-Sepuluh-
Aku, Irene dan juga Olive pergi, menitipkan kamar kami pada Jingga.
Ke anak-anak lain? Kami pamitnya mau anterin Olive berobat ke rumah sakit, padahal sih kami menuju kostan temannya Irene yang ada di daerah Budi Agung, Bogor.
Kostan ini sudah diatur. Kamar kost kosong, kunci ada di bawah keset, dan obat untuk Olive? Ada di laci meja nomor dua.
Begitu aku, Irene dan Olive masuk, Irene memeriksa semua perlengkapan.
"Yaudah, siapa nih yang mau beli makan?" Tanya Irene. Gak penting sih sebenernya itu, karena pasti aku yang jalan. Olive gak mungkin karena dia lagi hamil, terus Irene? Dia keliatan yang paling care, jadi yaudah.
"Kalian mau makan apa?" Tanyaku sambil mengingat-ingat, sepanjang perjalanan tadi ada jualan makan apa aja.
"Apa aja La, tapi beli makanannya yang banyak ya? Biar ada camilan, terus makanan beratnya kali dua porsi, biar malem gak usah keluar lagi. Beli camilan berat kayak donat, apa gitu yang ngenyangin juga."
"Ohh yaudah Ren, gue ke mall yang tadi kita lewatin aja ya?"
"Nah iya, gitu aja."
Aku menganggukkan kepala, kemudian berdiri, bersiap membeli makanan.
"La?!" Panggil Irene ketika aku hendak melangkah keluar.
"Apa?"
"Ke apotek, beli obat penambah darah.'
"Oh, okay!"
Sambil berjalan, aku memesan ojek online, biar aku nanti dijemput di depan gang. Jadi aku gak harus jalan karena jaraknya lumayan jauh.
Belanja semuanya sekitar 30 menit, aku kembali dengan semua barang yang sudah ku beli.
Begitu masuk kost, terlihat Olive sedang tidur. Wajahnya Olive nih sejak kami tahu dia hamil jadi kaya sedih gitu, pucet yang gak pucet-pucet banget. Gitu lah.
"Nih, makan ayok Ren!"
"Yok, Olive nanti kita bangunin aja, kasian dia baru tidur."
Aku mengangguk.
Jadi, rencananya nih sore ini Olive akan meminum pil yang sudah disiapkan temannya Irene. Katanya sih kerja obatnya tuh sekitar 3-5 jam. Jadi ada kemungkinan tengah malem proses aborsi itu akan terjadi. Lalu, pagi besok kita biarkan Olive istirahat biar siangnya, kita udah bisa balik ke kostan.
Asli sih, aku yakin 24 jam ke depan akan jadi 24 jam termenegangkan bagiku, karena sebelumnya, hidupku kan lurus-lurus aja.
*****
Aku, Olive dan Irene banyak bercerita selama kami menghabiskan waktu di kostan kecil ini. Kuceritakan juga soal Rizal dan apa yang ia lakukan padaku, dan itu membuat Irene marah.
"Jangan mau, kalo lo gak mau lo harus tegas nolak La, consent itu penting, karena kalo lo gak setuju, itu dia masuknya pemerkosaan."
Aku mengangguk.
"Tapi ya, gue baru ngalamin loh yang lemes gitu, kayak yang takut... tapi gak punya tenaga buat lawan."
"Ya emang kan, kaya gitu ada moment di mana kitanya kaya freeze aja. Gak bisa ngapa-ngapain."
"Bagus kamu gitu La, biar gak kaya aku." Ucap Olive.
"Lo gak diperkosa kan Liv?" Tanya Irene langsung.
"Eh? Engga kok, cuma ini akunya bego aja."
"Siapa cowoknya? Anak kampus juga?" Tanyaku.
"Gak usah tahu deh kalian."
Aku dan Irene diam, menghargai keputusan Olive yang gak mau bilang soal cowok yang menghamilinya ini. Tapi ya asli, aku penasaran siapa cowoknya? Kenalkah aku padanya?
Obrolan balik lagi ke Rizal, Irene nanya hubunganku dengan Rizal sekarang gimana.
"Udah gue blokir Ren, sempet dia ngabarin pake nomor temennya, bilang maaf, gitu-gitu lah, terus izin juga kalau dia berangkat ke Maluku. Gak gue bales."
"Iyaa, udah gak usah lo tanggepin lagi laki model gitu."
"Iya Ren, dah lah, gak pacar-pacaran dulu." Kataku.
"Yee, jangan jadi trauma juga lo. Pelajaran aja gitu, kalo baru deket ya jangan langsung jadian, pdkt lama aja gak apa, kalo emang sreg baru deh. Ini kan lo tadi bilang lo kurang sreg sama dia dari awal."
Aku mengangguk-angguk.
Lalu, alarm milik Irene berbunyi, sudah waktunya Olive meminum obat yang disiapkan.
Setelah itu kami meminta Olive merebahkan diri, tiduran biar nyaman.
"Oh iya, lo gak beli pembalut ya La?" Seru Irene.
"Eh? Kan lo gak suruh." Kataku.
"Yaudah deh, gue keluar bentar cari pembalut, lo jagain Olive ya?"
"Siap Ren!"
Lalu Irene keluar, kemudian aku pindah posisi, jadi ke deket Olive, jagain dia.
