-Delapan-
Tak terasa satu semester akan berakhir begitu saja. Minggu depan aku UAS dan, hidup baik-baik saja.
Dunia perkuliahan terasa menyenangkan buatku. Apalagi ada Rizal yang banyak menemani dan membantuku. Ditambah teman-teman yang asik. Aku benar-benar suka kuliah.
"Beres UAS aku PKL, Yaang," Ujar Rizal.
"Ke Maluku?" Tanyaku, dan Rizal mengangguk.
"Ararkula, nama pulau-nya. Masih pulau kosong gitu, tapi ada hutan mangrove-nya. Kamu kan tahu spesialisasi aku ke mangrove."
Aku mengangguk.
"Kapan berangkat?"
"Yaah, 3 minggu lagi lah, abis UAS terus siap-siap. Di sana kan laut Aru juga kan ya? Jadi aku gabung sama team dari AT-SEA Program." Jelasnya.
Aku mengangguk, agak berat juga nih kayaknya ditinggal Rizal.
"Yaudah, berarti minggu ini kita fokus belajar ya? Biar nilai UAS bagus, terus kamu bisa PKL dengan tenang." Kataku.
"Aku PKL 3 minggu doang, nanti lanjut lagi kalo bisa sih sekalian penelitian, kalo bisa... aku masih ada mata kuliah pilihan yang harus diambil."
"Yaudah, semangat ya!"
Kini Rizal yang mengangguk.
"Aku balik ke kamar ya?" Kataku, ini sudah menjelang malam dan kami masih di gedung kampus.
"Eh? Gak mampir tempatku dulu?" Tanyanya.
"Gak deh, nanti lagi aja ya?"
"Yaudah yok, aku anter sampe gerbang, aku juga balik deh,"
Aku mengangguk, lalu kami pun berjalan ke arah asrama putri.
Sumpah ya, jalan kaki di sekitaran kampus pas golden hour gini tuh cakep banget, berasa gitu romantisnya. Apalagi sedari tadi tangan Rizal menggengam tanganku erat.
Ya ampun, aku berharap masa-masa kuliahku bisa begini selama 4 tahun. Biar enjoy aja hidup ini.
"Kamu hati-hati," Kataku ketika kami sampai.
"Jalan doang, hati-hati kenapa? Hehehe!"
"Ya hati-hati dong, kalo ada burung terbang di atas kamu terus kamu diberakin gimana?"
"Hahahaha, ngaco!" Serunya tertawa lepas.
"Yaudah, yang penting udah aku hati-hatiin loh yaa.. byeee!"
"Bye sayaang!"
Rizal berbalik, sementara aku masuk ke halaman asrama, berjalan santai menuju kamarku.
Begitu masuk kamar, aku kaget melihat Irene dan Jingga yang sedang duduk di pinggiran kasur Olive.
Olive sendiri mukanya pucat.
"Ehhh? Kenapa Liv?" Tanyaku dengan nada khawatir.
"Masuk angin, La." Jawab Irene.
"Iya, tadi dia muntah-muntah, makanya Liv, udah stop begadang, begini kan jadinya?" Tambah Jingga.
Ya, semakin dekat UAS, Olive juga semakin gila belajar. Dia tahan begadang sampe jam 3 pagi cuma buat baca materi.
"Liv, please... udah dulu belajarnya. Kamu tuh pinter, jangan sampe pas hari-H UAS kamu malah drop. Minggu ini istirahat ya? Jangan begadang." Kataku lembut.
Olive hanya tersenyum.
"Kamu udah makan? Aku beliin makan ya?" Kataku.
"Nah iya, lo berdua beli makan gih." Ucap Jingga.
"Ayok La!" Seru Irene.
"Yaudah oke!" Kuletakkan tas berisi laptop di kasur, hanya mengambil dompet lalu keluar bersama Irene.
Kami berdua hening sepanjang perjalanan di lorong asrama, begitu sudah keluar gerbang, Irene buka suara.
"Kasian banget Olive, gue takut dia stress gara-gara belajar. Ini aja dia sampe drop coba."
"Kita kasih obat tidur apa ya? Jangan bilang ke dia obat tidur tapi... biar dia gak begadang."
