SEWINDU -50- Drowning

"Bumi tidak berputar mengitarimu. Jadi berhentilah memaksakan kehendak!"

•••

Gafril menendang keras bahu Gemma, hingga pria itu terjungkal. Pria yang setiap hari belakangan ini hanya bisa merenung, menangis dan meminta maaf pada sesuatu yang tidak terlalu penting.

Jika bukan karena menghormati mereka yang tengah beristirahat pada pembaringan akhirnya. Sudah Gafril pastikan Gemma lumpuh disini karena pukulannya.

Gafril tipikal pria tenang, ia tak pernah bertindak brutal. Namun, jika ia merasa perbuatan itu sudah mencapai batas sabarnya, maka akan dia hancurkan, sehancur-hancurnya.

Gemma hanya diam seperti kucing yang dipukul dengan lidi. Ingin rasanya Gafril menghajar wajah sahabatnya itu.

Sudah cukup waktu yang Gafril berikan padanya. Ini bukan saatnya meminta sesuatu yang tabu pada hal yang gak akan pernah mewujudkan permintaan Gemma.

Ia selalu saja seperti itu, tidak bisa berpikir jernih. Bertindak diluar nalar, dan terlihat seperti sekarang, layaknya orang idiot yang berbicara pada sebuah makam.

"Sampai kapan lo jadi orang sinting kaya gini, hah!? Lama-lama gue bunuh juga lo!" geram Gafril menghardik Gemma.

"Gaf, gue harus minta maaf sama Greta. Dia gak boleh bawa anak gue pergi," ujar Gemma menggeleng cepat.

Ingin rasanya Gafril mengubur pria itu di tempat ia berpijak saat ini.

BUGH!!!

Satu pukulan bersarang di wajah Gemma sekali lagi. Gafril meremas kerah bajunya "Dengar Gem, sudahi kebodohan lo ini! Udah cukup waktu yang gue kasih buat lo minta maaf sama mendiang Greta! Masih ada dia yang butuh semangat dari lo!" bentak Gafril geregetan.

Gemma kembali menangis, ia menundukkan kepalanya ke tanah "Cuma ini yang bisa gue lakuin, Gaf. Liat dia gak berdaya kaya gitu aja, udah ngebuat jiwa gue mati, apalagi kalau sampai Greta bawa dia," jelasnya berurai air mata.

Gafril berdecak keras "Gue udah dengar kalimat itu ratusan kali dalam beberapa hari ini. Yang harus lo lakuin sekarang, temani dia! Dia butuh lo di sampingnya."

"Tapi, kalau nanti Greta tetap marah sama gue gimana? Gue gak siap kalo dia bawa Gaby, Gaf. Gue gak bisa,"

Muak! Gafril sudah sampai pada batas kesabaran dirinya. Dengan kekuatan penuh, ia menghantam kepala Gemma dengan sikunya, agar pria itu berhenti bertingkah konyol.

Pria itu terkapar pingsan karena pukulan keras Gafril. Lalu dengan tanpa perasaan ia menyeret tubuh Gemma seperti menarik karung sampah.

"Susah kalo punya temen otak udang!" gerutu Gafril yang sudah terlihat seperti psikopat.

***

Gezza terbangun dalam mimpinya, seluruh tubuhnya basah kerena keringat yang bercucuran.

Mimpi yang sangat buruk, hingga membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari keadaan normal.

"Gak, dia harus pulang!" tegas Gezza.

Lalu, kejadian tempo hari yang lalu. Dimana ia melihat Gaby menutup mata sembari tersenyum.

Kepala gadis itu mengeluarkan banyak darah. Gezza hanya bisa mematung melihat tubuh kecil itu diangkat kedalam ambulans.

Gezza dan yang lainnya berpikir jika Gaby sudah pergi untuk selamanya, karena denyut nadi yang tak lagi terasa.

Seketika Gezza merasa bumi runtuh di bawah pijakan kakinya. Ia belum siap dengan semua kenyataan ini.

Hingga beberapa saat kemudian, mereka semua bisa bernafas lega.

Beruntunglah, setelah pertolongan pertama yang dilakukan oleh pihak medis, gadis itu kembali mendapatkan denyutnya. Namun, kelegaan tidak bertahan lama, karena gadis itu di nyatakan dalam kondisi koma.

Gezza tetap bersyukur, karena Tuhan masih memberikan kesempatan untuknya meminta maaf dan menebus semua dosanya pada Gaby.

Ia berjanji akan melakukan apapun jika gadis itu kembali lagi pada hidupnya. Gezza hanya butuh Gaby tersenyum, ia tak butuh apa-apa lagi selain itu.

Ponsel Gezza berdering, lalu ia meraihnya dan menempelkan benda pipih itu di telinga.

"Halo, Pa?"

"Za, kamu kesini sekarang! Bantu Papa bawa orang stress ini."

"Papa dimana sekarang?"

"Papa udah shareloc di WhatsApp kamu. Cepetan ya, Za. Sebelum akal sehat Papa hilang, dan buang ini orang ke sungai."

"Jangan, Pa. Om Gemma bisa mati nanti!" sentak Gezza.

"Makanya kamu kesini, Za. Ini kepala Papa mau pecah!"

"Oke, oke! Gemma jalan sekarang!"

Setelah itu Gezza berdiri dan mengganti bajunya dengan gerakan kilat.

Ia tau kegilaan Papanya. Jika sudah berbicara sefrustasi itu, maka Papanya akan berbuat nekat.

***

Gishel dan Yasmine berdiri gelisah di depan ruang ICU. Menunggu dokter keluar yang sedang memeriksa seseorang.

