BAB 1: The One with Talent

Bertempat di perbatasan antara Elune Empire dan Osljord Kingdom, sebelah Timur dari pegunungan Allerhjer, terdapat hutan yang bernama "Misty Forest". Di luar dari tepi hutan itu, terdapat desa Corin dengan populasi 300 orang yang terbagi dalam 80 keluarga. Untuk ukuran desa perbatasan dari Elune Empire, jumlah ini tidaklah aneh.

Corin adalah desa yang perkembangannya sangat lambat, lebih lambat dari seekor siput. Sekali dalam beberapa hari, desa ini diserang oleh monster liar yang berhasil keluar dari hutan, menghancurkan rumah serta ladang yang telah dibangun. Tak jarang kematian juga ikut menyertai kedatangan monster tersebut. Beberapa orang dewasa di Corin memiliki kemampuan bertarung. Meskipun begitu, mereka tetap kesusahan dalam mengusir satu monster yang berhasil masuk ke dalam desa.

Desa Corin sampai saat ini masih bisa bertahan terlepas dari ketidakpedulian pemerintah Elune Empire yang menganggap desa tersebut tak layak untuk diperjuangkan.

Kegiatan utama sehari-hari penduduk desa tidak terlepas dari hutan dan ladang mereka karena hampir tak ada pengunjung selain dari beberapa pedagang yang datang ke desa untuk menjual sisa-sisa dari barang jualan mereka, dan petugas pengumpul pajak yang datang sekali setahun.

Kegiatan pertama Clare Terraguard adalah bangun dari tidurnya. Gadis berambut merah tersebut bangun sebelum matahari terbit. Dia akan mengisi tangki air rumahnya hingga penuh dengan sihirnya ketika mandi pagi. Setelah memasang baju, dia akan pergi ke alun-alun desa dengan membawa sebuah pedang kayu.

Hari ini seperti hari-hari biasa lainnya. Angin terasa sejuk, embun di mana-mana, dan langit biru gelap.

Hampir tak seorang pun yang terlihat di desa, kecuali mereka yang punya dan harus merawat ladang mereka dari pagi buta.

Tanah lunak dengan rumput basah memercikkan air setiap kali Clare melangkahkan kakinya.

Selain dari sebuah pohon besar yang sudah ada sejak lama, terdapat dua orang remaja yang berada di alun-alun. Kedua laki-laki itu terlihat sedang berkelahi dengan pedang kayu yang memiliki kemiripan dengan pedang kayu Clare. Meskipun begitu, Clare tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang sedang dilakukan oleh keduanya sebab hampir setiap hari Clare melihat mereka bertarung satu sama lain. Yang membuat Clare penasaran hanyalah siapa yang akan menjadi pemenangnya kali ini, walaupun dia sudah bisa menebak siapa yang akan menjadi pemenang.

*Clack!

Clare melihat sebuah pedang kayu melayang lalu jatuh ke tanah. William yang telah berjuang sekuat tenaga berdiri mematung setelah dia kalah melawan Arthur yang hanya menggunakan tangan kanannya.

"0-80. Aku menang lagi," ungkap Arthur. Dia megambil pedang kayu yang tergeletak di tanah kemudian memberikannya pada William. "Nih, punyamu."

"Seperti yang kuduga, kau jauh lebih hebat daripada kami." Clare berjalan ke samping William. "Lihat saja William yang di sini. Dia ternganga menyadari semua usahanya sia-sia setelah melawanmu, Arthur," Clare dengan muka sombong mengusik William.

Arthur pun membalas dengan tawa kecil, "Tapi yang pasti kemampuan berpedang William selalu berkembang setiap kali kami bertanding." Arthur melihat William memasang muka cemberut. "Ah! Sungguh kok! Aku tidak bercanda!"

Meskipun Arthur mempunyai bakat yang sangat luar biasa, tapi dia hampir tidak pernah menyombongkan bakatnya. Dia bahkan sering menyemangati teman-temanya, Clare dan William, saat perasaan mereka surut. Hanya sekali saja Arthur pernah mengejek Clare dan William, dan itu pun hanya sebagai candaan belaka.

"0-80," gumam William.

"Will?" tanya Clare setelah dia mendengar suara kecil tersebut.

"Memang lah ya! Apa sih yang membuatku berpikir kalau aku bisa menang satu kali melawanmu?!" William menggerutu sambil menunjuk Arthur.

Beberapa saat kemudian, mata William melirik Clare yang terlihat begitu segar. Rambut merahnya yang sebahu masih kering dari keringat.

