahnya deket." Jelas Olive.

"Lha, gue juga deket rumahnya! Masih di kota yang sama," Protes Irene.

"Udah lah, siang ini ganti topik, sebel gue!" Ujar Jingga, membuat aku dan Olive mengangguk, juga Irene.

"Eh iya, kita matrikulasi gini sampe anak-anak mahasiswa yang jalur lain masuk kan? Baru ospek?" Tanya Jingga.

"Iya, gabut ye? Asrama pula, gak bisa kemana-mana,"

"Ih kan ada sepeda, sewa aja yuk? Kita jalan-jalan, muterin kampus kalau sabtu, gimana?" Usul Olive.

"Boleh tuh," Aku setuju dengan usul Olive.

"Eh kita yang dapet sekelas cuma Fisika doang ya?" Tanya Irene.

"Aku sama Ila bareng kok di Biologi," Jawab Olive.

"Live, gue udah bilang, ngomongnya gak usah aku-aku, kaku banget lu!" Sahut Irene.

"Yaudah, gue sama Ila sekelas di Biologi," Ralat Olive.

"Nah, gitu, enak dengernya!" Kami semua nyengir.

Setelah itu, topik makan siang beralih ke beberapa senior yang berlalu-lalang di sekitaran gedung, mungkin mengurus administrasi perkuliahan, mungkin juga mengurus sesuatu untuk ospek kami, terlihat dari baju dinas PDH (Pakaian Dinas Harian) yang dikenakan mereka.

Gosh, aku deg-degan nunggu ospek nanti. Bakal kaya apa ya?

*******

Aku baru sadar, ternyata aku sekelas juga sama Antony di matakuliah Matematika Dasar, ampun dah, kenapa harus sama dia lagi coba?

Dan, kali ini dia berhasil lolos, dia bisa mengerjakan 30 soal yang diberikan Pak Tirta tanpa contekan rumus. Gilak, emang pinter banget kayanya si Antony ini.

"Nyemil sempoa kali ya dia pas kecil?" Bisik Jingga yang ada di sampingku.

"Kayaknya, cepet banget itungannya,"

"Cowok jago matematika gitu, kalo ke cewek perhitungan gak ya?"

"Hahhaha, mana gue tau Ngga," Eh iya, Jingga minta dipanggil Ingga, karena dia males kalau dipanggil Jing, hahahaha, ngerti lah ya?

Kelas akhirnya berakhir, harus bilang makasi juga ke Antony karena berkat dia, Pak Tirta gak harus banyak jelasin, kita cuma perlu nyontek semua yang sudah Antony kerjakan di papan tulis.

"Heh!" Aku dan Jingga mendongkak ketika mendengar seruan itu. Antony berdiri di depan kami.

"Kenapa?" Tanya Jingga.

"Bukan ke lo, tapi ke temen lo ini!"

"Kenapa gue?" Tanyaku.

"Lo bikin gue gagal lolos di Fisika! Lo tau gak sih gue benci banget sama Fisika?"

"Engga, gue gak tahu!"

"Sombong lu ya!"

"Ya lagian emang lo salah kok! Yaudah sih,"

"Dasar tukang begal langkah orang!"

"Hah?!" Seruku heran tapi si Antony kampret itu sudah berbalik ke luar.

"Sableng kali ya tu anak!" Ujar Jingga sepeninggalnya Antony.

"Iya kali ya,"

Kuliah hari ini selesai, aku dan Jingga berjalan dari Departemen Matematika ke Asrama Putri, dan itu jaraknya lumayan. Aku jadi pengin minta Ayah beliin sepeda, tapi... gak asik juga kalau aku naik sepeda tapi temen sekamarku jalan kaki.

Ada sih sewa sepeda, tapi kadang kondisi sepedanya kurang bagus dan gampang banget bannya kempes.

Kalau jalan kaki? Mayan jauh, naik ojek? Sayang uang. Serba salah deh, bingung.

"Kalo lo punya pacar La?" Tanya Jingga memecah keheningan sesaat di antara kami.

"Eh? Belum Ngga, belum ada pacar, lo gimana?" Aku balik bertanya,

"Ada, tapi LDR gini, bikin jadi saling gak ngabarin."

"Ya kabarin aja sebisanya Ngga, pagi pas mau kuliah atau malem pas udah selesai belajar." Kataku.

"Ah dia juga gak ngabarin kok,"

"Kalau dia gak ngabarin, ya kamu jangan! Malah tambah gak beres nanti,"

"Iya sih bener, yaudah nanti malem deh aku kabarin dia."

Aku mengangguk.

Kami akhirnya sampai di kamar, sudah ada Olive yang selalu membaca buku.

"Gak bosen Live, baca terus?" Ledekku.

"Ihhh stress aku, temen-temen yang lain pada pinter-pinter banget, aku minder tahu,"

"Jangan dipikirin, itu keliatan pinter pasti cuma karena masih semester baru, masih sedikit bahas pelajaran SMA, nanti juga sama deh, pasti!" Ujar Jingga.

