-Empat puluh sembilan-

"Catatan medis Mbak Gamyla baik, dijelaskan kalau Mbak sehat, kenapa Mbak ingin menjalani operasi pengangkatan rahim?" Tanya dokter yang kutemui siang ini.

"Saya takut dok," Hanya itu jawabanku, asli, aku parno, aku takut terkena kanker serviks mengingat aku sudah tidur dengan banyak pria. Dan hal itu salah satu penyebab yang bisa membuatku terkena penyakit yang paling kutakuti.

Lalu, aku tiap berhubungan sama orang tuh selalu sakit, dan itu salah satu gejala kanker serviks yang kubaca. Makin ngeri aku kalo nunggu sampe nanti kena.

"Saran saya sih untuk sekarang belum perlu Mbak, Mbak Gamyla masih sangat sehat, masih muda juga, gimana kalau nanti Mbak Gamyla memutuskan ingin punya anak? Ini pilihan besar, Mbak."

Aku menelan ludah.

"Kalau Mbak Gamyla memang mau, ya saya sih ngikut aja, tapi menurut saya, ada baiknya untuk ambil jeda dulu Mbak, setahun, dua tahun mungkin, kalau memang sudah mantap, baru kita atur jadwalnya untuk operasi."

"Gitu ya dok?"

"Iya Mbak, dipikirkan sematang mungkin, karena kalau sudah diangkat, ya itu sudah permanen, gak ada sistem undo,"

"Yaudah dok, saya pikirin lagi." Kataku.

"Iya Mbak, lagi pula, Mbak Gamyla kan sudah vaksin lengkap, semoga sih vaksinnya bekerja dengan maksimal jadi Mbak Gamyla selalu sehat, ya."

Aku mengangguk. Setelah acara konsultasi ini, akhirnya aku pamit. Pulang ke rumah, menyendiri seperti biasa.

Menyetir dengan kecepatan standar, aku singgah dulu di restoran cepat saji untuk membeli makanan. Lewat jalur drive-thru, ku pesan banyak makanan untuk diriku sendiri.

Selesai, aku langsung lanjut ke rumah.

Ya, begini lah hari-hariku kalau gak kerja. Diem di rumah, sesekali keluar buat cek salon dan sekalian perawatan, karena aku sudah makin tua. Gosh, satu kali ulang tahun lagi dan aku akan menginjak kepala tiga!

Asik memakan camilan sambil menonton TV, ponselku berdenting dan masuk satu pesan.

Febri:
Rinto laporan
Katanya utang kamu lunas
Malah ada lebih 200 juta
Aku transfer balik ya?

Aku melongo, lunas????
Itu artinya aku.....

Me:
Coba itung lagi
Kok kalo menurutku malah belum lunas?
Masih kurang 700an deh

Febri:
Aku percaya sama Rinto
Kasian kalo suruh itung lagi
Dah nih, lebihnya aku transfer ya
Kamu di rumah?
Aku mampir yaa

Me:
Oke!

Hanya itu balasanku, agak sedikit lega juga tahu kalau semua tanggung jawabku sudah selesai.

Kalau ada lebih, aku malah bisa mengatur kematian seperti apa yang aku inginkan, kan?

***

Hari-hari terlalu cepat berganti, aku bahkan belum memikirkan untuk pergi meninggalkan dunia ini dengan cara apa.

Tapi untuk sekarang, aku sedang berbahagia, karena akhirnya Febri menemukan jodohnya. Seorang pengusaha wanita yang sama gilanya dengan Febri. Cocok lah mereka tuh.

"Selamat yaa, semoga lancar sampe hari H." Kataku, hari ini adalah acara lamaran keduanya.

"Jangan cuma lancar sampe hari H doang dong, La. Sampe selamanya." Ujar Kak Julia, tunangannya Febri.

"Iya Kak, pokoknya aku doain kalian bahagia selamanya, terus nanti cepet dikasih anak, kalo bisa dari sekarang aja."

"Hahaha, ide bagus tuh, kayaknya juga gak bakal nunda punya anak, gosh! Febri udah 37 dan aku udah 34,"

"Nah yaudah, lanjut terus aja, kalo kekurangan inspirasi, bisa tanya aku, nanti aku kasih saran."

Kulihat Febri tertawa. Jujur, aku ikut bahagia loh liat Febri begini. Meskipun kadang kelakuannya bikin sakit kepala, tapi Febri tuh selalu ada buat aku dan selalu baik.

"Kampret dasar! Pokoknya dateng ya La pas aku nikah!" Ujar Febri, aku mengangguk.

Meski... aku gak tahu kapan mereka akan menikah. Masih ada kah aku di sini ketika acara sakral itu terjadi?

****

Aku mencari tempat yang kuinginkan untuk mengakhiri hidupku, dan tempatnya harus yang spesial. Harus yang bagus dan tempat yang belum pernah kudatangi.