"Clare!" William berdiri tegak, mengarahkan ujung pedangnya ke hadapan Clare. "Biar aku saja yang menjadi lawanmu hari ini. Ayo bersiap di posisi!"

Pemuda dengan tampang yang serius sekaligus marah, William, tanpa segan-segan menantang Clare.

Meskipun Clare tidak terlalu hebat dalam berpedang, akan tetapi bukan berarti dia tidak punya bakat sama sekali.

Kontras dengan kecakapan berpedangnya, Clare lebih memiliki bakat dalam mengendalikan mana. Kemampuannya tersebut lebih menonjol sehingga skill berpedangnya terlihat seperti direndam lumpur. Meskipun sudah berkali-kali disarankan oleh kedua temannya untuk menjadi seorang penyihir, Clare secara terus-menerus tetap menolak usulan mereka. Clare punya cita-cita untuk menjadi magic-swordsman terhebat di Orlune.

-Meskipun dia masih memiliki satu orang yang perlu dia lampaui terlebih dahulu sebelum bisa melanjutkan langkahnya dalam meraih mimpi.

Selain Clare, ada juga yang keadaannya mirip seperti dirinya.

Daripada berbakat dalam mengendalikan mana, temannya yang satu ini sangat berbakat dari Clare dalam mengendalikan pedang.

Namanya adalah William Hanson.

Bakatnya dalam berpedang tidak dapat dipungkiri, bahkan para orang dewasa yang ada di desa mau tidak mau mengakui bakat Willam.

Akan tetapi, kemampuannya dalam menggunakan mana setara dengan anak berusia enam tahun yang baru belajar sihir. William hanya bisa menggunakan beberapa sihir dasar saja, seperti sihir penguatan fisik dan sejenisnya yang dapat mendukungnya dalam bertarung. Itu pun masih berada pada tingkat rendah.

Teman berbakat Clare yang terakhir, yang dianggapnya sebagai guru, yaitu Arthur Lawford. Pemuda berambut pirang dengan lukisan tampan di wajahnya ini tidak bisa dibandingkan dengan kedua temannya.

Bakat Arthur melimpah dalam bidang sihir dan pedang. Arthur menyadari bakatnya setelah dia berinteraksi dengan dua sejoli yang sekarang sudah menjadi sahabat dekatnya.

Arthur mengenal Clare dan William saat dia melihat keduanya sering latihan di pagi hari, 12 tahun yang lalu. Meskipun mereka hanya meniru latihan para orang dewasa, namun tak seorangpun di desa yang memiliki komitmen yang tinggi untuk konsisten dalam berlatih. Entah itu di musim semi hingga musim dingin, Arthur selalu melihat keduanya melakukan rutinitas harian yang sama.

Karena tidak ada anak-anak lain yang berlatih keras seperti Clare dan William, Arthur pun menjadi penasaran dan akhirnya dia pun berkenalan dengan dua sejoli.

Ketika itu Arthur meminta mereka untuk melatihnya, belajar bagaimana caranya mengayunkan pedang sesuai apa yang dilakukan William dan belajar mengendalikan sihir dari Clare.

Setelah beberapa bulan kemudian, Arthur tak lagi menjadi seorang murid, akan tetapi dia telah menjadi seorang guru bagi kedua temannya tersebut tanpa persetujuannya sebab perkembangannya yang begitu cepat disadari oleh Clare dan William. Dikarenakan Arthur tidak begitu memiliki pengetahuan yang tinggi tentang teknik berpedang, Arthur hanya bisa mengajak Clare dan William untuk melatih fisik serta melakukan sparring secara sering. Bahkan, saat monster hutan menyerang desa, Arthur mengajak kedua temannya untuk ikut andil dalam mengusir monster, mengimplementasikan latihan mereka dalam pertarungan nyata melawan monster.

"Will," Arthur menegur dengan nada lembut.

"Diam, Arthur! Biarkan aku melakukannya kali ini!"

Arthur tau kalau saat ini dia harus menenangkan William dari emosinya, tapi bagaimanapun Arthur memikirkan caranya, yang ada William akan menganggap semua ucapan darinya akan terdengar seperti Arthur memberikan rasa kasihan kepada William.

Akan tetapi saat melihat William yang menantang Clare, Arthur berpikir bahwa membiarkan dia melawan gadis yang sudah berlatih bersamanya sejak kecil, Clare, adalah hal yang bagus. Baik bagi mental William ataupun untuk meningkatkan kemampuan Clare.

