Jung Ho Seok
Maafkan aku Hoseok-ah
Bagaimana bisa terjadi? Bagaimana bisa setelah beberapa jam lalu keadaannya masih baik-baik saja? Bagaimana bisa ia mendapat pesan yang berisi [Name] tengah berada di rumah sakit karena kehilangan banyak darah dari luka yang terbuka pada pergelangan tangannya? Apalagi saat mereka berkata kalau [Name] melakukan percobaan bunuh diri. Tidak. Hoseok pasti akan menganggap semua ini bercanda, kalau saja pihak rumah sakit tidak mendeskripsikan dengan sempurna ciri-ciri tubuh [Name].
“Aku akan meminta hyung untuk mengantar kita,” ucap Seokjin setelah merebut ponsel Hoseok. Ia baru saja ingin protes saat Seokjin menunjuk wajahnya. “Dan jangan berani protes. Kami tidak akan meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini sendirian. Tidak akan pernah.”
Semuanya terjadi begitu cepat. Hal selanjutnya yang ia sadari, mereka sudah berada di dalam van dan dirinya diapit oleh Jimin yang terus membisikkan kalimat ‘semuanya akan baik-baik saja hyung’ dan Jungkook yang tidak berhenti bergerak gelisah.
“Bagaimana bisa hyung? Bukankah kau dan noona baru saja saling bertatap wajah beberapa jam yang lalu?” suara Taehyung terdengar bergetar.
“Aku tidak tahu,” Hoseok menggelengkan kepalanya pasrah setengah frustasi. “Aku tidak bisa memikirkan kemungkinan [Name] bisa kehilangan banyak darah. Astaga... apa yang terjadi dengannya?”
“Tidak perlu khawatir. Kita akan sampai di rumah sakit sebentar lagi. Saat itu kita akan tahu alasannya,” kali ini suara Namjoon yang terdengar oleh Hoseok. Nada suara yang berat itu sedikit membuatnya tenang.
Yoongi menepuk bahunya beberapa kali. “Jangan terlihat khawatir di depannya. Kau perlu menenangkannya, bukan ditenangkan olehnya.”
Setelah ucapan Yoongi, Hoseok tidak mampu mendengar apapun yang diucapkan member lain. Pikirannya terjebak pada sosok [Name] yang beberapa jam lalu masih memancarkan senyuman cerah yang selalu berhasil membuatnya bahagia. Mereka berbicara dan bercanda seperti biasa. [Name] masih tertawa saat ia membuat lelucon, lalu kenapa gadis itu bisa terbaring di rumah sakit sekarang?
Hoseok tidak ingat bagaimana ia sudah berada di depan kamar rawat [Name]. Atau bagaimana caranya berjalan saat pikirannya masih berusaha mencerna kejadian saat ini. Namun, ia ingat dorongan samar pada punggungnya, menyuruhnya untuk masuk ke kamar rawat [Name].
“Masuklah, [Name] sedang membutuhkanmu,” suara Seokjin terdengar begitu lembut seakan berusaha mengatakan [Name] akan baik-baik saja.
Nafas Hoseok tercekat. Dadanya terasa sesak seakan ada sesuatu yang menghimpit ulu hatinya saat melihat [Name] terbaring lemah dengan kabel di pergelangan tangan dan sekitar dadanya. Bibirnya pucat dan matanya terpejam, namun Hoseok bisa melihat dengan jelas gurat lelah dan terbebani dari wajah kekasihnya.
“[Name]-ah,” bisik Hoseok. Ia meraih tangan [Name], lalu meremas pelan seolah berusaha menyalurkan kekuatan dan ketenangan. “Aku di sini. Aku berada di sampingmu sekarang. Tidak ada yang bisa menyakitimu. Karena itu, kumohon sadarlah dan cerita padaku.”
Hoseok harus menahan diri untuk tidak meneteskan air mata saat sudut matanya menangkap perban yang melilit sekitar lengan [Name], terutama pada pergelangan tangannya. Seperti kata Yoongi, ia harus menenangkan [Name], mengatakan pada gadisnya bahwa ia siap mendengar apapun dan melakukan semuanya untuk [Name]. Bukannya menangis dan menambah beban [Name].
