-Dua puluh satu-

"Gamyla temen di kampus?" Tanya Ibunya Antony.

"Iya, Tante, satu kampus sama Antony." Jawabku.

"Kedokteran hewan juga?"

"Oh bukan, sivikultur, Tante."

"Ehh berati kenal Bapak dong?"

Aku mengangguk.

"Tapi belum kesampean diajar sama Pak Arief."

"Iya, dia tuh ngurusnya mahasiswa senior terus, kalau gak ya yang pascasarjana."

Aku tersenyum, mengangguk.

Selesai makan, ketika aku ingin membantu mencuci piring, eh dilarang oleh Ibunya Antony.

"Gak usah, Neng. Besok pagi ada Mbak kok dateng."

"Beneran tante?"

"Iya gak apa, Ton, Ibu ke ruang belajar yaa... banyak kerjaan."

"Oke Bu, Antony sama Gamyla di teras yaaa."

Sebelum ke teras, Antony membuatkanku teh hangat, lalu kami pun berjalan ke depan.

"Rumah lo enak banget Ton. Banyak tanaman."

"Iya, Ibu kadang dapet dari temennya."

"Ibu lo kerja di mana?"

"Peneliti, di Balittro, bagian proteksi tanaman dari hama."

"Eh? Emang proteksi tanaman ada apa aja?"

"Kan hama sama cendawan."

Aku mengangguk, gile ini keluarga pada mantep semua yaa. Bapaknya dosen, Ibunya peneliti. Antony sendiri calon dokter hewan.

"Kalo bokap sama nyokap lo kerja di mana?" Antony balik bertanya.

Kuceritakan soal kerjaan Ayah, terus Bunda, lanjut sampe gimana keduanya bertemu, banyak yang kuceritakan ke Antony sampai tak sengaja, aku menguap.

"Eh? Lo ngantuk?"

"Iya nih, balik yuk?" Kataku, Antony mengangguk, ia merapikan cangkir teh kami, lalu membawanya ke dalam, ketika kembali, ia membawa dua buah jaket.

"Pake nih, dingin." Ujar Antony, aku mengangguk, mengambil satu jaket berwana hijau army lalu memakainya.

Ketika bersiap, sebuah mobil masuk ke halaman rumah, mobil putih yang pernah dipakai Antony saat membawa Olive yang pingsan.

"Malem banget Yaah pulangnya?" Seru Antony ketika Pak Arief turun dari mobil.

"Hemm, rapatnya gilak, Dek." Jawab Pak Arief, "Eehh, ada siapa nihh... aduh siapa namanya? Waktu itu pernah ketemu kan?" Tambah Pak Arief ketika mendekat.

"Gamyla, Yah!" Ujar Antony.

"Oh iyaa, udah mau pulang, Gamyla?"

"Iya Pak Arief, udah malem banget." Kataku.

"Yaudah Yah, nganterin Gamyla dulu yaaa, gerbang kunci aja." Ujar Antony.

"Hati-hati kalian, eh Ibu mana Dek?"

"Abis makan ke ruang belajar, tapi pas tadi dicek mau pamit gak ada, udah tidur kayaknya Yah."

"Yaudah, okeee!"

Aku dan Antony pamit, saat kami keluar Pak Arief langsung mengunci pagar. Dengan motor kami kembali membelah jalanan kota Bogor.

Sudah hampir pukul 10 malam, jalanan sudah mulai sepi, tapi ya jadi makin dingin, padahal aku udah pake jaket yang dikasih Antony.

Karena jalanan yang lengang dan Antony bawa motornya lumayan kencang, hanya butuh waktu 20 menit untuk sampai ke kostanku.

"Mau mampir dulu?" Tanyaku basa-basi.

"Boleh deh, pegel juga bawa motor." Katanya.

Aku mengangguk, setelah Antony parkir, kami berdua naik ke atas, tempat kamarku berada.

Kamarku gelap, jadi langsung saja aku menyalakan lampu dan AC biar gak sumpek, Antony sendiri langsung duduk di karpet, bersandar pada kasurku.

Aku ikut duduk bersama Antony, padahal niatnya mau mandi nih aku.

"Syarat dan ketentuan apa aja nih?" Tanya Antony memecah keheningan, bikin aku jadi deg-degan.

Aku langsung duduk tegak, menghadap Antony, biar dia tahu kalau aku nih serius nih soal ginian, kaga becandaan.

"Pertama, ini kita jadian bukan dalam rangka misi bales dendam lo itu kan?"

"Hah? Bales dendam apaan?"

"Yang fisika!" Aku mengingatkannya.

"Astaga... ya engga lah, udah lupa malah. Bukannya dulu gue pernah bilang kalau gue udah gak dendam lagi sama lo?"

"Emm, iya sihh tapi kan takut gitu!"

"Eh iya, gue punya suatu hal yang perlu dibahas!" Serunya serius, ia sudah tidak bersandar lagi, tapi duduk tegak, menghadapku.

"Apa?"

