-Lima belas-

Kamar temannya Antony agak berantakan, tapi yaudah lah yaa, gak bisa ngarepin kamar selayaknya hotel berbintang kalau begini. Ada tempat buat tidur aja syukur deh.

"Udah, malem ini kalian di sini dulu aja." Kata Antony.

"Makasi ya Ton," Kataku tulus.

"Iya Ton, thanks!"

Antony mengangguk, lalu ia pamit balik ke asrama. Katanya sih tadinya dia yang mau tidur di kamar ini malem ini, tapi berhubung aku dan Irene lebih butuh, jadi Antony mengalah dan ia lah yang kembali pulang ke asramanya.

"Baek-baek kalian berdua, kunci pintunya, nanti kalo mau apa-apa telepon aja La."

"Iya Ton, makasi!" Aku berdiri, mengantar Antony sampai depan, tempat ia memarkirkan motornya.

"Hati-hati Ton," Kataku.

"Santai, deket doang segala hati-hati. Malem gini juga, jalanan sepi."

Aku mengangguk.

"Sekali lagi makasi ya!"

"Lo tenangin tuh temen lo, gue tadi denger semua, sorry, berat banget kayaknya dikhianati temen sendiri. Gue gak nyangka Olive begitu, dia kan... kalem banget!"

"Semua juga gak ada yang nyangka kayaknya."

"Yaudah kita ngobrol nanti aja, lo urus dulu temen lo, gue balik ya!"

"Thank you!" Kataku untuk ke sekian kalinya.

"Oh iya, kirim ke gue sini tugas lo yang belum kelar." Ujar Antony bikin aku kaget.

"Hah? Buat apa?"

"Gue bantuin, biar tugas lo gak terabaikan, ayok! Kirimin ya!"

Aku menatapnya syok, tak percaya tapi Antony hanya tersenyum.

"Cepet kirimin, nanti gue gak balik-balik nih!" Serunya. Akhirnya kuambil ponsel dari saku celana belakangku, kemudian mengirim foto tugasku kepadanya.

"Dah masuk, bye Gamyla, night!" Katanya, kemudian motornya pun melaju.

"Byeee!" Seruku, lalu berbalik, masuk ke kostan dan tak lupa mengunci pintunya.

Irene sudah berbaring, menghadap tembok, kulihat ia sesekali terisak.

Mendekatinya, aku duduk di pinggir ranjang.

"Ren, sorry ya, lo harus ngalamin ini." Kataku, mengusap-usap punggungnya.

"Hiks, bukan, bukan salah lo kok La." Ujar Irene sambil terisak.

"I know, tapi, sedih aja, liat orang sebaik lo diginiin sama temen sendiri, sama pacar sendiri. Mereka bener-bener jahat Ren,"

"Gue tahu cowok gue berubah, gue tahu dia beda dan gue udah nyangka kita bakal putus, sakit, tapi gue bisa lalui itu. Yang gue gak nyangka ya Olive, La. Olive!" Irene menekankan suaranya ketika menyebutkan nama Olive, aku tahu, Irene pasti kecewa dengan temannya itu.

Aku mengangguk, memahami apa yang dirasakan oleh Irene.

"Yaudah tidur gih, udah malem, lo istirahat aja." Kataku.

"Emm, gue boleh minta tolong La?"

"Apa?"

"Besok tolong packing barang-barang gue ya, gue mau keluar aja dari asrama, gue gak bisa balik lagi ke sana setelah apa yang dilakuin Olive."

"Oke, Ren. Terus lo mau ke ke mana? Balik ke rumah?"

"Iya deh kayaknya, sambil cari-cari kostan. Toh bentar lagi kita juga resmi keluar dari asrama, dan rumah gue terlalu jauh kalo gue bolak-balik, capek di jalan yang ada." Jelas Irene.

"Oke Ren, besok gue kelas cuma 2 kok, pagi doang, abis makan siang gue temenin lo cari kostan ya?"

Irene mengangguk.

Kubiarkan Irene tidur di kasur yang hanya muat satu orang itu, sementara aku sendiri rebahan di karpet berbahan plastik yang tipis.

Yaudah gak apa, cuma semalam kok.

Mengecek ponsel, ternyata ada pesan masuk dari Antony.

Antony Sendjaja:
Tenangin itu si Irene
Tapi lo jangan begadang La
Besok kuliah.

Aku tersenyum membaca pesan tersebut, lalu membalas.

Me:
Ini Irene lagi tidur
Thanks ya tumpangannya malem ini

Antony Sendjaja:
Hahaha kamar temen gue itu
Gak apa sih
Anaknya gak ada juga
Dah lo tidur sana

Me:
Siap
Lo juga sana tidur
Goodnight!

Antony tidak membalas pesanku, jadi langsung saja kuletakkan ponsel di lantai ada aku pun mulai memejamkan mata.

"La?" Terdengar suara Irene memanggil dalam kegelapan.

"Ya? Kenapa Ren?"

"Lo tadi teleponan sama Antony, lo deket sama dia?"