"Belum bereaksi kan Liv?" Tanyaku.
"Belum La, tapi ini perutku udah grebeg-grebeg kerasanya."
"Yaudah, kalau sakit tahan ya? Tapi aku gak tau sih sakitnya bakal seapa." Kataku. Nah aku nih kalo ngobrol sama Olive auto jadi aku-kamu, karena dia juga gitu.
Olive mengangguk, kugenggam tangannya, menguatkannya.
"Makasi ya La, kamu udah mau ada di sini. Temenin aku. Irene juga, dia baik banget sama aku, padahal dulu awal-awal, aku udah mau laporin dia karena dia gak pulang ke asrama."
"Nah aku bilang juga apa? Kita tuh harus baik sama semua orang, karena kita gak tahu kapan kita butuh pertolongan dia. Kamu dulu sebel sama Irene... liat sekarang, Irene yang paling niat bantuin kamu."
"Iya, aku ngerasa berdosa banget sama Irene, pengin minta maaf sebesar-besarnya sama dia."
"Gak usah lebay gitu juga sih Liv, cuma sedikit diubah aja, dulu kan kamu agak sensi ke Irene." Kataku.
"Emang keliatan ya?"
Aku mengangguk pelan.
Tiba-tiba, tangan Olive yang kugenggam meremas erat tanganku, bikin aku kaget.
"Kenapa Liv? Sakit?"
"Sakit La, sakit bangeeeeet!" Olive terlihat menahan sakit dan menahan untuk tidak menjerit. Imbasnya? Tanganku diremas kuat sekali olehnya.
Ketika sedang heboh begitu, Irene datang dengan sebungkus plastik, yang kuyakini berisi pembalut.
"Eh kenapa? Udah bereaksi?" Tanyanya khawatir.
Olive mengangguk.
Irene langsung mengambil posisi di sebelah kiri Olive, langsung memegang tangan Olive yang lain.
"Tahan ya Liv, ini sakit begini sampai janinnya lepas. Kamu kuat yaa!" Ucap Irene pelan, dan remasan di tanganku makin kencang, membuatku ikut meringis bersama Olive.
"Minum La, ambilin minum, kasih minum!" Seru Irene.
Kuambil botol air mineral dengan tangan yang tidak diremas Olive, lalu memberikan padanya.
"Ayok Liv, minum dulu."
Olive menyesap air dengan sedotan, lalu kembali meringis menahan sakitnya.
Menit-menit berlalu, Olive sudah mandi keringat dan aku tanganku yang diremas Olive pun sudah kebas.
Ketika darah merembes ke sprei, Irene mengintruksi agar membantu Olive berdiri, pindah ke kamar mandi agar kostan ini tidak banjir darah.
"La, biar gue aja yang bantuin Olive, ini kamar mandi sempit. Lo beli minuman pengganti ion tubuh ya?" Titah Irene, aku langsung mengangguk. Sedikit bersyukur juga karena aku kayaknya gak tahan liat orang kayak gini.
Jadi aku bergegas keluar, tak lupa juga mengambil dompet dan menutup pintu, berjalan mecari warung terdekat. Tapi karena takut nyasar di kampung orang, jadi aku memilih ke jalan besar, nyari minimarket yang ada aja.
Membeli langsung 3 botol besar plus roti karena aku lapar, baru lah aku kembali ke kostan, berjalan pelan-pelan menjinjing minuman ini.
"Heh?!" Aku tersentak saat mendengar seruan itu. Ketika aku menoleh, aku melihat Antony, ada di teras salah satu kostan yang berjejer dengen kostan temennya Irene.
Heran deh, dia nih kok ada di mana-mana? Atau emang Bogor sesempit itu?
"Ngapain lo?" Ia menghampiriku,
"Situ, ke kostan temennya Irene, lo ngapain?" Aku balik bertanya.
"Itu kostan temen gue, lagi tanding FIFA kita, lo lagi apa?"
"Movie marathon, kangen nonton." Jawabku.
"Berani juga lu bolos asrama." Ledeknya.
"Kali-kali, abis gak boleh pulang."
Kulihat Antony mengangguk-angguk. Lalu melihat ke tas jinjinganku.
"Sehat banget minuman lo sama temen-temen lo." Komennya.
"Emang minuman lo sama temen-temen lo apa?"
"Rahasia, lo mau gue bantuin? Kayaknya berat tuh,"
"Emmm, lo pasti mengincar salah satu camilan yang ada di dalam tas ini kan?" Tuduhku, biar dia gak bawain, takut soalnya, kalau dia deket-deket pintu kamar, nanti denger Olive jerit-jerit lagi.
"Amit-amit lo yaa! Awas lu minta tolong lagi, gue mau sok jual mahal nanti, bye!" Seru Antony, ia kembali berjalan menuju salah satu pintu lalu menghilang di baliknya.
Aku sedikit tersenyum melihat tingkahnya itu, tapi bersyukur, dia gak curiga. Karena kehamilan Olive ini adalah rahasia kami saja, teman sekamarnya.
*********
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
****
Aku iklan boleh dong yaa?
Yang mau baca 4 cerita di atas secara kumplit plus ekstra part cus melipir ke play/apps store
Ceritanya gak akan pernah kumplit lagi ya di wattpad. Hanya tersedia di google play book
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top