-Lima puluh satu-
Ketika aku membuka mata, ruangan ini gelap, hanya ada sedikit cahaya dari ruangan lain. Dan, ketika memfokuskan pengelihatan, ternyata ada Antony di depanku, ia terjaga.
"Kamu mau pipis?" Tanyanya, aku mengangguk.
"Yuk, aku anter."
"He? Kenapa?"
"Kamu lemes, sayang."
Mendengar itu, ya.. aku merasa tubuhku lemas sekali, jadi kubiarkan Antony membantu menuntunku ke kamar mandi. Ia membalik badan ketika aku sudah duduk di toilet, dan setelah selesai, ia kembali membantuku berjalan, berbaring lagi di kasur.
"La, aku tahu kamu capek, harus kamu rasain La, jangan pura-pura kuat." Katanya pelan.
Jujur, denger kaya gitu yaa, gimana ya? Badanku bener-bener ngerasain capek banget, lemes tak bertulang rasa-rasanya.
"Aku mau tidur." Kataku akhirnya.
"Iya, tidur yaa, istirahat yang cukup sayang, kamu udah terlalu lama nguatin diri kaya gini." Katanya sembari mengelus pipiku.
Aku diam, memilih memejamkan mata, dan tak butuh waktu lama, aku terlelap.
Di dalam tidurku, aku bermimpi berada di teras rumah lamaku, ketika aku menoleh ke samping, ada Ayah yang tersenyum kepadaku.
"Teh, kak?" Tawar Ayah, aku mengangguk lalu meminum teh milik Ayah yang gelas besarnya itu.
Tubuhku langsung hangat dan tenang ketika air teh tersebut mengalir dari tenggorokan dan bersarang di lambung ku.
"Makasih ya Kak,"
"Makasih apa Yah?"
"Kamu gantiin peran Ayah dan Bunda buat Gina, Ayah tahu itu berat, dan kamu berhasil dengan sangat baik. Meskipun Ayah sedih,"
"Sedih? Ayah sedih kenapa?"
"Iya Kak, kamu ngorbanin diri kamu sendiri, Ayah ngerasa gagal, Ayah gak ada buat kamu sama Gina, sampe akhirnya kamu kaya gini."
"Gini gimana Yah? Ila baik-baik aja."
"No, you're not, Kak. Ayah tahu kamu kewalahan dan kamu mencoba menguatkan diri. Menahan semuanya sendiri. Itu gak baik,"
Aku diam.
"Gamyla itu anak Ayah yang paling baik, gak pernah macem-macem, selalu tahu harus melakukan apa buat keluarganya. Tapi sayang, coba ambil waktu sebentar, buat rasain semua kesakitan yang ada, pura-pura kuat gak bikin kamu kebal, sayang."
"Maksud Ayah gimana?"
"Rasa sakit yang ada, biarkan itu masuk dan nyakitin kamu, nangis sekenceng yang kamu mau, Ayah yakin, setelah itu kamu akan ngerasa lega."
"Ila biasa aja Yah, Ila gak sakit."
"Kamu tega bohongin Ayah juga kak?"
Aku diam, menggeleng. Kulihat Ayah berdiri dari duduknya, menghampiriku lalu aku pun memeluk pinggangnya.
Aku menangis sekencang yang aku bisa, dan terasa tangan lembut Ayah mengusap-usap rambutku.
"Gamyla? Hey? Kamu kenapa?" Aku heran mendengar itu, kok suara Ayah berubah?
Membuka mata, bukan Ayah yang kulihat, tapi Antony.
Ia terlihat panik, dan kurasakan sendiri kalau mataku basah. Jadi aku beneran nangis, tapi... bukan Ayah yang ada di sini.
"Gak apa-apa, La. Kamu boleh nangis sekenceng yang kamu mau, gak apa-apa." Ucap Antony.
Aku mengusap air mataku, tapi sepertinya aku memang ingin menangis sehingga air mataku terus mengalir begitu saja.