"Manggilnya jangan gue-lo, dong! Aku-kamu gitu, pake sayang juga boleh, biar berasa pacarannya!"

Astaga! Aku geli denger Antony bilang begitu. Ampuuuun!

"Yaudah oke, oke!" Kataku, iya aja dulu yaaa.

"Terus apa nih syarat dan ketentuannya?"

"Emm, gini.... bukan mau ungkit-ungkit yaa, tapi inget kan kejadian lo sama Luvita di rooftop?" Tanyaku.

"Kamu dong sayang, bilangnya kamu!" Ralat Antony bikin aku bergidik.

"Iyaa, pas kamu sama Luvita di rooftop!"

"Sorry soal itu!" Ucap Antony langsung.

"Jangan bilang sorry, kamu gak punya salah ke aku karena begituan sama Luvita. Di sini aku cuma mau menegaskan, kalau.... kamu mungkin mikir aku anak Jakarta, atau apalah... tapi pergaulanku belum sampe sana Ton, aku.. aku belum pernah... dan aku belum mau." Kataku jujur.

Antony tersenyum mendengar itu, kemudian ia mengangguk.

"Okee, ini kamu lagi ngomongin have sex kan?"

Giliran aku yang mengangguk. Antony juga mengangguk kecil.

"Itu pilihan kamu, kalau kamu gak mau ya oke, aku bisa ngerti. Lagian... dikata pacaran isinya begitu doang apa?"

"Ya kan aku antisipasi, aku gak mau kejadian kaya Rizal dulu terulang lagi."

"Kamu diapain sama Rizal?!" Aku merasa ada kemarahan di nada suara Antony.

"Ya dia ngajak gitu tapi maksa, ya aku nolak, kaburrrr."

"Gak ngerti loh aku sama cowok yang begitu, bikin malu aja tahu gak, kaya gak punya kendali buat ngontrol napsunya sendiri, kek bukan manusia." Ucap Antony marah.

Aku diam saja.

"Terus itu aja syarat dan ketentuannya?" Tanya Antony.

"Ya yang paling penting sih itu."

"Berarti ciuman boleh yaa?" Godanya, membuatku mundur sedikit, dan ia langsung tertawa.

"Kenapa kamu mundur-mundur gitu?" Tanyanya, ia masih tertawa.

"Ya kali gituuu, kamu langsung nyamber."

"Hahahaha, ngaco, ya kaya gitu kan ngikutin situasinya, masa maen samber-samber aja, dikira anaknya Zeus apa."

Aku tersenyum.

Aku melirik jam, ini sudah malam sekali tapi entah kenapa aku masih pengin ngobrol sama Antony, tapi di sisi lain aku juga pengin masuk kamar mandi buat bebersih, pengin ganti baju, pake celana pendek.

"La? Numpang ke toilet ya?"

"Masuk aja." Kataku.

Antony langsung berdiri, menuju kamar mandi, aku sendiri langsung senderan lagi di kasur, gosh pengin rebahan tahu ini tuh.

Begitu kembali, Antony duduk di sampingku, mepet banget.

"Ganti baju gih, gak gerah," Katanya pelan.

"Pengin mandi."

"Jangan, udah kemaleman."

"Ditinggal bentar gak apa ya?" Kataku.

"Aku balik aja ya?"

Aku diam, asli... kok kaya gak rela gitu dia balik.

"Nginep sini mau gak?" Tawarku, Antony langsung tersenyum, seperti meledek.

"Kenapa kamu mesem-mesem?"

"Baru pacaran sehari, udah disuruh nginep, gileeee!"

"Heh! Jangan mikir macem-macem! Kan udah setuju tadi sama syarat dan ketentuan."

"Hahaha iya becanda, boleh emang nginep?"

"Yaa... gak ada yang larang juga sih."

"Eh iya bener, yaudah sana ganti baju."

"Mau nginep sini?" Tanyaku memastikan.

"Iya sayaang, sana gih ganti baju," Ucapnya kalem, bikin aku tersenyum.

Aku bangkit berdiri, menuju lemari untuk mengambil baju, lalu meminta Antony minggir sedikit karena aku mau ambil pakaian dalam di laci bawah kasur.

Setelah itu aku ke kamar mandi, buka semua baju terus ciprat-cipratin air sedikit ke badan. Abis itu cuci muka, sikat gigi. Selesai itu, kupakai baju kaus dan celana pendek yang tadi kuambil, dan gak lupa... skincare malem.

Begitu keluar, aku rada ngeri, Antony sudah pakai celana pendek, kulihat celana jeans panjang yang ia kenakan tadi sudah menggantung di belakang pintu bersama dengan jaket yang tadi kami pakai.

"Kamu celana pendek dari mana?" Tanyaku.

"Pake double." Jawabnya santai.

Aku mengangguk, dia lucu deh pake celana pendek gitu, emmm... seksi. Hehehhehe!

"Rebahan ya? Aku udah capek." Kataku, Antony mengangguk.