"Emmm, cuma deket gitu aja, gue belum tahu bakal ke arah mana Ren." Jelasku.

"Antony keliatan kali La bandelnya, tapi... dia juga baik. Mendingan anak begitu sih, dari pada yang sok baik taunya busuk kan?!" Aku paham betul siapa yang dimaksud Irene.

"Iya Ren, Antony juga anaknya asik, tapi gue emang belum tahu aja bakal kemana. Dan awal kenal Antony aja gue diancem kan sama dia? Yang dia dendam ke gue gara-gara Fisika."

"Emmm, iya sih betul, tapi kan itu udah lama La, dia juga udah lupa kali."

"Ya gak tau ya soal itu, tapi gue sih membuka aja untuk temenan sama siapapun, selama anaknya asik kenapa engga kan ya?

"Ho'oh." Ujar Irene.

Lalu kami berdua diam. Pikiranku jadi fokus ke Antony, bener sih, dia baik, walaupun dulu nyebelin, tapi kan kesan pertama susah ilang ya? Dan aku sekarang meladeni Antony karena seneng aja ada temen chatan, ada temen teleponan, gak sepi gitu. Masalah perasaan sih aku belum tahu.

Aku menoleh ke samping, Irene sepertinya sudah terlelap karena aku mendengar suara dengkuran halus darinya. Bagus deh.

Aku juga kembali memejamkan mata, kali ini mengosongkan pikiranku agar cepat terlelap.

********

Selesai kelas, sebelum Jingga atau Olive balik ke kamar, aku buru-buru ke kamar, mau packing barang-barangnya Irene. Biar gak ketahuan mereka berdua.

Semua barang Irene masuk ke kopernya, sisanya... aku masukin ke totebag.

Setelah itu, aku balik ke gedung Fakultas-ku, karena kami janjian di sana. Menarik-narik koper, aku mencari bangku yang kosong lalu duduk, udah pesen makan tentu saja. Laper.

Sambil menunggu, aku melirik sekitar, nyari Irene, tapi aku malah lihat pemandangan lain; Antony duduk makan bersama dengan Pak Arief, dekanku.

Seketika aku sadar... pernah ada yang bilang kan kalau Antony itu anaknya salah satu dekan di kampus ini? Dan yaaa... pak Arief kan nama belakangnya Sendjaja juga.

Aku mengalihkan pandanganku, gak sopan kayaknya kalau diliatin terus.

Akhirnya pesanan makananku datang, kutinggalkan pesan ke Irene kalau aku makan duluan, kemudian baru aku makan dengan tenang.

"Hoy!" Aku mendongkak, bukan Irene yang bergabung tapi malah Antony.

"Sendiri aja lu makan!" Tambahnya lalu duduk di seberangku.

"Nunggu Irene, mau kasih barang-barangnya."

"Ohhh, gue kira lo mau kabur!"

"Yakali!" Sahutku, kemudian lanjut makan.

"Anton!" Kami berdua menoleh, Pak Arief menghampiri meja kami.

"Kenapa Yah?"

"Ini, mobil bawa aja sama kamu, nanti jemput Ayah jam 8 ya?"

"Malem banget?"

"Rapat!"

"Oke!" Ujar Antony lalu mencium tangan Pak Arief,

Pak Arief melirik ke arahku, aku tersenyum dan ikut salim,

"Kamu mau keluar asrama?" Tanyanya, bikin aku mendadak kaku.

"Eh, engga Pak," Kataku.

"Dia emang kalau ke Laundry lebay, Yah!" Sahut Antony.

"Fakultas sini kan? Department apa?" Pak Arief jadi ikut bergabung, duduk di samping Antony.

Mampus, mana makan belum kelar, masih laper, eh tetiba diinterogasi begini.

"Emm, iya, Pak. Itu, emmm, Department Sivikultur." Jawabku, tegang.

"Okeee, jangan kabur dari asrama ya! Bentar lagi loh!"

"Siap Pak, ini gak kabur kok."

Pak Arief mengangguk, kemudian pamit, Antony salim lagi, jadi aku ikutan lagi, kulihat Pak Arief tersenyum kecil sebelum akhirnya meninggalkan kami berdua.

"Ditandain lu sama bokap gue!" Ujarnya seolah menakuti.

"Lo jangan gitu dong! Kan lo tahu bukan gue yang mau kabur asrama."

"Hayyy!" Aku lega, Irene datang, langsung duduk di sampingmu.

"Lama banget lo!" Seruku.

"Udah dari tadi, tapi gue liat ada bapak-bapak, ya takut... jadi gue tunda dulu." Jawab Irene santai.

"Udah makan? Pesen sana."

"Udah hehehehe, lo abisin makan gih, baru deh kita caw cari kostan."

"Kalian mau cari kostan?" Tanya Antony.

"He'em, kenapa? Mau bantuin?"

"Ayok, gue kelas kosong."

Eh buset, ini anak kenapa jadi ngintilin aku sama Irene sih? Padahal kan aku mau curhat ke Irene.

Huh!

********

TBC

Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top