Aku tidak menolak ketika Antony mendekat lalu memelukku, membawaku ke dadanya dan menangis di situ, membuat baju yang ia kenakan basah karena air mata.
Kurasakan Antony mengecup puncak kepalaku, tangannya dengan lembut mengelus punggungku, ia juga menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, membuatku mengikuti ritme napasnya, menenangkan diri.
Entah berapa lama kami seperti ini, sampai akhirnya air mataku sudah tidak keluar lagi dan aku merasa lebih baik. Tubuhku tidak selemas tadi dan aku merasa sedikit punya kekuatan.
Ku dorong Antony pelan, melepaskan diri dari pelukannya agar bisa melihat wajahnya, dan kulihat ia tersenyum padaku.
"Maaf ya, maafin semua kesalahan aku La, maaf aku bikin kamu kecewa." Katanya lembut, lalu aku mengangguk sebagai jawaban.
Antony tersenyum kembali, kemudian aku mendekat, kali ini aku lah yang memeluknya. Dan ia langsung membalas pelukanku.
Kuhirup aroma Antony dalam-dalam, dan wanginya ternyata masih sama seperti dulu. Dan, aku bisa memastikan, kalau ia memakai shampo yang sama seperti aku dulu. Gak berubah.
"Aku kangen La, sama kamu. Kangen banget. 8 tahun, kamu bikin aku 8 tahun tenggelam di dalam perasaan bersalah."
"Maaf,"
"Kamu gak salah apa-apa, sayang." Ucapnya.
Mendengar itu, aku melepaskan pelukan ini, menatap mata Antony dalam cahaya yang remang, dan ia terlihat tenang. Sudah tidak panik seperti tadi.
Kupindahkan tanganku ke wajahnya, dan ketika aku mengusap pipinya, ia memejamkan mata dan tersenyum kecil.
Tuhan, kenapa aku baru sadar kalau selama ini aku juga merindukan Antony?
Aku mendekat, menempelkan kening kami dan ikut terpejam seperti dia. Kami berdua sama-sama diam sampai yang terdengar hanyalah hembusan napas yang silih berganti.
Lalu, kurasakan sesuatu yang lembut menempel di bibirku; bibirnya Antony.
Aku tak bergerak ketika bibir Antony melumat bibir bawahku dan lidahnya membasahi bibirku sebelum masuk ke dalam mulutku.
Kurasakan tubuhku seperti dialiri oleh listrik ketika Antony memperdalam ciumannya. Karena listrik tersebut, aku jadi punya tenaga untuk membalas ciumannya dan.... rasanya persis seperti ciuman kami bertahun-tahun lalu, namun bedanya kali ini terasa lebih kuat.
Suara desahan kecil keluar begitu saja ketika Antony menghisap bibir bawahku dan mengigitnya pelan. Lalu, aku membalas hal yang sama, membuatnya juga mendesis kecil.
Aku menarik diri, menatap matanya yang terlihat menghitam, ia tersenyum kecil padaku.
"Kamu kenapa ada di sini?" Tanyaku.
"Gina minta aku cari kamu, dia khawatir, katanya kamu keliatan beda."
Aku diam, ternyata pura-pura tenang depan Gina gak berhasil.
"Dan, aku rasa aku udah gak kuat nunggu sampe kamu yang ngabarin aku. Bukan aku gak hargain permintaan kamu, cuma... takut kamu lupa, kalo ada aku yang nungguin kamu."
Aku kembali mendekatkan diri, mencium Antony lagi dan ia membalas ciumanku.
Kalau Gina khawatir, dan Antony juga khawatir, aku gak akan pernah bisa pergi. Ini bahaya untuk rencanaku. Aku harus bikin Antony percaya aku baik-baik aja, jadi dia gak harus ngawasin aku kaya gini.
Antony memperdalam ciumannya, ia bahkan sudah mendorongku pelan, membuatku yang tadinya berbaring menyamping menjadi terlentang dan sekarang ia sudah berada di atasku.
Kurengkuh wajah Antony dengan kedua tanganku, menahan ciumannya agar ia tidak menarik diri.