"Ngeri gak sih? Kalo gak bangun nanti jatohnya pembunuhan berencana." Sahut Irene.
"Emmm, iya juga sih. Yaudah obat apa gitu yang efek sampingnya menyebabkan kantuk."
"Nah yaudah itu boleh tuh, kita jalan ke samping aja ya? Sekalian cari obat?"
"Siap!" Seruku.
Aku dan Irene berjalan menuju samping, pintu kecil yang biasa kulewati kalau mau main sama Rizal.
"La? Gue boleh curhat gak?" Tanya Irene, kami sudah di jalan pulang.
"Ya boleh, kenapa Ren?"
"Akhir-akhir ini cowok gue berubah. Dia kaya... gimana ya? Gak ngabarin gue, terus feeling gue tuh kalau dia nyimpen sesuatu gitu."
"Waduh? Lo bilang ke dia kalau lo ngerasa dia berubah?"
"Udah, katanya dia sih gue overthinking gak jelas. Bukan dia yang jarang kabarin, tapi gue yang terlalu sibuk kuliah makanya kita gak saling chatan. Dia malah nyalahin gue La." Ujar Irene.
"Lo ngerasa lo terlalu sibuk? Atau itu cuma pembelaan dia aja?"
"Yaa, mungkin gue sibuk... gila aja lu... mau UAS kita, tugas yang dikumpul pan ada segambreng, belum lagi materi-materi buat UAS? Ini karena minggu tenang aja nih, kita jadi bisa ngomong banyak."
"Emmm, yaudah itu sih misscom aja kali. Lo udah berapa lama pacaran?" Tanyaku.
"2 tahun La, jalan 3 tahun sih, 4 bulan lagi."
"Mayan laah, kata orang-orang, kalo bisa lewatin 3 tahun pertama, ke sananya bakal gampang."
"Semoga lah ya?"
"Semoga!" Kataku.
Kami sampai di kamar, langsung menyuruh Olive dan Jingga makan. Karena Irene masih kenyang, jadi dia yang suapin Olive, yang entah kenapa mendadak nangis.
"Lo kenapa Liv?" Tanya Irene, bingung.
"Ya... ya aku beda aja ya? Aku... aku gak kaya kalian yang santai... yang hidupnya lurus." Ucap Olive sambil terisak.
"Udah ah santai, gak beda kok, lo cuma lebih rajin aja dibanding kita. Bagus kok itu... tapi jangan terlalu. Segala sesuatu yang berlebihan itu gak baik. Liat nih... lo jadi sakit kan?"
Olive mengangguk, lalu Irene pun meneruskan menyuapinya.
Lord, ada-ada aja ya kehidupan ini.
*******
Besok Rizal berangkat, aku sudah menyiapkan perbekalanku untuknya. Ada obat-obatan, vitamin, sunscreen, dan lainnya yang sekiranya akan dibutuhkan olehnya.
Siang ini, aku berencana ke kostan Rizal, memberikan semua yang sudah kubelikan untuknya.
"Gue pamit keluar ya!" Seruku.
"Lo liat Olive gak tadi di kamar mandi? Tu anak bilang mau mandi tapi lama banget!" Ujar Jingga.
Aku menggeleng.
"Sekalian nyuci kali, jadi di atas jemur dulu. Terus keasikan liat pemandangan dari atas, jadi ngelamun dulu, gue sering begitu." Kataku.
"Hemm, iya kali tuh, dah Ngga, lo gak usah parno." Sahut Irene.
"Naah tuh, dah ya gue berangkat!"
"Hati-hati La, salam buat Rizal." Ucap Irene.
Aku mengangguk, kemudian membuka pintu kamar, keluar dan tak lupa... menutupnya kembali.
Begitu keluar gerbang, pas banget ada ojek yang nawarin. Aku pun emang males jalan sendirian ke samping, jadi aku langsung naik ke boncengan abang ojek, sambil memberikan tahukan tujuanku.
"Kostan warna-warni ya Bang!"
"Siap Neng!"
Motor melaju, emang sih kalau naik ojek itu gak bisa lewat pintu samping, harus lewat depan yang muternya lebih jauh. Tapi yaudah lah ya? Gak jalan kaki ini.