Gishel menatap Yasmine yang terus berdoa "Yasmine," lirihnya

Yasmine menoleh "Ya, Bu."

"Jangan panggil formal seperti itu Yasmine, aku teman kamu sekarang. Panggil Gishel aja," ucap Gishel dibarengi dengan senyum.

Yasmine tersenyum segan "Tapi, gak sopan. Aku ini lebih muda umurnya, masa manggil nama aja," ucapnya sungkan.

Gishel tersenyum "Kalo gitu, panggil Mbak aja. Lagian kamu juga seumur sama adik sepupuku."

"Oke, Mbak." putus Yasmine sembari tersenyum, "Oh iya. Tadi aku liat Gezza sama Pak Gafril, tapi kok gak kesini ya?"lanjut Yasmine bertanya.

"Gezza Mbak suruh beli makan buat kita tadi. Kalo Papanya, lagi ngurus bapak brengsek!" jawab Gishel geram.

"Emang Mas Gemma kenapa? Kok harus diurus?" tanya Yasmine kepo.

Gishel menyipitkan mata menatap wanita disebelahnya "Nada bicara kamu, kok agak ada khawatir-khawatirnya gitu ya?" godanya.

Pipi Yasmine memerah, lalu ia menggeleng cepat "Enggak kok, Mbak. Aku cuma tanya. Harusnya dia ada disini dan nemanin anaknya," ujar Yasmine.

"Gemma emang dari muda sampe sekarang emang brengsek! Tabiat bajingannya udah mendarah daging. Aku heran mengapa ada garis keturunan nigrat yang memiliki penerus seperti dia," timbal Gishel.

Yasmine cukup terkejut "Jadi, Mas Gemma itu keturunan ningrat?"

Gishel mengangguk "Iya, tapi dia diasingkan keluarga karena sikapnya yang gak mau ikut aturan. Aku tau banyak tentang Gemma dari suamiku."

Gishel menatap ruangan kaca yang di dalamnya terdapat seorang gadis yang masih dalam pemeriksaan tim dokter dengan selang-selang yang menempel di tubuhnya.

"Aku berharap gadis itu cepat sadar. Dan kasih hukuman hanya untuk bapak kurang ajarnya. Bukan hukuman yang seperti ini."

Gerutuan Gishel terhenti saat dokter yang memeriksa Gaby keluar dengan raut wajah frustasi.

Gishel berdiri dan ikuti juga oleh Yasmine di belakang, menanyakan kondisi terkini Gaby.

"Kondisinya kritis saat ini, kita harus melakukan tindakan cepat!" seru dokter itu.

"Lakukan apapun itu, Dok. Asalkan putri saya bisa selamat," sela Gishel cepat.

"Kita harus segera melakukan operasi. Karena terdapat gumpalan darah pada otak yang terjadi akibat benturan benda keras," jelas sang Dokter.

Tubuh Gishel terasa lemas, mendengar kata operasi. Apalagi ini dilakukan pada otak yang merupakan salah satu bagian penting sistem saraf pusat. Dan sejauh yang wanita itu tahu, operasi tersebut sangat riskan.

"Berapa persen kemungkinan operasinya berhasil, Dok?" tanya Yasmine cemas.

"Kemungkinan berhasil adalah 50% nyonya, tapi jika dibiarkan maka gumpalan darah itu akan mengakibatkan kejang otak, kelumpuhan, bahkan kematian." Dokter menjelaskan secara singkat padat jelas.

"Kita harus segera mengambil secepatnya tindakan, Nyonya. Demi keselamatan pasien," lanjut sang Dokter.

Gishel mengangguk paham, akal sehatnya kembali, ia tidak boleh panik pasti ada jalan keluarnya.

"Tapi harus ada persetujuan dari orangtua kandung pasien."

"Baik Dok, saya akan segara menghubungi orang yang bersangkutan."

***

Beberapa menit yang lalu, ia tersadar dari pingsannya dan kembali meracau tak jelas. Meminta maaf berkali-kali dan mengemis pada istrinya yang telah meninggal untuk tidak membawa putrinya pergi.

"Udah, Om. Kelakuan Om ini sama aja bikin Tante Greta sedih. Kuat om!" seru Gezza memberikan semangat.

"Om harus bujuk Greta supaya dia gak bawa Gaby pergi, Za."

Gafril yang mengemudi di depan memutar mata jengah. "Udah, Za. Dari pada pusing denger Kalimat dia, mending kamu jedotin lagi palanya biar diem," saran Gafril.

Ponsel Gafril berdering. Lalu ia mengintruksikan pada Gezza untuk mengambil ponsel di dalam sakunya. Karena sedang mengemudi dan keadaan jalanan yang cukup ramai. Ia tidak mau mengambil resiko.

"Halo, Ma?" sapa Gezza saat panggilan terhubung.

" ... "

"Iya, aku sama Papa dan Om Gemma? Ada apa Mama nelpon?"

" ... "

"Apa!? Iya, iya Gezza sama Papa kesana sekarang!"

" ... "

"Oke, Ma!"

"Kenapa, Za?" tanya Gafril saat panggilan terputus.

"Puter balik, Pa! Kita ke rumah sakit, Gaby kritis!" ucap Gezza cepat.

Mendengar itu, Gemma langsung merengek histeris seperti perempuan "Retaaaa, jangan bawa dia, Reta!"

"Astagfirullah!" seru Gafril dan Gezza bersamaan.

•••

Tbc

Yeah! Gak jadi meninggal kan ya. Sesuai permintaan pembaca tercintah! 😊

Vote dan Komentar yak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top