-Dua puluh tiga-
"Gilak, aku berasa gak punya rumah ya!" Ujar Antony pada suatu malam.
"Kenapa?" Tanyaku, aku masih membaca karena besok ada kuis.
"Iya, nginep sini mulu, pulang ke rumah dalem seminggu 3 kali doang."
"Mau pulang kamu?"
"Gak deh, temenin kamu, kasian kalo sendiri." Katanya lalu merebahkan diri di kasur.
Sudah hampir setahun hubunganku dengan Antony dan asli sih, asik... tiap weekend dia suka ajak aku jalan-jalan, kenalan sama temen SMA-nya, temen kelasannya, dan tentu aku juga kenalin Antony ke Ayah dan Bunda. Ayah langsung seneng sama Antony karena akhirnya punya temen main catur kalau Antony ikut aku pulang, tapi Bunda sih katanya belum sreg. Tahu deh kenapa.
"Kalo kamu mau balik juga gak apa, kan aku gak pernah maksa kamu nginep, kamu mulu yang mau."
"Iya sihh, cuma yaa emang enak di sini, ke kampus jadi deket. Enak juga, tidurnya ada yang meluk, ehehehe."
"Jihhhh!"
Terus ya, aku sama Antony jarang berantem, paling berantem tuh sebulan sekali, tiap aku mau haid, asli sih gak ngerti kenapa, ada aja ulahku tiap mau dapet dan itu bikin emosi kita berdua.
"Udah belajarnya, udah jam 11 malem ini, udah gak efektif kinerja otaknya, capek." Ujar Antony, aku setuju jadi kututup buku catatanku kemudian mematikan lampu baru naik ke kasur.
Sekarang posisinya Antony yang selalu di pojok, aku di pinggir soalnya aku tuh kalau malem suka pipis terus, jadi biar gampang.
Begitu naik ke kasur, Antony langsung membentangkan selimut, ia juga memelukku.
"Kamu tahu gak level aku kenal kamu tuh segimana?" Tanya Antony tiba-tiba.
"Segimana?"
"Aku tahu stiker bintang yang ada di kamar ini, jumlahnya ada 73,"
"Wah? Rajin amat kamu ngitung?"
"Iyaa, hahahaha!"
"Apalagi?" Tantangku.
"Emmm, ini psycho sih kalo aku omongin." Katanya.
"Apa?"
"Daleman kamu, atas ada 14, bawah ada 25, warnanya cuma pink, biru, item sama krem."
"Hahhh? Tau dari mana?" Syok dong aku anjir, aku aja gak tahu jumlah pastinya ada berapa.
"Ya kamu kan suka jemur di kamar mandi, daleman kan gak kamu bawa ke laundry."
Aku tepuk tangan kecil, edan sih kalo ini.
"Coba... sekarang apa yang kamu tahu tentang aku?" Tanyanya.
"Emm, apa dong ya? Kamu juara catur sekecamatan pas SD!"
"Skip, itu kamu bisa liat pialanya di rumah."
"Di kamar kamu, ada kain gombel gak tau itu apaan, di kasur, di bawah bantal!"
"Hahaha kamu kok tahu? Itu selimut kesayangan aku, dari kecil harus ada itu. Ini karena tidur sama kamu aja aku gak bawa. Kemana-mana biasanya aku bawa itu."
"Seriusan?"
"Iya!"
"Emang kenapa kalo gak ada selimut itu? Tapi kayaknya bentukannya udah gak jadi selimut, iya gak sih?"
"Yesh, udah ancur, gak pernah dicuci juga, soalnya nanti baunya beda. Pernah sama Ibu dicuci waktu aku SMP eh karena udah lama gitu jadi robek, terus aku gak nyaman gitu tidurnya."
"Kok di sini bisa gak pake selimut itu?"
"Kan ada kamu,"
"Dihhhhh!"
"Ayok, apalagi yang kamu tahu soal aku?" Tanyanya.
"Seafood lover! Kalo pake sepatu sukanya yang ada tali, gak suka pake slip-on, makanya kado yang aku kasih jarang kamu pake."
"Heheh, iya ya? Sepatu yang motif item putih kotak-kotak itu jarang aku pake yaa?"
"Gak apa-apa,"
"Aneh abisnya pake sepatu begitu,"
Aku mengangguk,
"Terus apalagi?" Katanya.
"Kamu tuh pinter banget, heran aku ish!"
"Jih, masa itu doang? Ayok apa yang kamu tahu soal aku, yang orang gak tahu." Tanyanya.
"Jago main hulahop tapi gak pernah mau main itu depan orang."
"Hahaha, bener lagi!" Serunya lalu menarikku ke dadanya. Aku langsung menghirup aroma tubuh Antony. Ke sini-sini, dia jadi bau aku. Sabun sama, shampo sama, cuma parfum doang kita yang beda, keseringan tinggal di sini sih.
Aku melepaskan diri sedikit dari pelukannya, biar bisa napas. Aku mendongkak sedikit, eh ternyata Antony juga menunduk, menatapku. Aku tersenyum kecil, dan bisa kulihat kalau wajahnya mendekat. Aku refleks memejamkan mata ketika bibir Antony menempel di bibirku, lalu dengan lembut lidahnya bermain di bibirku sebelum ia melumatnya.
Aku diam sesaat sampai akhirnya mulai membalas ciumannya. Kalau udah kaya gini, kami tuh suka saling peluk erat, kaya pengin nempel aja badan tuh. Seperti biasa, tanganku terulur ke atas, memainkan rambutnya, sementara tangannya Antony mengelus punggungku.