"Makasih Bang!" Kuberikan uang selembar lima ribu dan selembar dua ribu rupiah pada Abang Ojek. Standar ojek nih emang lima ribu, tapi karena keluar... yaudah lah ya lebihin 2 ribu.
"Sama-sama Neng!" Sahut Bang Ojek yang langsung melaju, kembali ke kawasan kampus.
Aku berjalan menuju kamar Rizal yang berwarna biru.
"Zal? Rizal?" Seruku, dan pintu pun langsung terbuka.
"Masuk sini Yaaang!" Serunya. Aku mengangguk kemudian melepas sepatuku, lalu masuk ke kostan Rizal, duduk di kasurnya. Lalu Rizal sendiri menutup pintu kamar, mungkin karena di luar ramai, berisik.
Kamar kostan ini agak berantakan, Rizal sedang berkemas, sudah ada tas ransel ukuran besar, lalu ransel ukuran sedang, dan sebuah tas pinggang.
"Udah siap semua?" Tanyaku.
"Udah Yaang, bingung apa lagi yang dibawa, kan cuma tiga minggu. Ini peralatan aja yang bikin banyak."
Aku mengangguk.
"Masih cukup dimasukin ini?" Tanyaku, memberikan perbekalan yang sudah kusiapkan.
"Apaan nih?"
"Vitamin, obat, sunscreen, gunting kuku, banyak deh."
"Gunting kuku?"
"Iya, kamu di sana tiga minggu kan? Nanti kalo kukunya panjang gimana? Mau digigitin? Jorok!"
Rizal tertawa mendengar itu. Jadi ya aku sih cuma senyum.
"Makasi yaa udah perhatian sama aku," Katanya ketika suara tawanya mereda.
Aku mengangguk.
"Nonton yuk?" Ajaknya.
"Nonton apaan? Ke Bioskop?"
"Capek kalo ke luar, nonton di laptop aja, mau film apa kamu?"
"Apa aja deh,"
"Yaudah, sebentar."
Rizal menarik laptop dari laci meja belajarnya, lalu mulai memasang laptop di ujung kasur, ia sendiri duduk di sampingku.
"Action comedy aja ya?"
"Boleeeh," Kataku.
Dipilihlah film SPY, film lamanya Jude Law dan Melissa McCarthy. Dari awal film udah keliatan nih gesreknya si Melissa, beneran deh ni cewek satu, dia tuh tercipta untuk bikin orang tertawa.
Sedang asik menonton, Rizal tiba-tiba merangkulku, membuatku bersandar di bahunya. Aku sedikit menelan ludah, tapi tetap fokus pada film.
Aku diam, ketika Rizal menarik daguku lalu ia sendiri memajukan wajahnya, dan mendaratkan sebuah ciuman di bibirku.
Seperti biasa, aku hanya bisa diam sementara Rizal melihat bibirku, dan ketika lidahnya sudah menerobos masuk ke mulutku, pelan-pelan kubalas ciumannya.
Sedang asik berciuman, aku terlontar ketika tiba-tiba tangan Rizal meremas payudaraku.
"Zal!" Aku menarik diri dari ciuman ini, lalu menyingkirkan tangannya dari dadaku.
"Cuma pegang doang Sayaang," Ucapnya pelan.
Aku menggeleng, mulai merasa tak nyaman dengan keadaan ini.
"Ayolah La, kamu gak bosen emang kita cuma ciuman doang?"
"Gak, Zal. Aku belum mau!" Seruku tegas.
"Please doong, kamu gak sayang ya sama aku?" Katanya dengan nada lembut kemudian tangannya mencoba menggapai dadaku lagi.
"Gak, Zal. Udah kita nonton lagi aja!"
Tiba-tiba Rizal mendorongku, membuatku merebah ke kasur dan ia langsung menindihku.
"Zal, please, engga Zal!" Aku panik seketika, tapi entah kenapa tubuh ini mendadak lemas, aku kaya gak punya tenaga buat dorong dia.
"Yuk La, biar 3 minggu nanti aku keingetan kamu terus!" Bisiknya pelan lalu menjilat leherku.