"Gak apa kan kalau lampunya aku matiin?" Tanyaku.

"Ya matiin aja, kan udah mau tidur." Jawabnya.

Sebelum naik ke kasur, aku mematikan lampu utama, membuat stiker bintang yang tertempel di langit-langit langsung menyala.

"Bagus!" Serunya.

Aku naik ke kasur, merebahkan diri, Antony masih duduk di karpet, bersandar pada kasur. Aku berbalik, tidur menyamping di pinggir kasur, tangan kananku otomatis terulur jatuh ke arahnya dan ia langsung menggengamnya.

Menarik tanganku dari genggamannya, jari-jariku singgah di rambutnya, memainkan rambutnya yang lumayan gondrong.

Kami berdua diam, gak ada satupun yang bersuara, mungkin ini yang dinamakan menikmati momen kali ya?

"Kamu jangan tidur di bawah ya, dingin." Kataku akhirnya, memecah keheningan.

"Boleh tidur di atas bareng kamu?" Ia bertanya.

"Boleh, kan tidur, merem, gak ngapa-ngapain."

"Hehhe, okeee!" Katanya namun Antony bergeming, tak beranjak sedikitpun.

"Sini dong!" Aku memintanya naik, dan ia pun berdiri, aku langsung bergeser ke pojok biar Antony yang tidur di pinggir.

Antony merebahkan diri, lalu tidur menyamping menghadapku. Kamarku nih sudah gelap, cahaya hanya berasal dari luar, tapi aku masih bisa melihat wajah Antony dengan jelas.

"Udah gih tidur, merem." Katanya pelan.

"Kayaknya gak bakal bisa deh." Kataku.

"Lha terus kenapa nyuruh aku nginep?"

"Pengin ngobrol aja." Jawabku jujur.

"Yaudah, apa yang mau dibahas?"

"Gak tahu,"

"Aku nanya boleh gak?"

"Boleh," Kataku.

"Kamu kapan ulang tahunnya?"

"5 Mei, kamu?"

"Aku 15 Januari. Kamu waktu kecil cita-citanya jadi apa?"

"Pramugari hehehe, kamu?"

"Aku waktu SD pengin jadi pensiunan karena liat Kung gak kerja tapi tiap bulan dapet duit, hahahah, pas SMP baru tahu kalau pensiunan itu ya harus kerja dulu."

Aku tertawa mendengar itu, lucu banget dia tuh.

"Kamu kenapa pengin jadi pramugari?"

"Soalnya pramugari kan cantik-cantik, aku tuh waktu kecil rada centil gitu, pengin banget semua orang harus setuju kalo aku nih cantik."

"Emang kamu cantik kok!" Ujarnya bikin aku malu. "Tapi kalo sekarang jangan ganjen ya, nanti aku pusing." Tambahnya.

"Lha, siapa juga yang ganjen. Lagian pusing kenapa kamu?"

"Ya pusing lah kalo pacarnya ganjen, kamu gak ganjen aja kayaknya banyak yang suka kan? Apalagi kalo ganjen? Makin banyak nanti yang mendekat."

"Hah, apaan banyak yang suka, di fakultas aku tuh noh si Alia, yang anak Hasil Hutan, idola banget kali. Pasti tau kan kamu?"

"Tau karena banyak orang ngomongin, tapi gak tertarik." Jawabnya singkat.

"Kenapa?"

"Ya gak tertarik aja. Kalo kamu... tipe cowok gimana? Aku masuk tipe kamu gak?" Tanyanya.

Sebenernya ini pertanyaan gak penting sih, karena... toh dia udah jadi pacarku kan?

"Gak punya tipe cowok,"

Antony mengangguk, kemudian tanpa sengaja aku menguap.

"Dah, kita ngobrol banyak besok aja, kamu tidur gih." Katanya, tapi aku gak yakin bisa merem dalam kondisi begini.

"Yaudah, tapi aku madep tembok ya? Kalo madep kamu gak bakal bisa tidur kayaknya."

"Iya gak apa, ayok pake nih selimutnya!" Antony menarik selimutku yang terlipat, lalu ia membantu membentangkannya di atas tubuhku.

"Kamu gak pake?"

"Gak dingin, dah ayok sleep tight!" Ucapnya lembut.

Aku berbalik, tidur menyamping memunggungi Antony. Kupeluk guling ku lebih erat lagi, sambil memejam aku tersenyum.

Gosh!

Beneran dong ini, aku pacaran sama Antony hahahah masih gak percaya!!!

*******

TBC

Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo

Ps: double up untuk menemani malam minggu kalian~

Ps: udah masuk ke chapter 20an, bahaya akan segera datang~

*****

Aku iklan yaaa

Buat kalian yg mau baca cerita lamaku bisa banget melipir ke apps/play store yaaa
Bisa langsung download di sana

***

Ada juga beberapa cerita yg ku pindahkan ke platform lain

Innovel/Dreame
Bisa banget mampir ke sana
Ceritanya full dan gratis
Jangan lupa tinggalin love yaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top