-Dua puluh-
Tanganku gemeteran pegang HP. Anjir, Antony baru aja nembak dan aku gak tau harus jawab apa. Mana nanti balik kuliah kita janjian lagi.
Adoooh!
"Kenapa gak dimakan, La?" Tanya Rani, teman kelasku, kami lagi makan siang bareng.
"Ehehe, heheheh, mendadak kenyang." Kudiamkan soto mie yang baru kumakan setengah. Menatap kembali layar ponsel.
Kulihat status Antony yang sedang online, apakah ia menunggu balasanku?
Me:
Lagi kuliah Antoooo
Jangan bikin banyak pikiran
Akhirnya kukirim pesan balasan itu. Jantung masih dag-dig-dug gak jelas ini.
Antony Sendjaja:
Hahahaha
Kesel tuh kayaknya
Manggilnya Anto soalnya 😂
Me:
Dah ah lagi makan
Antony Sendjaja:
Mana ah? Gak lagi makan juga?
Aku langsung melirik sekitaran, dan ternyata ada dong si kunyuk ini, lagi makan siang sama Pak Arief, bapaknya.
Tatapan kami bertemu, Antony tersenyum jahil padaku. Dia tuh lagi makan tapi HP tetep nempel di tangan. Buset daah.
Antony Sendjaja:
Yaudah, nanti ya?
😘
Napasku tertahan karena emoji cium yang dikirimkan Antony itu. Ya ampunn kenapa seneng banget sih bikin gak karuan begini?
Aku sudah tak melanjutkan makanku, cuma ngabisin es jeruk yang siang ini kupesan, sambil menunggu Rini dan anak-anak lain kelar.
Sedang sibuk dengan ponselku, eh ada telefon masuk.
Giana calling....
"Hallo dek?"
"Kak? Kakak di kampus?"
"Iya, kenapa?"
"Kalo Bunda telepon, bilang aku nginep di kostan kak Ila ya?"
"Lha? Dek! Mau kemana kamu?"
"Ada ih kak, ya ya ya?"
"Jujur sama Bunda, kalo bohong nanti kenapa-napa loh di jalan."
"Kakak doain aku yang jelek-jelek nih?"
"Ya gak gitu, kamu paham kan maksudnya!"
"Please Kak, sekali ini aja, penting soalnya ini."
"Ya kalo penting bilang Bunda lah."
"Bunda gak bakal ngerti Kak."
"Yaudah iyaa!"
"Yes, makasi Kak, love you!"
"Bye!" Kumatikan sambungan telepon tersebut, lalu menelepon Ayah, untungnya panggilanku langsung diangkat.
"Kenapa La? Gak kuliah?"
"Ila mau kasih tahu sesuatu ke Ayah."
"Apaan?"
"Tadi Gina telefon, dia kayaknya mau pergi, terus suruh Ila bohong, kayanya kalo Bunda ngecek, Ila suruh bilang Gina malem ini nginep di kostan." Ucapku jujur.
"Dia bilang mau kemana?"
"Engga, Yah. Cuma bilang kalau penting, udah gitu aja."
"Yaudah, biar nanti Ayah yang urus, makasi ya Kak, kamu membuat pekerjaan Ayah sebagai orang tua jadi lebih mudah."
"Hahahaha oke Ayah, bye! Sampe ketemu bulan depan!" Kataku, ya... aku sudah bikin jadwal, sebulan sekali aku akan pulang ke rumah, tiap weekend minggu pertama.
"Bye sayang, belajar yang bener, jangan lupa makan!" Panggilan terputus dan aku pun merasa tenang.
Teman-temanku selesai makan, jadi kami berbarengan berangkat menuju kelas berikutnya di lantai 4.
Materi kuliah hari ini seru banget, satu kelas dibagi jadi dua tim, pro dan kontra, lalu dosen memberikan tema studi kasus yang akan kami debatkan.
Lagi seru-serunya debat, eh jam kuliah selesai. Tadinya kami minta lanjut, tapi dosen kami ternyata ada kelas lain, ngajar mahasiswa S2.
Seperti teman-temanku yang lain, aku membereskan alat tulisku, memasukan semuanya ke dalam tas. Setelah itu, keluar barengan dengan beberapa anak ke lantai satu, ada yang mampir ke kantin juga. Busetdah.
"La!" Aku terkejut, kampret banget si Antony, untung aku gak jantungan.
"Lo tuh gak kuliah apa ya?" Tanyaku kesal.
"Ada beberapa matkul yang udah lolos, gue gak harus ikut UTS nanti, santai deh, jadi cuma ikutan pas praktikum doang."
"Lo tuh pinter banget ya?"
Antony hanya mengangkat bahu, lalu ia menarik tanganku, membawaku ke parkiran.
"Mau kemana sih kita?"