Aku bergidik, masih berusaha menolak dengan menggeleng-gelengkan kepalaku, tapi Rizal sepertinya tak putus asa.
Selain mencium leherku, tangannya pun mulai meremas payudaraku lagi.
"Zal, please... gak gini Zal! Gak sekarang!" Pintaku, air mataku menetes begitu saja.
"Zal! Engga Zal!!" Seruku tapi ia sepertinya tidak mendengarkan permohonanku ini.
Menguatkan diri, aku mencoba mengumpulkan tenagaku, lalu berusaha kembali mendorong Rizal. Karena tangannya sibuk di payudaraku dan tidak menahan tubuhku seperti tadi, aku bisa mendorongnya sedikit, lalu dengan bantuan kaki, aku menendang kakinya.
"Awww!" Serunya ketika ia terjatuh.
Aku langsung berdiri, mengambil tas selempang milikku lalu menuju pintu.
Belum sempat meraih gagang pintu, Rizal menahanku, langsung mendorongku ke tembok.
"Aku belum selesai sayaang!" Bisiknya lalu ia mengigit kecil daun telingaku.
"Rizal, enggak!" Seruku! Karena posisinya berdiri, aku langsung saja menekukkan kakiku ke atas, mengarahkan dengkulku ke miliknya.
"Fuckkk!" Kakinya sambil terjatuh ke lantai.
"Ilaaa!" Kudengar teriakan itu ketika aku membuka pintu yang terkunci lalu bergegas keluar, bahkan memakai asal sepatuku, kemudian berlari.
"Woy!" Aku terjatuh, karena gak liat jalan dan menginjak tali sepatu sendiri, aku malah menabrak seseorang, membuatku sedikit tersiram makanan yang dipegang orang ini, dari baunya sih bakso.
"Lo hati-hati dong!" Serunya.
Aku berdiri, dan melihat orang yang kutabrak ternyata Antony.
"Sorry!"
"Lo kenapa dah? Kaya dikejar setan!" Tanyanya yang kujawab dengan gelengan kepala.
"Ila?" Kami berdua menoleh, Rizal keluar dari kamar. Sial!
"La, tunggu!"
"Engga Zal!!" Aku yang takut hanya bisa mundur pelan-pelan.
"Eh bentar? Lo diapain sama dia La? Berantakan banget lo?" Antony bertanya.
"Heh, bukan urusan lo ya!" Seru Rizal.
"La lo diapain?" Ulang Antony.
"Gak apa-apa, gue cuma mau balik ke asrama," Aku masih mundur perlahan, dan ternyata aku kesandung batu, membuatku terjatuh kembali.
Kali ini Antony mengulurkan tangannya, membantuku berdiri.
"Eh lo jangan pegang-pegang cewek gue!" Rizal mendekat dan aku langsung bergidik ngeri, mundur kembali... dan terjatuh lagi. Sial!
"Kayaknya dia gak mau ya deket-deket sama lo!" Seru Antony, ia menggeser tubuhnya, berdiri di depanku yang terjatuh di aspal.
"Gue bilang kan jangan ikut campur!"
"La coba lo bilang, lo diapain sama cowok lo ini?"
"Di... dia bukan cowok gue. Ki.. kita putus." Kataku terbata.
"Naah, tuh cewek berarti udah gak mau sama lo!" Seru Antony.
"Gue bilang kan gak usah ikut campur!" Seru Rizal lagi dan pada saat yang bersamaan tinjunya melayang ke arah Antony, yang untungnya... Antony bisa menghindar.
"Yee bangke!" Seru Antony, dan ia pun membalas pukulan Rizal, sayangnya, Rizal gak bisa menghindar sehingga ia pun terjatuh.
Berbalik, Antony menatapku yang masih di aspal, ia mengulurkan tangannya lagi.
"Ayok! Lo gue anter ke asrama!" Serunya, menarik kerah belakang kemeja yang kukenakan seolah-olah aku ini anak kucing.
Tapi gak apa, setidaknya aku selamat dari Rizal.
Syukurlah.
*******
TBC
Thank you for reading
Don't forget to leave a comment and vote this chapter xoxoxoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top