Sedang asik mencari lokasi wisata di instagram, mataku terhenti ketika melihat sebuah pemandangan air terjun yang sangat cantik.

Well, kayaknya tempat itu bagus. Dan, aku bisa mengunjungi Gina juga sebelumnya. Berpamitan dengannya.

Kalau Aaron? Ya sudah lah, dia sedang menjalani hidupnya di sana.

Membuka aplikasi travel, aku langsung membeli tiket, penerbangan ke Austria dan juga ke lokasi yang aku inginkan itu. Setelah semua selsai, aku mulai merapi-rapikan barang. Ingin meninggalkan rumah ini dalam kondisi yang baik.

****

Gina dan Lucas (pacarnya), menjemputku, mereka senang sekali aku mengunjunginya.

"Kak! Nginep tempat kita ya, lo tidur sama gue, Lucas di sofa aja gak apa."

"Oke dek, gue cuma nginep 2 hari ya, kan lo tahu, gue mau liburan."

Ya, aku bilang ke Gina sih aku mau liburan keliling Eropa, biar dia tahu, kalau aku nih dalam keadaan bahagia.

Apartment Gina nih kecil, ya cukup sih kalau buat ditinggali dua orang. Tapi kalau ada tamu kaya aku gini,  jadi pas-pasan.

"Di sini lo mau ke mana kak? Nanti gue sama Luke yang anter."

Aku diam, aku gak punya rencana menghabiskan waktu dengan liburan beneran di Austria. Aku ke sini ya cuma pengin ketemu Gina aja.

"Gak usah Gin, gue pengin sama lo aja, ngobrol-ngobrol, udah lama kan kita gak ketemu?"

Gina mengangguk, sementara Lucas hanya diam. Dia gak terlalu ngerti bahasa Indonesia. Dia sendiri sebenernya bule asal Perancis, cuma tinggal dan bekerja di Austria sini.

"Yaudah kita cari makanan deket flat gue sama Luke aja ya? Makanan langganan kita."

Aku mengangguk tersenyum.

Aku sampai di Austria siang hari, sedangkan Lucas harus lanjut kerja karena ia hanya izin beberapa saat untuk menjemputku. Jadinya, aku di apartemen berdua sama Gina.

"Kak, lo tidur aja dulu, biar fit, nanti malem kita cari makanan enak!" Titah Gina.

"Siap dek!"

Gina mempersilahkan aku masuk ke kamar. Asli sih, kamar Gina di sini enak banget. Vibe tidur berdua dengan nuansa intim tuh dapet menurutku.

Merebahkan diri di kasur, aku memandang langit-langit kamar yang atasnya di tempel cermin. Anjir ngapain yaa ada cermin di langit-langit kamar? Bukannya ngeri ya bangun tidur liat muka sendiri?

Akhirnya aku memejamkan mata, mencoba tenang sambil meyakinkan diri bahwa rencanaku sudah mantap.

****

"Abis ini lo mau ke mana Kak?"

"Iceland, memulai liburan di negara paling cantik, dek."

"Mau ke mana emang?"

"Skógafoss, cakep banget itu tempat."

"Heu, yaudah serah lo Kak, hati-hati yaa! Sebelum balik mampir lagi ke sini" Pintanya, aku hanya mengangguk, lalu mengarah ke Lucas.

"Luke, take care of my sister, okay?" Kataku pada Lucas.

"I will!" Ucapnya.

Lalu aku memeluk Gina, erat sekali, dan lumayan lama. Setelah kelakuan baiknya akhir-akhir ini, aku rasa Gina layak dapat kehidupan yang dia punya sekarang.

Punya kerjaan tetap, pacar yang sayang sama dia, tempat tinggal yang nyaman. Gosh, I wish I have a life like her.

Melepas pelukan, aku mengembangkan senyum terbaikku. Pokoknya, aku mau kesan terakhirku buat Gina tuh kalau aku baik-baik saja, aku happy, dan yang nanti terjadi padaku adalah murni kecelakaan.

Dia gak boleh tahu segimana hancurnya mentalku selama ini, dia gak boleh tahu se-stress apa aku menjalani hidup.

Yang dia harus lakukan nanti adalah menjalani hidup sebahagianya, dan aku pergi dengan tenang. Jadi, rasa sakit yang dia rasakan ketika kehilangan tidak parah.

Ya, keinginan terakhirku hanya itu. Gina berbahagia dengan hidupnya.

*****

TBC

Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo

Ps: takut nanti gak sempet update wkwkw jadi update sekarang aja, ngantuk bet anjir abis vaksin ke2 nihh aku~

***

Yuk gaes yang mau baca cerita di atas bisa langsung melunsyur ke Apps/Play Store yaaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top