“H-Hoseok-ah,” erang [Name].
Jemari [Name] bergerak dalam genggaman Hoseok. Kelopak mata [Name] berkedip samar, berusaha menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. Gadis itu sempat menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum tatapannya terfokus pada sosok Hoseok yang menatapnya khawatir setengah lega.
“Kau baik-baik saja? Butuh sesuatu? Ah... lupakan. Jangan bicara dulu. Kau belum sembuh sepenuhnya,” Hoseok mengelus punggung tangan [Name].
[Name] menggelengkan kepalanya. “Maafkan aku Hoseok-ah. Aku tidak cukup kuat untuk menahannya. Maaf karena kecerobohanku membuatmu khawatir.”
“Hey, pelan-pelan saja. Kau bisa menceritakannya padaku nanti. Kesembuhanmu prioritasku sekarang.”
“Tidak,” [Name] menggelengkan kepalanya lagi. Kali ini sudut matanya sudah berair menahan tangis. “Aku terlalu lemah, tapi tidak ada yang bisa kusembunyikan sekarang. Mungkin kau sudah mendengarnya dari pihak rumah sakit. Dan itu memang kebenarannya.”
“Hah?” Hoseok terpaku mendengar pengakuan [Name]. “Kenapa kau melakukannya?”
[Name] terisak. Gadis itu tidak sanggup beradu tatap dengan kekasihnya saat ini. “Mungkin kau tidak tahu, tapi aku selalu merasa terbebani dengan sesuatu. Tugas sekolahku yang menumpuk, komentar buruk dari orang-orang di sekitarku atau bahkan terpikir tentang rapuhnya hubungan kita. Sampai kemarin aku sanggup menahan semuanya, namun hari ini semua bebanku terasa sangat berat hingga tanpa sadar pisau yang kupegang sudah menyayat pergelangan tanganku.”
Hoseok langsung membawa [Name] ke dalam pelukannya. Tidak sanggup melihat wajah [Name] yang dipenuhi dengan rasa kecewa dan penuh amarah pada dirinya sendiri. Lagi-lagi ia harus menahan air matanya agar tidak menetes saat gadisnya terisak pelan.
“Kumohon maafkan aku, Hoseok-ah. Maafkan aku.”
“Ssshh... kau tidak perlu meminta maaf padaku Jagi,” Hoseok memainkan jemarinya di antara helaian rambut [Name]. “Aku yang seharusnya meminta maaf karena tidak bisa menyadari apa yang kau rasakan lebih awal.”
“Aniyo. Jangan jadikan ketidak percayaan diriku sebagai kelemahanmu. Kau tidak perlu merasa bersalah. Lagipula aku tidak pernah menceritakan hal ini padamu, bagaimana bisa kau mengetahuinya?”
[Name] menggeser posisi duduknya, mengisyaratkan pada Hoseok untuk menempati ruang di sebelahnya. Ibu jari Hoseok terus mengusap pergelangan tangan [Name], berharap luka di pergelangan tangan [Name] bisa sembuh secara ajaib agar gadisnya tidak perlu lagi merasakan sakit.
“Seharusnya aku tahu. Bukankah itu gunanya seorang kekasih? Mengerti pasangannya tanpa harus mengatakan sesuatu? Itu yang seharusnya kulakukan, kan? Tapi aku mengecewakanmu. Maafkan aku,” tangan Hoseok mengepal kuat. Bayangan tentang kehilangan [Name] karena kecerobohannya membuat darah Hoseok seakan membeku.
“Jangan minta maaf. Kumohon. Kau membuatku terlihat seperti penjahatnya.”
“Kalau begitu berjanji padaku jangan pernah menyakiti dirimu lagi. Berjanji padaku untuk bercerita setiap kali masalah atau beban memberatkanmu. Berjanji padaku jangan lagi menggunakan alasan akan merepotkanku sebagai halangan untuk datang ke pelukanmu,” bisik Hoseok.
“Berjanjilah Jagi. Karena bayangan kehilanganmu saja sudah sangat menyesakkan. Aku tidak akan bisa bertahan jika benar-benar harus kehilanganmu.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top