Min Yoon Gi
Anggap aja kalau ini Yoongi versi bad boy ya... gaya-gayaannya AgustD lah.
Menjadi kekasih dari kapten tim basket bukanlah hal yang mudah.
Dijadikan bahan penindasan gadis yang masih tidak bisa menerima kenyataan, menjadi panutan para pasangan populer di sekolah, bahkan sampai ikut perayaan kemenangan pertandingan sudah menjadi hal yang biasa untuk [Name]. Sering sekali Yoongi, kekasihnya, memintanya untuk datang ke latihan atau pertandingan mereka terlepas kesibukan [Name] yang tidak kalah menggunung. Hasilnya? [Name] terpaksa meluangkan waktu karena tidak tahan melihat wajah memohon Yoongi yang sangat imut.
Hari ini [Name] juga harus meluangkan waktunya untuk menonton pertandingan terakhir Yoongi. Kekasihnya terpaksa menyerahkan gelar kapten karena ia sudah berada di tingkat akhir. Ujian menjadi alasan utama mengapa Yoongi rela melepaskan jabatan yang sudah ia pegang selama setahun terakhir pada adik kelasnya.
Sialnya, lawan terakhir mereka adalah lawan paling tangguh yang pernah mereka hadapi. Tidak jarang tim Yoongi menelan kekecewaan karena perbedaan skor yang sangat tipis karena tim yang satu ini. Dan [Name] berusaha mengalihkan perhatian kekasihnya agar tidak terlalu merasa gugup.
“Aku mau daging panggang saat pulang nanti,” kata [Name] sambil menghampiri Yoongi yang berdiri di lorong. “Dan aku tidak berniat untuk ikut perayaan kemenanganmu malam ini.”
Sebelah alis Yoongi terangkat. “Bagaimana kau bisa yakin aku mau mentraktirmu?”
“Karena kau mencintaiku,” [Name] mengangkat bahunya acuh tak acuh. “Itu. Dan aku yakin kau akan memenangkan pertandingan terakhirmu.”
Senyum terukir di bibir Yoongi. Ia terlihat senang dengan kepercayaan diri yang ditunjukkan oleh kekasihnya. Percaya atau tidak, [Name] tahu kalau keberadaannya mampu meningkatkan rasa percaya diri Yoongi, seakan ia mampu menghadapi siapapun ketika bola sudah dilemparkan.
“Tentu saja. Aku tidak akan memperpanjang daftar kekalahanku tepat sebelum menyerahkan jabatan,” Yoongi meraih tangan [Name], menautkan jemari mereka sembari berusaha meredam rasa gugupnya.
Sebelum [Name] mampu mengucapkan sesuatu, suara serak terdengar dari belakang mereka. “Kau tidak akan membawa kemenangan apapun hari ini, sobat. Hanya malu yang akan kaurasakan hari ini.”
[Name] melihat Yoongi memosisikan dirinya berada di antara [Name] dan kapten tim lawan. Genggaman Yoongi sedikit mengerat saat si kapten hanya berjarak beberapa langkah dari posisi mereka berdiri. [Name] memperhatikan kapten dengan seksama. Tinggi badannya yang melebihi seratus delapan puluh senti dan lengan yang sebesar pahanya, sama sekali tidak membuat [Name] merasa terintimidasi. Apalagi ada Yoongi bersamanya.
“Kepercayaan diri yang berlebihan hanya akan menjatuhkanmu,” sahut Yoongi dengan nada memperingati.
Si kapten tertawa. “Seharusnya aku yang berkata seperti itu padamu, Kapten Min. Menang dalam beberapa pertandingan tidak akan mengubah kekuatan sebuah tim. Kau dan tim-mu yang tidak seberapa itu akan hancur saat berhadapan dengan tim-ku.”
Dahi [Name] mengernyit tidak suka. “Mungkin seharusnya kau mengingat betapa lucunya wajahmu saat Yoongi berhasil mengalahkanmu dan tim-mu yang kau banggakan itu terakhir kali kalian bertanding.”
Jelas balasan [Name] tidak membuat si kapten merasa senang. Malah, ia menunjuk wajahnya [Name] dengan telunjuknya yang besar serta raut wajah yang dipenuhi dengan amarah. Garangnya raut wajah si kapten tidak menakuti [Name]. Ia sudah kebal dengan segala perilaku buruk ketika baru menjadi kekasih Yoongi dulu.
“Tutup mulutmu, gadis lancang! Gadis bodoh sepertimu tidak berhak memotong pembicaraanku dengan kapten Min. Ganti pakaianmu dengan rok mini dan melompat seperti gadis bodoh lainnya di sisi lapangan.”
[Name] menyembunyikan senyum saat Yoongi menepis telunjuk si kapten dan berdiri tegak di hadapannya. “Minta maaf padanya.”
Si kapten mendengus meremehkan. “Kau mencoba menyuruhku untuk meminta maaf pada gadis bodoh itu? Kau menyuruhku?”
“Memangnya ada orang lain selain kita di sini? Atau tubuhmu yang besar itu mengurangi kerja otakmu hingga kau menjadi tuli dan bodoh?”
Savage Yoongi, batin [Name] seraya berusaha menahan senyum. Ia mengusap punggung tangan Yoongi dengan Ibu jarinya, berusaha menenangkan Yoongi agar tidak melakukan hal bodoh.
Kepalan tangan hampir saja meremukkan hidung Yoongi kalau ia tidak cepat mengelak. Kapten Kim memandang mereka dengan amarah yang berkobar, geraman marah juga menggema di tengah lorong yang sepi. Namun, amarah yang ditunjukkan masih belum membuat Yoongi gentar.