"Jalan-jalan yuk ke kota? Gue kangen maen ke kota, buset nih, kuliah bikin gue maennya di kabupaten doang."
"Okay!"
"Nih, pake dulu helm-nya, gak apa kan naik motor? Mobil gue yang biasa dipake nyokap, tadi pagi telat bangun jadi telat naik jemputan ke kantor." Jelasnya sambil memberikanku helm berwarna putih ini.
"Ya gak apa-apa kali, santai aja." Kataku, langsung memakai helm pemberian Antony.
Ketika sudah siap, aku juga sudah naik ke boncengan, kita pun meluncur.
Antony ngajak aku keliling-keliling, nunjukin beberapa tempat main, tempat nongkrong dan beberapa mall yang terlewati saat kami membelah jalanan Bogor sore ini.
Waktu semester lalu, kalau main sama Irene tuh dibawa ke air terjun, camping di bukit, piknik di kebun raya, kali ini Antony mengajakku keliling kota buat liat peradabannya, dan menurutku, Bogor nih enak banget jadi kota tinggal. Pantes aja, pak Presiden pilih tinggalnya di Istana Bogor. Ademnya pol rek~
"La? Ke tempat gue waktu SMA suka ngopi ya?"
"Iya, boleh ke mana aja." Sahutku. Lalu, Antony mengarahkan motornya masuk ke perumahan, eh? Perumahan bukan sih? Kayaknya sih iya yaaa. Kemudian kami berhenti di sebuah rumah yang disulap menjadi cafe, enak banget suasananya, teduh.
"Yok!" Ajak Antony, aku langsung turun, melepas helm lalu meletakkannya di atas jok motor.
"Mau pesen apa?" Tanyanya.
"Liat menunya juga belum, Ton."
"Oh iyaaa..." Kami mendekati counter pemesanan, aku membaca menunya dan pilihanku jatuh ke milkshake regal.
"Pake kue gak?" Tanya Antony.
"Masih kenyang, nanti aja deh kalo pengen pesen."
Setelah memesan, Antony mengajakku ke bagian dalam rumah cafe ini, tujuannya adalah halaman samping yang gak kalah teduhnya dengan yang di teras tadi.
"Gue waktu masih sekolah suka banget ke sini sambil bikin tugas. Otak tuh jadi lancar kalo nugas di sini." Antony mulai bercerita.
"Emang adem tempatnya, bagus. Ini kalo di Jakarta nih, udah disebut hidden gem." Kataku, membuat Antony tersenyum.
Minuman pesanan kami datang, dan tentu saja aku langsung mencicipinya, lalu aku langsung takjub sama rasanya.
"Kenapa lu? Sampe merem-merem gitu?" Tanya Antony.
"Gue lagi nostalgia." Jawabku, sambil terpejam.
"Nostalgia? Lo pernah ke sini?"
"Gak, ini... minumannya rasa permen susu yang suka gue makan pas kecil."
"Permen susu? Yang ada kertasnya yang bisa dimakan itu?"
Aku mengangguk.
"Enak bangeeet!" Seruku.
"Ya bagus lah kalo enak, gue kira lo kenapa."
Aku sudah membuka mata, kulihat Antony sedang menatapku, jadi kualihkan pandanganku dengan mengaduk minumanku.
"Gamyla?" Panggilnya, aku mendongkak, membalas tatapannya.
"Hemm?"
"Pertanyaan tadi siang, jawab dong."
Jantungku kembali berdetak tak karuan gara-gara ucapan Antony barusan. Doooh, gimana sih ini?
"Pertanyaan yang mana?" Aku pura-pura gila aja dulu ya.
"Kan, gampang banget gue dilupain." Katanya dengan nada ngambek yang menurutku lucu.
"Ya apa? Lo sadar gak sih, chat lo tuh banyak banget Anto!"
"Iya ya?"
Aku mengangguk. Antony lalu membuka ponselnya, entah melihat apa. Lalu tak lama, ia menghadapkan layar ponselnya padaku, membuatku langsung membaca isi chat yang ia maksud.
Gilaak
Pacaran yuk ihhh
Masa gue mau di friendzone kaya si Aaron nih?
Mau gak?
Hahahahah
Anjirr
Gak bakat nembak
Dah gitu pokoknya
Aku tersenyum membaca pesan itu lagi, namun ada satu yang menarik perhatianku, yaitu penamaanku di kontaknya, gak pake nama, cuma pake emoji hati warna merah. Lah lah lah!
"Jadi gimana? Mau gak kita pacaran?" Tanya Antony dengan nada serius, membuatku otomatis menatap matanya untuk menghargai lawan bicaraku.
"Emm, hayu deh, tapi syarat dan ketentuan berlaku ya." Kataku, sebenernya Irene udah pernah nasehatin aku, katanya kalau pacaran gak boleh keliatan cupu, kalo kita cupu cowoknya nanti ambil kesempatan buat bego-begoin kita. Tapi... aku gak mau terlalu santai terus nanti terjadi yang engga-engga kaya jaman Rizal dulu. Takut.
