-Lima puluh-
Hamparan bunga Lupine terbentang luas sejauh mataku memandang. Bunga ini indah sekali, Tuhan.
Seolah belum cukup dengan keindahan yang ada, Tuhan menambahkan sebuah air terjun cantik, air terjun Skógafoss yang ada di tengah sebuah lereng bukit yang membentuk love.
Gosh, aku harus mati di sini. Di tempat terindah yang pernah kudatangi.
Aku masih mengumpulkan nyali, aku belum siap mendaki bukit yang ada di hadapanku ini. Jadi aku memilih duduk di antara bunga Lupine yang sangat cantik ini.
Menghitung mundur dari seratus untuk segera bangkit dan naik ke sana lalu menjatuhkan diri seolah-olah aku tergelincir.
65, 64, 63, hitungku dalam hati.
"Hay!" Aku mendengar seseorang menyapa, dan ketika melihat orang itu, aku pengin lari.
Ya Lord, kenapa dia bisa ada di sini?
Antony berjalan mendekat, lalu, ia duduk berjarak 6 kaki dariku.
"Kamu tahu? Tempat ini luas banget, susah nyari kamu. Tadi aku sempet ke air terjunnya, tapi gak liat kamu. Terus liat orang pada foto-foto di sini, aku ikutan aja ke sini. Untung deh, ketemu kamu." Katanya pelan, dan aku masih belum bisa bereaksi apa-apa.
Gosh! Kenapa dia muncul? Kalau kaya gini, bagaimana semua rencanaku?
"It's been eight years, La, sejak pertemuan terakhir kita di parkiran waktu itu. Look at you now... Gosh La, you're amazing!"
Aku masih diam. Kepalaku sibuk dengan rencanaku yang berantakan karena kedatangannya. Sudah hitungan ke berapa ini harusnya?
"Gamyla? Kamu gak mau ngomong sesuatu?"
Aku menoleh lagi, menatapnya yang sedang tersenyum kepadaku.
"Hay!" Sapanya lagi.
"Hay!" Suaraku terdengar serak.
"I miss you! Like... so much, La!"
Aku membalas senyumannya, tidak bisa berkata apa-apa.
"Dua tahun lalu, Irene nikah, dia nunggu kamu dateng tapi kamu gak dateng. Dan... dia ceritain semua ke aku, La."
Napasku tertahan mendengar itu. Ya, bodoh sekali aku waktu itu. Memilih pergi bersama Febri daripada menghadiri pesta pernikahan teman sendiri.
"Aku nyesel.... kenapa aku dulu selemah itu, gak bisa kontrol diri aku sendiri sampe harus sama orang lain. Gosh! Coba aja aku bisa maki-maki diri aku yang dulu." Ujar Antony, nada suaranya sedikit kesal.
"Kalau aku gak kaya gitu, aku bakal ada di samping kamu saat Ayah dan Bunda pergi. Aku bakal jagain kamu dan Gina pas Bang Jati ninggalin kalian. Tapi... aku malah ngelakuin hal hina yang bikin kamu ninggalin aku dan kamu jadi ngelewatin semua masalah sendiri."
"Aku nyesel, La. Kesalahan itu bikin kamu pergi dari hidup aku dan itu nyakitin."
Aku menahan air mataku. Tak ingin lagi mengulang semua kenangan pahit itu. Jadi, aku berdiri, berjalan menjauhi Antony, meninggalkan tempat ini.
Baru beberapa langkah, tanganku ditahan.
"Please, jangan pergi lagi." Ucap Antony memohon, lalu ia menarikku ke dalam pelukannya, membuat pertahananku jebol.
Aku tiba-tiba menumpahkan semua air mataku yang sedari tadi kutahan.
Antony memelukku erat, dan seketika itu juga aku mendadak hilang keseimbangan, tapi aku tahu... Antony menahan tubuhku sehingga aku tidak jatuh ke tanah.
*******
Ketika aku membuka mata, cahaya yang temaram ini tidak membuat mataku silau, melainkan nyaman. Kurasakan sepasang lengan menggengam tanganku, dan ketika aku mencoba menarik diri. Tangan ini menahanku.
"La? Kamu udah sadar? Ayok minum dulu." Katanya, ia membantuku bangkit, bersandar pada bantal dan selanjutnya Antony memberikan aku segelas air putih.