"Hemm, iya kali ya?"

Aku dan Jingga mengangguk.

Aku duduk di kasurku dan Jingga naik ke kasur di atasku, ia langsung rebahan, mungkin lelah karena hari ini perkuliahan lumayan padat.

"Hay girls!" Pintu kamar terbuka, Irene masuk.

"Kenapa lu Ren?" Seru Jingga tanpa bangkit.

"Sabtu jalan-jalan yuk?"

"Eh? Jalan-jalan?" Tanyaku.

"Iya, entar cowok gue jemput, kita jalan-jalan yak? Gue kan pengin ajakin kalian dong buat kenal kota ini lebih jauh lagi,"

"Astaga Ren bahasamu!"

"Gak ada mu-mu-an!" Irene mengoreksi ucapan Olive.

"Udah ah Ren, kalo Olive nyamannya ngomong gitu gak usah diralat terus,"

"Tapi aneh tau di kuping gue,"

"Nanti kamu juga terbiasa," Ujar Olive dengan nada meledek, membuat Irene tertawa.

"Hahaha bisa yaaa... kalian sabtu semua siap-siap ya?"

Kami langsung mengangguk, Irene tersenyum senang, lalu naik ke kasurnya yang berada di atas, di seberang kasurku.

Ponselku berdering, memecah suara musik yang diputar oleh Jingga, ada panggilan, dari Aaron.

"Hay?" Aku mengangkat panggilan tersebut.

"Gue deket sama cewek!"

"Lha? Gak jadi sama Miranda?"

"Jauh ahh, gue kan pengin ada yang dipeluk!"

"Hadeeh, elu ya Ron!"

"Gue bingung nih La!"

"Bingung apa?"

"Tembak jangan ya ni cewek?"

"Udah deket berapa lama emang?" Tanyaku.

"Emm, semingguan lah,"

"Anjir, kabur tuh cewek!"

"Ya lo kan tahu, gue anaknya gercep!"

"Ya gak buat urusan begitu juga lah Ron,"

"Huh, soalnya ada anak laen yang naksir cewek ini, La!"

"Tau dari mana lo?"

"Ni cewek hitz gitu anjir, cakep parah lah, dari Brazil hahaha edan lah, mampu mengalihkan pandangan semua cowok. Semua yang ikut kelas bahasa kenal sama dia."

"Ya deket aja dulu, dia juga dideketin sama cowok lain ya biarin, biar dia seleksi,"

"Cewek gitu banget sih, pake seleksi segala, emang gue lagi ikut audisi apa?"

"Tau ah Ron,"

"Lo kuliah gimana? Bukannya perkuliahan September? Nape lo asrama duluan? Pulang sama, temenin mak gue!"

"Kuliah ya anjir, gue matrikulasi inih,"

"Ada cowok gak?"

"Ya ada!"

"Punya cowok lo?"

"Ya kaga!"

"Tadi katanya ada, gimana sih?"

"Ya lo nanya ada apa engga, gue jawab ada, ini kan bukan Universitas khusus cewek,"

"Salah mulu ya gue?"

"Lo daripada telepon gue, mending telepon Mama Hilda sana," Ucapku.

"Gampang lah itu, lo gak kangen emang sama gue?"

"Dikit!"

"Banyak juga gak apa," Aaron mulai kepedean nih.

"Gak usah maruk, dikit aja udah."

"Dikit-dikit lama-lama jadi bukit ya?"

"Salah!"

"Lha terus jadi apa?"

"Ya jadi banyak,"

"Receh lo anjir!"

"Udah ya Ron? Gue mau mandi,"

"Heu, yaudah bye La! Kalo bisa pulang tengokin emak gue ya?"

"Siap Ron, bye!"

Panggilan telepon terputus, dan 2 pasang mata langsung melirik ke arahku. Jingga dan Irene.

"Cowok lo?" Tanya Jingga.

"Sahabat," Jawabku tenang.

"Mana ada cewek-cewek sahabatan!" Sahut Irene dan diiyakan oleh Jingga.

"Seriusan, Ibunya sahabat Ibu gue, jadi kita tumbuh bersama gitu. Dia juga deket sama Abang gue, cuma paling deket sama gue karena seumuran." Jelasku.

"Hemmm, I smell something fishy~"

"Apaan?" Tanyaku pada Irene.

"Antara lo, atau dia, pasti ada rasa, pasti!"

"Sotoy!" Elakku.

"Yaudin, liat aja nanti, heheheh, gue siap kok denger curhatan model gini, jatuh cinta sama sahabat sendiri, mainstream, tapi selalu seru untuk disimak."

"Gaya lu Ren!" Sahut Olive tiba-tiba, bikin kita semua menoleh dan ngakak.

Iya, ngakak, karena kaya gak pantes aja Olive ngomong elu-gue tuh, ahahahah.

******

TBC

Thanks for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxo

Ps: gak pake cast yaaa
Tapi bisa jadi nanti pakek kalo w nemu yang sesuai, ehehehehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top