"Syarat dan ketentuan berlaku? Kaya menang undian gue." Katanya nyengir.
"Ya maksudnya ada rules-nya gituu lohhhh." Jelasku.
"Apa contohnya?"
"Nanti deh ya itu dibahasnya."
Antony tersenyum, ia hanya mengangguk.
"Oke deh, resmi nih ya kita? Lo jangan ganjen lo ke cowok lain!"
"Hohhhhh! Kapan pula gue ganjen?!"
"Ya takutnya gitu heheheh atau lo meladeni cowok ganjen."
Aku hanya geleng-geleng kepala.
Kami menghabiskan sepanjang sore di cafe yang teduh ini, lalu setelah langit mulai gelap, Antony mengajakku makan malam.
"Rumah gue aja yuk?"
"Hahhhh?" Aku terkejut.
"Yuk! Kasian nyokap gue kalo makan malem sendiri, bokap gue lagi rapat soalnya."
Belom sempat menjawab, Antony sudah menjalankan motornya, membuatku dag-dig-dug-jer sepanjang perjalanan.
Aku hafal jalanannya, aku pernah ke sini, bareng Irene dan Olive, saat kami akan menjalankan rencana aborsi yang pertama.
Gosh, kalo inget itu... inget segimana baiknya Irene yang jagain Olive, aku paham sih sesakit apa Irene saat tahu Olive adalah selingkuhan pacarnya.
Motor berhenti, kami tiba di sebuah rumah yang terlihat nyaman, Antony turun sebentar untuk membuka pager besi yang setinggi dada.
Aku juga turun dari motor, memilih jalan aja masuk rumahnya.
Di teras rumah ini, banyak banget tanaman hias yang disusun di rak cantik berwarna putih. Tanamannya pun macam-macam. Dan di teras ini, menurutku yang menarik itu pemilihan warna lampunya. Bukan lampu neon putih yang terang. Tapi lampu bohlam warna warm-white yang bikin bagian depan rumah terlihat tenang. Ayahku kayaknya bakal suka nih malem-malem nge-teh di sini.
"Yok masuk!" Antony menarik tanganku, ia lalu meneriakkan salam saat membuka pintu rumah, dan terdengar sahutan lembut dari dalam.
"Bu, masak gak Bu? Laper nih!" Seru Antony.
Pandanganku sendiri tersita ke foto keluarga di ruang tamu, ada 6 di foto itu, dan sepertinya Antony nih anak bungsu dari 4 bersaudara.
Begitu masuk ke ruang keluarga, aku terpana dengan satu lemari pajangan yang berisi piagam, dan plakat penghargaan, atas nama Ayahnya Anton dan entah siapa lagi. Ibunya mungkin?
Ketika kami sampai di ruang makan, aku langsung tersenyum melihat Ibunya Antony yang terlihat sangat cantik dalam pakaian rumahannya; daster.
"Sama siapa Dek?" Tanya Ibunya.
"Ini namanya Gamyla, Bu!" Aku langsung mendekat, mencium punggung tangan Ibunya Antony.
"Kita laper, terus kepikiran buat temenin Ibu makan. Masakan kan Bu?"
"Baru selesai, baru mau dibawa ke meja."
"Yes!"
"Kamu siang nemenin Ayah makan kan Dek?"
"Iya lah, tugas wajib selama di kampus kan itu?"
Kulihat Ibunya Antony tersenyum,
"Dah, Ibu siapin makanan dulu yaa! Katanya laper kan?"
"Siap!"
Ibunya Antony berbalik, berjalan ke dapur yang ada di sebelah ruang makan.
"Gue bantuin ibu lo ya?" Kataku, gak enak lah kalo diem aja.
"Iya, sok aja." Jawabnya, menarik satu kursi dari meja makan lalu duduk di sana.
Aku menyusul ibunya Antony, lalu menawarkan diri untuk membantu.
"Tante boleh saya bantu?" Tanyaku.
"Eh iya, ini yang udah dipindah ke wadah, tolong bawa aja ke meja ya, makasih."
Aku langsung mengangguk, kubawa hidangan yang dimasak Ibunya Antony, meletakkannya di meja. Malam ini menu makanannya ayam goreng, sayur sop makaroni dan udang goreng tepung. Ya ampun enak-enak banget ini.
"Yuk, dimakan!"
Ibunya Antony memimpin doa sebelum makan, mataku terpejam ketika doa dipanjatkan. Lalu sedikit mengintip ke Antony yang ternyata.... lagi ngintip juga.
Kami berdua tersenyum dan gak tau lah, aku merasa bahagia melihat senyumnya itu.
Gosh!
***********
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top