Di sisi lain, Clare merasa kebingungan. Dia melirik ke Arthur untuk meminta tolong sekaligus mencari jawaban, tetapi Arthur hanya menghela nafas sambil menggeleng kecil kepada Clare.

"Ya sudah. Hanya kali ini saja aku lepas tangan.... Karena kalian sudah berteman lebih lama daripada denganku, mungkin kau memang bisa mengajari Clare satu atau dua hal yang telah kau pelajari."

"Arth-"

"Dan hal ini juga bagus untukmu, Clare," tutur Arthur tersenyum, seolah-olah menyuruh Clare untuk tidak menolak.

'Sungguhan? Kau membuatku jadi tumbal setelah apa yang kau perbuat pada William?' batin Clare menangis.

"Hah!? Will, tunggu sebentar! Bukannya kau hanya ingin melampiaskan kekesalanmu setelah kalah dari Arthur?" Clare mengangkat kedua tangannya setinggi bahunya, seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya telah menyerah.

"Ga mungkin. Itu cuma asumsimu saja. Aku cuma dalam mood untuk melihat progress-mu.... Me-li-hat pro-gress!" Dua kata terakhir terdengar seperti ancaman bagi Clare.

'Progress, dengkulmu!'

Ekspresi Clare terlihat panik.

"Clare," panggil Arthur. "kamu ingat salah satu sikap yang harus dimiliki seorang ksatria yang sering kaugumamkan?" tanya Arthur. Setelah jeda beberapa detik, Arthur melanjutkan, "Jawabannya adalah b-"

"Berani!" Clare menjawab tepat sebelum Arthur menyelesaikan ucapannya.

Bagi Clare, selain dari kemampuan berpedang, keberanian juga diperlukan untuk menjadi seorang ksatria. Berani melawan musuh yang lebih kuat adalah sikap yang harus dimiliki oleh seorang ksatria sejati.

Clare menghela nafas berat. "Tapi, tolong tunggu sebentar. Aku perlu melakukan pemanasan dulu."

Clare menatap lurus pada mata abu-abu William.

"Ga masalah. Lebih bagus seperti itu daripada nanti 'kakiku keram' menjadi alasanmu kalah dariku," ujar William. "Dan aku akan istirahat dulu sambil menunggumu selesai." William berjalan menuju bawah naungan satu-satunya pohon besar di alun-alun desa. Dia beristirahat sejenak sambil melihat Clare melakukan peregangan dasar.

"Bagaimana menurutmu?" Arthur mengambil tempat duduk di sebelah William. "Clare, maksudku. Bagaimana posturnya?"

Meskipun William masih merasa kesal saat melihat wajah Arthur, tetapi dia tetap menjawab pertanyaannya, "Gadis itu perlu latihan lebih banyak lagi."

"Ahahaha! kau berpikir begitu juga?"

Arthur tertawa kecil.

"Aku mengkhawatirkannya saat memikirkan tes penerimaan ksatria yang sebentar lagi datang," gumam Arthur pelan.

"Apa?"

"Bukan apa-apa," jawab Arthur.

"....Memang benar sih kalau sihirnya luar biasa. Tapi kalau tanpa sihir, aku bisa mengalahkannya dalam hitungan detik," jelas William.

Sebagai respon, Arthur mengangguk.

"Jika Clare secara diam-diam menggunakan sihir penguatan pada tubuhnya, apakah kau masih bisa mengalahkannya?" tanya Arthur.

William berpikir sejenak. Dia mencoba membayangkan kalau dia melawan Clare yang menggunakan sihir penguatan tubuh. "Hmmm.... Mungkin tidak." William tersenyum masam. "Seperti yang kau bilang, semua sihirnya tidak seperti sihir biasa yang seharusnya. Semua sihirnya berkali lipat lebih hebat, apalagi [Body Enchancement] miliknya itu."

"Tenang saja." Arthur menepuk bahu William. "Aku masih tetap bisa melihat kemenanganmu walau dalam kondisi seperti yang kusebutkan tadi. Kau sudah 80 kali melawanku dan kau bahkan sudah bisa menggunakan aura. Saat kau pertama kali bisa menggunakan aura, kecakapan tubuhmu sudah meningkat drastis.... Tanpa sihir, tanpa pengaktifan aura, kau tetap bisa mengalahkannya asal kau fokus."

William mengangkat kepalanya, menoleh pada helaian daun di pohon yang bergoyang lembut karena angin.

"... Haaaa.... Saranmu membuat emosiku sedikit tenang."

