-Empat puluh-
Berjalan takut-takut, Febri mendekatiku lalu menggandeng tanganku.
"Kenalin La, dia Marshel, temenku." Ujar Febri, lalu kami duduk bersisian di sofa.
"Hallo, Gamyla!" Kataku.
"Marshel!" Ia menjabat tanganku sambil tersenyum. Kemudian, aku sadar, kayaknya aku pernah lihat dia, ada di salah satu foto yang diunggah Febri ke sosial medianya.
"Gue baru tahu, di kantor lu bisa numpang keramas!" Seru Marshel santai, aku langsung tegang, iya anjir ini rambut masih basah.
"Berisik lo! Kaya di tempat lo gak bisa aja!" Sahut Febri dan mereka berdua sama-sama tersenyum.
"Eh bentar, ini Gamyla yang pernah lo ceritain itu bukan sih?" Tanya Marshel dan aku langsung syok, kulirik Febri, ia hanya tersenyum kecil.
"Iya Shel!"
"Katanya lo cuma sekali.... ini buktinya lagi?" Protes Marshel. Duh Tuhan, aku mau jurus menghilang dong, gak mau aku ada di situasi begini.
"Emmm, susah jelasinnya." Jawab Febri.
"Gamyla, sama gue yuk! Gue punya satu karakter fantasi nih!" Ucap Marshel, aku sendiri gak bisa bereaksi, badanku mendadak kaku.
"Berani bayar berapa lo?" Tanya Febri, dan aku langsung melirik tak percaya ke arahnya.
"Emmm, berapa? 300 juta deh?"
"Oke, deal ya La?" Sahut Febri, membuatku melotot. Anjir... kenapa dia jadi jual aku begini?
"Kapan La bisanya??" Tanya Marshel.
"Ya lo kasih dia waktu lah, baru deh lo sebutin lo mau dia jadi siapa, terus dia juga harus adaptasi dulu sama karakter yang lo mau." Jelas Febri.
"Oke deh, minggu depan aja kali ya? Gak nyesel gue sore ini mampir ke sini! Gue caw ya Feb!" Marshel berdiri dari duduknya meninggalkan ruangan ini begitu saja.
Ketika kami berdua kembali di ruangan ini, baru aku bereaksi.
"Kamu apa-apaan, pakai deal segala! Aku kan gak ngomong apa-apa, Feb!" Seruku marah.
"Serius La, kamu harus nyoba sama orang lain, jangan cuma sama aku, biar kamu tahu rasanya beda-beda."
Aku diam mendengar itu. Apa kalau gak sama Febri gak bakal sakit? Tapi... aku takut.
"Udah, tenang aja dulu, ada waktu seminggu buat kamu,"
Tapi aku gak bisa tenang, Tuhan, gimana caranya aku tenang coba?
"Yaudah, yuk! Aku anter kamu pulang."
"Gak usah, aku bawa mobil, aku nyetir sendiri aja!" Kataku, masih kesal dengan Febri.
Mengambil semua barang-barangku, kutinggalkan ruangannya Febri, masuk ke lift menuju parkiran tempat mobilku menunggu.
Gosh!
********
Aaron tidur denganku malam ini, padahal kemarin malem dia mau loh tidur di sofa, lha sekarang... malah masuk kamarku dan gak mau keluar.
"Kapan balik ke Amrik?" Tanyaku. Aaron langsung berbalik menghadapku.
"Minggu depan ya, kecepetan gak?"
"Gak apa, biar lo bisa lebih cepet tenang." Kataku.
Aaron mengangguk, lalu ia menggeser tubuhnya mendekat ke arahku.
"Lo mau di sini terus atau pulang ke rumah?"
"Balik kayaknya, tapi nanti deh, dua hari lagi, pamit sama Mama."
Kini giliran aku yang mengangguk.
"La?" Panggilnya.
"Hemm?"