Saat kurasa ciuman ini sudah terlalu jauh, aku menarik diri sebelum kami hilang kesadaran lalu melakukan hal yang tidak kuinginkan.
Kutatap mata Antony yang terlihat menggelap, aku yakin, mataku juga pasti sama seperti dirinya. Jadi ku usap wajahku dengan kedua tangan.
"Dah, tidur ya, besok aku ada kuis." Kataku, Antony tersenyum, ia mendekat sedikit hanya untuk mengecup keningku.
"Sipp! Good night, sayang!"
****
Entah kenapa waktu selalu terasa lebih cepat berjalan kalau kita sedang bahagia.
Aku sekarang sudah semester 6, dan sebentar lagi aku akan disibukan dengan segala serba-serbi PKL dan penelitian. Tapi aku masih bingung mau penelitian apaan.
Antony? Dia ikutan program S2, dari kampus ini juga, tapi dibiayai oleh Universitas dari Norwegia, jadi kerja sama gitu, tujuan pokok penelitiannya Owa, tapi lebih ke genetik kalau gak salah.
Hubunganku dengan Antony juga baik-baik saja, dia sama sekali gak ada yang aneh-aneh deh. Masih mengikuti segala syarat dan kelonggaran yang kuberikan. Hehehhe!
"Pusing aku!" Katanya tiba-tiba.
"Pusing kenapa?"
"Mau ke Norway, sample harus dibawa ke sana, SATS-LN* belum keluar." (Surat Angkutan Tumbuhan dan Satwa Liar - Luar Negeri)
Yeah, akhir bulan ini Antony memang rencananya akan ke Norwegia.
"Telefon lagi KSDAE-nya dong."
"Udah, katanya mereka lagi minta rekom ke Scientific Authority, kan mereka bisa keluarin kalau udah dapet rekom kalau sample yang aku bawa aman." Jelasnya.
Aku pusing dengernya, karena selama ini kalau aku penelitian, bawa pulang sample cuma pake SATS-DN, apa mungkin kalau ke luar negeri emang lebih susah ya izinnya? Apalagi sample Owa, yaa walaupun cuma rambut dan cairan semen sih, tapi tetep aja itu itungannya aset negara.
"Yaudah, sabar aja, kan masih ada dua minggu lagi, kamu udah buat permohonannya dari sebulan lalu kan? Lagi diproses kali, percaya deh."
"Semoga yaaa." Katanya.
Asli sih, kuliah makin sini makin berat, apalagi pas semester 4 dan 5, banyak banget mata kuliah, banyak banget praktikum, sampe mau meledak kepala. Untungnya, ini semester 6 sudah akan berakhir. Nyisa perjuangan berdarah buat penelitan dan nyusun skripsi aja deh.
"Sini sini sini, biar gak pusing." Kataku mendekat lalu memeluknya. Antony membalas pelukanku lalu aku menggoyang-goyangkan badan ke kiri dan ke kanan.
"Jangan pusing yaa bentar lagi juga keluar suratnya." Kataku.
"Aminnn." Sahutnya lalu melepas pelukan ini, kemudian merengkuh wajahku dengan kedua tangannya.
"Gemeshh aku gemessshh, emmm!" Ia lalu menggigit hidungku.
"Ish jorok!!" Seruku mendorongnya sedikit, tapi Antony menarik wajahku mendekat lagi, langsung mencium bibirku, kemudian melumatnya membuatku bahkan gak bisa membalas.
Jadi aku hanya diam ketika Antony memainkan lidahnya di bibirku, lalu masuk ke dalam mulut, ia bahkan mengigit bibirku pelan.
Ketika ciumannya sudah tidak seagresif tadi, aku mulai membalas, melumat bibirnya, memainkan bibirnya dengan gigiku. Lalu, Antony seperti mendorongku untuk merebah, tentu saja aku menahannya.
"Ton, gakk!" Aku menarik diri dari ciuman ini, tapi Antony menarik kembali wajahku.
"I know, tenang aja, gak nyampe sana kok." Katanya pelan lalu kembali menciumku, dan seperti tadi, ia mendorongku mundur untuk merebah.
Kali ini aku gak menahannya, tapi masih sedikit was-was. Ketika aku sudah berbaring di kasur, Antony menindih tubuhku, tapi ia sedikit menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya.
Aku menatapnya, agak takut karena jujur... matanya sudah sangat sayu.
"Ton... engga yaa." Aku mengingatkannya.
"Iyaa, tau, cuma mau kaya gini aja." Ia memandangku lekat-lekat, lalu mencium keningku, turun ke pipi kanan, kemudian pipi kiri sampai akhirnya ciumannya itu kembali ke bibirku.
Kali ini ia menciumku lembut, pelan-pelan seperti ingin mencicipi setiap inchi bibirku. Aku membalas ciumannya dengan hal serupa, lalu aku sedikit menarik diri kembali saat ciumannya itu turun ke leher.
Asli, yang susah itu bukan mendorong Antony menjauh, yang susah itu menyuruh diri sendiri untuk menolak Antony, karena semua yang ia lakukan ini sebenarnya terasa menyenangkan.
"Ton, udah ah, gak!" Aku kali ini tak hanya menarik diri, tapi juga mendorongnya, kemudian bangkit, meninggalkannya, aku langsung masuk ke kamar mandi, membasuh mukaku dengan air dingin agar pikiran ini kembali ke jalan yang benar.
Gosh!
Gak, aku masih belum siap. Sekalipun aku sayang sama Antony, bahkan mungkin cinta sama dia, aku tetep belum siap.
Ya, gak sekarang.
*****
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Ps: siapin diri buat next chapter yaaa~
Pss: kalo rame ntr aku double up, bahkan mungkin triple up~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top