Lalu, setelah yakin kalau Antony gak menarik diri, aku mengulurkan tangan ke ujung kaus yang ia kenakan, menariknya lepas ke atas, tapi Antony menahannya.
"La? Kamu beneran mau?" Tanyanya.
Aku mengangguk.
"Beneran?" Iya mengulang pertanyaan tersebut, seperti ingin memastikan.
"Iya, aku mau," Jawabku.
Setelah ucapanku itu, Antony menarik lepas bajunya yang sudah menyangkut di leher itu, lalu ia kembali menciumku.
Tanganku kini memegang rahangnya, hanya beberapa saat sebelum akhirnya turun ke leher kemudian memegang lengannya yang lumayan berotot.
Ciuman Antony turun ke leherku, dan dengan lidahnya ia menyusuri sisi kiri leherku, lalu naik ke bagian telinga, membuatku mendesah karena sentuhannya itu.
"Emmh," Sebuah desahan pelan keluar dari mulutku.
Lalu, aku mencoba mengangkat tubuhku, agar aku bisa melepas kaus yang aku kenakan ini. Sadar apa yang kulakukan, Antony membantuku melepasnya.
Tanganku mengarah ke celana yang dipakai Antony, membuka kancingnya lalu menurunkan resleting sebelum menarik celananya turun.
Antony menarik diri dariku, ia melepaskan celana panjangnya sendiri, jadi aku juga melepas celana yang kukenakan ini.
Kulihat Antony tersenyum, jadi aku juga membalas senyumnya, lalu menariknya mendekat lagi agar bisa mencium bibirnya. Hanya sebentar, Antony kembali turun, kali ini sasarannya bukan leher melainkan dadaku.
Sambil memainkan sebelah payudaraku dengan lidahnya, tangan Antony menyusup ke belakang, membuka kaitan bra yang kukenakan kemudian melepasnya. Setelah itu, tangannya ikut bergabung memainkan kedua payudaraku.
"Emmmh, Ton!" Aku mendesah begitu saja, sementara Antony terus bermain, sampai akhirnya ciumannya turun dan ia menarik lepas kain terakhir yang menempel di tubuhku.
Aku memejamkan mata ketika kurasakan Antony membuka tungkai kakiku kemudian ia menenggelamkan wajahnya di bawah sana.
"Oh God!" Entah apa yang dilakukan Antony, yang pasti aku agak sedikit tersentak karena aliran listrik yang tadi sempat kurasakan kini seperti muncul kembali.
"Emm, Ton, shit!" Desisku tak terkontrol, aku bahkan menjepit kepala Antony dengan kakiku, tapi ia tak berhenti, yang dilakukannya benar-benar membuatku seperti ingin meledak.
Mengatur napas, tapi sepertinya aku gak bisa mengontrol tubuhku sendiri yang diberi rangsangan seperti ini olehnya.
"Stop, stop, stop!" Aku menarik diri, mata Antony yang sudah gelap itu terlihat heran.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Aku mau pipis,"
"Oh please, Gamyla. Percaya sama aku, kamu bukan mau pipis, jangan di tahan, oke?"
"Terus aku pipis di kasur gitu?"
"Iya, udah, oke pokoknya jangan ditahan!"
Antony mendorongku pelan, kemudian ia menciumku, dan aku mendorongnya.
"Bibir kamu rasanya aneh!" Kataku.
"Enak tau, itu rasa kamu La."
Aku mengerutkan alis, jijik sendiri bayanginnya, tapi Antony tersenyum lalu ia kembali lagi ke bawah. Dan sengatan listrik tadi pun muncul lagi.
Sekarang Antony menahan pinggulku dengan tangannya sehingga aku gak bisa menarik diri, aku hanya mencengkram sprei ketika kurasakan tubuhku akan meledak.
Dan benar saja, tak lama setelah itu tubuhku bereaksi di luar kendaliku. Pahaku menjepit Antony lalu kurasakan bagian bawah tubuhku berkedut beberapa kali.