"Gue sayang sama lo!" Katanya pelan.
"Lo tahu perasaan gue gimana, Ron." Kataku. Jujur, aku juga pengin banget hidup lurus bersama Aaron. Tapi sejak kematian Ayah dan Bunda, kayaknya aku udah gak punya kehidupan tenang seperti dulu.
"Mau gak sih kita jadi egois aja?"
Aku diam, tak menyahut ucapan Aaron tersebut. Ya kalau mikirnya gitu sih, aku mau, toh gak ada orang yang tahu juga kan ya? Tapi, aku tahu kalau hubungan seperti itu dilarang. Apalagi kalau kamu sampai menikah dan punya anak. Keanekaragaman gen dalam tubuh kami bisa dibilang sama, dan itu kurang untuk membentuk manusia yang sempurna.
Aku gak mau bikin kesalahan seperti itu.
"La!" Panggil Aaron, ia makin mendekat dan mengelus wajahku.
"Yaaa?"
Kurasakan hembusan napas Aaron menyapu wajahku sebelum ia mendaratkan bibirnya di bibirku.
Aku diam, tak menolak ciuman Aaron yang lembut dan hati-hati ini. Ketika tubuh kami menempel, tanganku terulur ke belakang, memainkan rambutnya Aaron, sedangkan tangannya bermain di dadaku.
Gosh!
Mataku terpejam ketika Aaron memperdalam ciumannya, lalu tangannya pun sekarang sudah tidak bermain dari luar, tapi masuk ke dalam kausku.
Aku berdebat dengan diriku sendiri, apakah harus menyudahi ini atau diteruskan saja... karena, jujur... rasanya menyenangkan.
Aaron mendorong tubuhku pelan, membuatku terlentang lalu ia pun mengambil posisi di atasku.
Aku diam ketika Aaron menarik kausku terlepas, well, gak diem sih, aku malah mengulurkan tangan ke atas untuk memudahkannya.
Lalu, ciuman Aaron turun dari bibir ke leherku, aku mencoba menahan diri agar tidak mendesah karena ada Gina di kamar seberang.
Ciuman Aaron berhenti di payudaraku, ia menarik diri sebentar untuk melepas kaitan bra yang aku kenakan. Setelah itu terlepas, baru ia mulai lagi. Dan sungguh, rasanya luar biasa.
Aku menarik rambut Aaron ketikan ia memainkan lidahnya di puncak dadaku,
"Ehmm, gosh!" Desahku pelan sekali.
Aaron melumat payudaraku kanan dan kiri bergantian, tangannya juga tetap aktif meremasnya, membuatku susah sekali menahan diri untuk tidak bersuara.
Aku menarik wajah Aaron, membawanya ke dekat wajahku hingga aku bisa mencium bibirnya. Kini, ciuman Aaron sudah tidak hati-hati seperti tadi, ia bahkan menggigit kecil bibirku.
"Awwww!"
"Sorry!" Katanya pelan, lalu ciumannya turun kembali ke dadaku.
Lidah Aaron terus bermain di payudaraku, sampai akhirnya ciumannya itu turun ke area pusar dan terus ke bawah seraya tangannya melepas celana pendek yang ku kenakan malam ini.
Aaron membuka kedua tungkai kakiku, lalu dengan lembut lidahnya bermain di sana.
Membuatku menggeliat karena ia menyentuh titik sensitifku. Dan tak hanya itu, jari-jari Aaron juga mengambil peran sendiri membuatku tidak tenang.
"Oh gossh, Aaron!" Desisku pelan.
Lalu, aku menarik rambut Aaron kencang sekali ketika kurasakan ia mengigit kecil milikku.
"Fuck! Aaron!"
Lalu, ia mengatur posisi, wajah kami kembali berhadapan dan kulihat senyum mengembang di wajahnya.
"Lo gak tahu, La. Berapa banyak malam yang gue lalui dengan menghayal momen kaya gini." Bisiknya lalu mencium bibirku lagi.