"I-ini di mana?" Tanyaku, tak mengenali tempat ini.
"Kamar hotel aku, aku gak tahu kamu nginep di mana, Gina gak bilang, jadi... aku bawa kamu ke sini aja."
"Makasi," Ucapku pelan.
"Anytime, La."
Aku mengangguk, meminum kembali air putih ini, menghabiskannya.
"Kamu mau aku isi yang baru?"
Aku menggeleng.
Mencoba turun dari kasur, aku mendadak oleng, hampir terjatuh, namun Antony menahanku.
"Kamu lemes, La, istirahat aja dulu." Ia mendorongku pelan, membuatku bersandar kembali ke bantal.
Antony pindah, dari kursi ke pinggir ranjang, kembali memegang tanganku.
"Aku salah, tadi di Skógafoss, aku cuma liat kamu sekilas. Ya, sekilas kamu seperti yang aku bilang, you looks amazing, La. Tapi setelah liat dari deket begini... aku tahu kamu berantakan." Katanya lalu mengusap tanganku lagi.
"Maaf," Kata itu keluar begitu saja dari mulutku.
"Maaf? Maaf buat apa? Kamu gak salah apa-apa, La."
"Maaf, aku janji hubungin kamu, tapi aku gak pernah lakuin itu."
"Aku ngerti, kamu kecewa sama aku. Aku yang harusnya minta maaf." Ucap Antony lembut.
Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, dan mengontrol emosiku sendiri, biar aku gak gampang nangis.
"Kamu kenapa ada Iceland? Hidup kamu sekarang gimana?" Tanyaku dengan nada suara sesantai mungkin, membuat Antony terkejut.
"La? Kamu gak bisa switch mood kamu kaya gitu... kenapa kamu sekarang seolah biasa-biasa aja?"
Aku hanya mengangkat bahu.
"Kamu liburan juga ke sini?" Tanyaku, tapi Antony menatapku ngeri.
"Aku ke sini di kasih tahu Gina, aku sebenernya lagi di Norway, karena deket... ya aku samperin aja." Jawab Antony, aku tersenyum, mengangguk.
"S2 kamu selesai? Lanjut doktoral? Atau gimana?"
"Aku udah selesai S3, La. Baru 6 bulan yang lalu selesai."
"Cool, kamu beneran wujudin cita-cita kamu dari kecil ya. Terus di Norway ngapain?"
"Kan kamu kan yang nyuruh aku buat lanjutin hidup?"
Aku diam mendengar itu. Kenapa Antony membawa obrolan kembali ke masa lalu?
"Kamu di Norway ngapain? Aku pengin deh main ke Norway, kayaknya abis dari sini, aku bakal ke situ deh, mau liat kampung halamannya Thor." Kataku.
Antony tersenyum,
"La? Kamu istirahat lagi ya?"
"Aku gak capek." Kataku.
"Okay, then... kamu mau makan? Aku laper! Temenin aku makan yuk?" Aku mendengar nada aneh dalam suara Antony, ia terdengar panik, tapi berusaha tetap tenang.
"Boleh, kamu mau makan apa?"
"Tunggu sini ya, kita makan di kasur aja."
Aku mengangguk, lalu... Antony menuju ruangan lain di tempat ini, dan tak lama kemudian ia kembali dengan senampan penuh makanan.
Aku mengambil sebuah roti, memakannya, baru sadar kalau aku seharian ini belum makan.
"Enak rotinya," Kataku.
"Mau lagi? Kalau mau aku pesenin nanti."
"Gak usah, cukup kok dua biji."
Antony mengangguk, lalu kami pun berlomba menghabiskan makanan yang ada di nampan, hebatnya... aku menang!
"Gosh! Kekenyangan aku, Ton!" Kataku lalu merebahkan diri sedikit.
"Yaudah, tiduran aja gih, istirahat, di sini tuh dingin banget, bikin pengin makan-tidur-makan-tidur, gitu aja terus." Ucapnya, dan aku nyengir mendengar itu.
Antony benar, aku ngantuk banget ini. Asli!
*******
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Ps: pengin bikin POV Antony, tapi.... gak deh yaa, biar full semuanya pov Ila, tapi maap ya kalo dia rada sableng~
Pss: double up buat kita2 yg malem mingguan di rumah aja 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top