Setelahnya, napasku terengah-engah, tapi aku merasa lega. Lemas, tapi kepalaku terasa ringan.
Antony merangkak naik, menyamakan posisi wajah kami. Ia tersenyum melihatku yang gak jelas ini.
"Mau istirahat?" Tanyanya, aku diam tak menjawab. Kutarik ia agar bisa menciumnya, aku gak peduli rasa bibirnya yang aneh itu, aku hanya ingin sedekat mungkin dengan Antony.
Ketika sendang asik berciuman, Antony sedikit menggeser posisinya dan kurasakan miliknya menyentuh milikku, namun belum masuk.
"Beneran mau kan?" Tanya Antony, lagi-lagi aku mengangguk.
"Serius, Gamyla?!"
"Iya, aku mau kok." Jawabku.
Dari semua cowok yang pernah masuk di hidupku, sepertinya memang cuma Antony yang benar-benar kuinginkan untuk melakukan ini denganku. Well, dan Aaron mungkin. Tapi... Antony lebih kuinginkan.
"Oke sayang, siap ya?"
Aku mengangguk, kemudian menarik Antony lagi agar bisa menciumnya. Ia membalas ciumanku dan di tengah-tengah ciuman itu, kurasakan milik Antony masuk ke dalamku.
"Ughhh!" Desahan itu keluar dari mulut kami berdua.
Antony diam sejenak, tidak langsung bergerak. Dan tiba-tiba perasaan nyaman menjalar di seluruh tubuhku. Kulit Antony yang menempel di kulitku terasa hangat sekali, menambah rasa nyaman yang kusebut tadi.
Lalu, ketika Antony bergerak, aku merasakan sensasi yang belum pernah kurasakan seumur hidupku.
"Ohhhh, shit, ahhhhh," Aku mendesah begitu saja, sesuai dengan ritme gerakan Antony.
"Shit, La! This is so fvcking good!" Kudengar suara Antony pelan.
Ia terus bergerak dengan teratur, membuat mulutku mengeluarkan desahan-desahan pelan seiring dengan gerakannya.
Mengalungkan tanganku di lehernya, kubenamkan wajahku di tulang selaka Antony, membuatku mencium aroma keringat Antony. Gosh, kok dia bisa keringetan gini? Kan ini dingin banget ya? Tapi... aku juga keringetan sih.
Antony terus bergerak sampai akhirnya kurasakan kembali tubuhku seperti akan meledak,
"Ohh shit, Antony.... aku... akuuu," Aku bahkan tak bisa menyelesaikan kalimatku.
"Sama, aku juga mau, bareng yaa!" Antony seolah mengerti apa yang aku katakan. Ia mempercepat gerakan pinggulnya dan tak lama setelah itu. Tubuhku kembali berkedut, dan aku memeluk Antony dengan tangan dan kakiku. Di bawah sana, kurasakan milik Antony juga berkedut mengeluarkan cairan yang terasa hangat di dalamku.
"Sorry ya, aku gak sempet cabut." Katanya.
"It's okay." Kataku tenang.
Napas kami berdua terengah-engah. Antony menjatuhkan tubuhnya di atas tubuhku lalu ia memelukku dan menggulingkan tubuh kami sehingga kini aku yang berada di atas.
Dengan kaki, bisa kurasakan Antony menarik selimut untuk menutupi tubuh kami.
Aku diam, tak ingin merusak momen ini dengan suaraku.
Mengatur napas, aku mengangkat tubuhku, agar bisa berbaring di samping Antony, tapi ia menahanku.
Tanpa protes, aku kembali menempelkan pipiku di dadanya. Menghirup aroma keringatnya yang menyenangkan.
Gosh! Kenapa aku baru tahu ya, kalau seks bisa seenak ini rasanya?
******
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
***
Yuk gengs yang mau baca cerita2 di atas versi lengkap dengan bonus chapter bisa langsung meluncur ke apps/play store yaaa
Keyword: kadallilah
Atau tulis aja judul bukunya~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top