Aku menyentuh wajah Aaron dengan kedua tanganku, menahannya untuk terus berciuman seperti ini.
Aaron sendiri, dengan sigap melucuti pakaiannya, hanya membuat ciuman kami terhenti beberapa saat.
"Gue gak punya kondom, entar buang luar aja ya?" Katanya pelan, aku mengangguk sebagai jawaban.
Lalu, Aaron mulai mencium leherku lagi. Membuatku melupakan dunia ini dan terbang entah ke langit keberapa.
Hanya sesaat, ciumannya turun ke dadaku, membuatku semakin menggeliat tak teratur.
Cukup lama Aaron bermain di dadaku sampai akhirnya lidahnya turun kembali, namun kedua tangannya masih aktif meremas kedua payudaraku.
Aku menahan desahanku ketika lidah Aaron bermain kembali di bawah, dan kali ini terasa lebih basah dari sebelumnya.
Kemudian Aaron mengatur posisi, aku memegang kedua lengannya yang menjadi tumpu di kedua sisi tubuhku.
Kulihat Aaron tersenyum kecil ketika ia mendorong miliknya masuk ke dalamku.
"Aghhh!" Desahan itu keluar dari mulut kami berdua.
Aaron tidak langsung bergerak, ia sibuk menghujani wajahku dengan ciuman-ciuman kecil, ia bahkan untuk sesaat tak menahan berat tubuhnya, membuat tubuh kami menempel dan bisa kurasakan hangat tubuh Aaron yang menyenangkan.
Dan ketika Aaron mulai bergerak, aku menarik satu bantal untuk menutup mulutku agar desahan ini tidak terdengar sampai keluar. Tapi, Aaron malah menarik bantal tersebut.
"Please, jangan tutupin muka lo, La!" Bisiknya lalu ia mempercepat gerakannya, membuatku tak kuasa menahan desahan yang keluar atas respon dari perlakuan Aaron ini.
"Ohhh, shit Aaron, it's so fvcking good!" Desahku, dan itu malah membuat Aaron lebih bersemangat lagi menggerakan pinggulnya.
Lalu, Aaron menarik diri, turun dari kasur, ketika aku hendak bertanya, eh dia malah menarik kedua kakiku, hingga kini posisiku ada di tepian kasur.
Sambil berdiri di pinggir kasur, Aaron memasukan kembali miliknya dan aku pun kembali mendesah tak karuan.
"La? Lo udah belum?" Tanyanya,
"Hah? Udah apa?" Aku balik bertanya, bingung.
"Gue mau keluar nih, boleh?"
"Ya keluar aja, kenapa harus nanya?" Aku bingung sendiri dengan ucapannya tersebut.
Lalu kurasakan Aaron mempercepat gerakannya, bahkan lebih cepat dari yang tadi. Kemudian, kurasakan Aaron menarik miliknya dan hanya beberapa detik setelah itu terasa semburan hangat di perutku.
Oh gosh! Harusnya, ini jadi sex pertamaku.
Tapi... aku gak bisa ngulang waktu. Dan aku pun merutuki diriku saat ini.
Bisa-bisanya, dalam satu hari aku tidur dengan dua lelaki yang berbeda.
Gosh! Aku jijik sama diriku sendiri!
********
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
***
Yuk mampir ke akun Dreame//Innovel aku yukk~
Total udah ada 12 cerita loh yang aku pindahkan ke sana hahaha~
Buat yang mau baca ulang atau telat baca cuss langsung meluncur, semuanya kumplit dan gratiss.
Disclaimer:
Aku hanya memindahkan ceritaku yang sudah tamat yaaa
Yang on going gak pernah aku pindahkan.
Yang aku mulai di wattpad, aku selesaikan di wattpad juga~
Kecuali kalo lagi buntu, dipending dulu ceritanya 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top