“Kalau aku menang, kau akan memohon maaf padanya tepat setelah pertandingan berakhir. Aku ingin melihatmu berlutut di depannya atau bahkan mencium sepatunya hanya untuk mendapatkan maafnya,” kata Yoongi dengan nada menantang. “Sebagai gantinya, aku akan melakukan apapun yang kauinginkan, bahkan mencium jalan yang kau lewati kalau aku kalah. Bagaimana?”
Si kapten menyeringai senang. Ia berpikir mampu mengalah Yoongi. “Baiklah. Kau mendapatkan kesepakatanmu, kapten Min. Bersiap untuk menjadi budakku seumur hidupmu.”
[Name] langsung menarik tangan Yoongi saat si kapten menghilang di balik dinding. “Taruhannya terlalu berisiko, Yoongi.”
“Apa kau percaya padaku?” keduanya beradu tatap sejenak. Berusaha membaca pikiran masing-masing dari sirat mata yang terlihat.
Tanpa ragu, [Name] menggangguk. “Tentu saja aku percaya padamu.”
“Hanya itu yang perlu kudengar.”
Yoongi menarik [Name] mendekat, memaksa [Name] untuk menyembunyikan wajah di dada Yoongi. Sentuhan ringan menyentuh puncak kepala dan punggung sebelum pelukan itu terlepas. Seulas senyum terpampang di wajah Yoongi yang kini memperlihatkan keyakinan dan kepercayaan diri. [Name] tahu kalau kekasihnya siap memenangkan pertandingan apapun bersama dengan timnya.
***
[Name] tersenyum menyaksikan papan skor begitu waktu habis. Seperti yang sudah diduga, Yoongi menang, walaupun dengan perbedaan yang tipis. Ia menyambut kedatangan Yoongi dengan senyuman bangga. Tangannya menjulur, menyambut jemari Yoongi.
“Bukankah sudah kubilang kau akan menang?” bisik [Name] saat Yoongi berada di hadapannya.
“Aku harus menang,” kata Yoongi tersenyum miring. “Tidak ada seorang pun yang boleh menghinamu. Aku tidak akan pernah melepaskannya sampai kau memberi maaf.”
[Name] terkekeh. Ia menggamit lengan Yoongi sementara kekasihnya sibuk mengawasi si kapten yang tengah berbincang dengan pelatih dan timnya. [Name] menangkup pipi Yoongi, memaksanya agar mereka beradu tatap.
“Aku tidak tahu kalau kau bersikap romantis seperti ini,” senyum [Name].
Yoongi mendengus kecil. “Aku tidak suka jika ada yang menyentuh propertiku dan yang paling tidak kusukai adalah saat ada yang menghina dan meremehkanmu. Tidak ada yang boleh bersikap seperti pada gadisku.”
Senyum [Name] sedikit melebar. “Karena kau sedang dalam mood romantis, seharusnya kau menggendong dan menciumku seperti yang selalu diperlihatkan di drama romantis.”
Sebelah alis Yoongi terangkat. Matanya memperhatikan [Name] dari atas sampai ujung kaki dengan seksama. “Kalau menggendong tubuhmu yang berat itu, aku bisa mati kehabisan nafas. Tidak, terima kasih. Aku masih ingin hidup sampai ujian akhir selesai.”
Dahi [Name] mengernyit mendengar ledekan Yoongi. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Ia memunggungi Yoongi yang terkekeh melihat sikapnya. [Name] tidak melakukan perlawanan yang berarti saat Yoongi merangkul bahunya dan mencium pelipisnya cepat.
“Aku bisa menciummu sebanyak yang kau inginkan nanti, tapi sekarang ada seseorang yang harus memohon maafmu,” bisik Yoongi. “Aku ingin kau melakukannya dengan sangat tegas sampai ia tidak akan pernah berani menghina gadis manapun seumur hidupnya.”
Sudut mata [Name] menangkap sosok kapten lawan menghampiri mereka. Kepalanya tertunduk malu dan tangannya mengepal erat di sisi tubuh. [Name] yakin Yoongi hampir saja membentaknya untuk mengangkat kepala, tapi kapten itu langsung bersimpuh di hadapan [Name] dan Yoongi.
“Aku ... minta maaf karena menghinamu. Aku mengakui kalau tindakanku salah baik meenghinamu dan ... meremehkan kapten Min,” katanya. “Aku akan melakukan apapun hingga kau memaafkanku.”
Yoongi menyeringai. “Kalau begitu cium sepatunya.”
“Yoongi!” hardik [Name]. “Kau tidak perlu melakukannya. Aku akan memaafkanmu kalau kau berjanji untuk tidak pernah menghina dan meremehkan gadis manapun setelah ini, oke?”
Ia buru-buru mengangguk. “Kalau begitu aku maafkan. Kembalilah pada timmu.”
[Name] menatap kesal Yoongi saat kapten itu pergi. Ia mencubit lengan Yoongi keras, sama sekali mengabaikan tatapan tidak terima Yoongi.
“Kenapa mencubitku?” tanya Yoongi.
“Kenapa kau harus bersikap sekasar itu padanya?” [Name] bertanya balik.
“Karena ia sudah menghinamu. Memangnya ada alasan lain yang lebih penting dari itu?” Yoongi merangkul bahu [Name] lagi. “Sudah kubilang, kan? Tidak ada yang boleh menghinamu. Aku tidak akan melepaskannya. Siapapun itu.”
Oneshot favoritku!! Aku menikmati banget pas lagi nulis ini... sangat-sangat menikmati...
Semoga kalian juga ngerasain apa yang kurasain ya!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top