"Kalau begitu, syukurlah. Kukira kau akan marah terus padaku selamanya."

"Selamanya? Pfft! Jangan berlebihan!" William menepuk punggung Arthur.

"Hahaha! Ya." Arthur kemudian mengalihkan pandangan William dengan jari telunjuknya yang menunjuk ke arah Clare yang sedang berdiri, melihat mereka dari tengah alun-alun.

"Sepertinya dia sudah selesai pemanasan." William berdiri kemudian melangkahkan kakinya menuju posisi.

"Ingat, tetap waspada! Kita sudah tahu bagaimana sifat Clare," nasihat Arthur.

Sebagai balasan, William hanya melambaikan satu tangannya saja.

"Apa kalian sudah selesai berbicara?" tanya Clare.

*Gulp.

Walaupun dia terdengar santai, namun jauh di lubuk hatinya Clare masih merasa gugup.

Dia memegang pedang kayunya dengan dua tangan. Memasang kuda-kuda siaga yang telah dia pelajari dari Arthur dan William. Jarak antaranya dengan William saat ini adalah lima langkah. Meskipun begitu, jarak tersebut dapat dengan mudah ditutupi oleh kecepatan William sebagai calon seorang ksatria hebat.

"Kita bertanding tanpa menggunakan sihir," jelas William.

'Ini sudah jelas kalau William memang ingin menghajarku karena dia kalah dari Arthur,' pikir Clare.

Sambil menunggu aba-aba dari Arthur untuk mulai, Clare kembali mengencangkan pegangannya serta pijakannya. Dia tidak ingin agar pedangnya terlempar dalam sekali serangan.

"Bersedia...." Arthur menjeda ucapannya sesaat. "Mulai!" serunya, memulai pertandingan antara Clare dan William.

William segera melancarkan serangannya sesaat setelah aba-aba selesai.

William menerjang. Setiap langkahnya menciptakan ledakan debu kecil, hal itu terjadi sebanyak dua kali sebelum William mengayunkan pedangnya secara diagonal dari kiri atas ke kanan bawah.

*Clack!

Clare menepis tebasan tersebut tepat di saat-saat terakhir. Hanya ada jarak beberapa sentimeter antara pedang kayu milik William dengan bahu Clare. Jujur saja, Clare hampir tidak bisa mengikuti gerakan William yang begitu cepat. Meskipun kecepatan William berada di bawah Arthur, tetapi William masih jauh lebih cepat daripada orang dewasa yang biasanya bertugas mengusir monster dari desa.

"Tceh!" William berdecak.

'Wow, dia makin kesal karena serangannya berhasil kutangkis.'

William pun mengambil jarak dari Clare.

Clare tahu kalau William dapat mengalahkan dirinya dalam tiga serangan. Akan tetapi, William kelihatannya masih bisa menahan diri. Setidaknya William memberikan kesempatan untuk Clare melancarkan serangannya.

"Giliranmu," ucap William setelah dia kembali ke posisi semula.

Bagi Clare, kuda-kuda William terlihat lebih sempurna daripada hari-hari sebelumnya. Seperti yang dikatakan Arthur, William memang terus berkembang setiap kali dia bertanding melawan Arthur. Entah hal ini harus disyukuri atau tidak, tetapi satu hal yang jelas adalah William tidak menunjukkan celah sama sekali.

'[Physical Enchancement]....' Clare secara diam-diam merapal sihir penguatan sambil berpikir bahwa William tidak akan menyadari kecurangan ini.

'Walaupun aku benci mengakuinya, tapi mustahil aku bisa mengalahkan William tanpa sihir.'

Setelah beberapa detik mengambil nafas, Clare kemudian berlari dengan cepat menyerang William.

Serangan yang dilakukan Clare sama seperti yang dilakukan William kepadanya, tebasan diagonal.

William terkejut melihat kecepatan Clare. Meskipun begitu, dia masih bisa menghindari serangan tersebut dengan memutar badannya ke kanan, membiarkan pedang Clare menebas angin.

"Woah!"

Clare tidak memperdulikan ucapan William, dia kemudian mengayunkan pedangnya ke kiri secara horizontal.

*Clack!

Pedang kayu Clare berhasil ditahan.

"Guhk!" William kembali dikejutkan dengan kekuatan dari tebasan Clare ini. Mengetahui fisik Clare berada di bawahnya, William tidak berpikir bahwa Clare dapat membuatnya kesulitan dalam menahan serangan ini.

'Dasar gadis curang!'

Walaupun dia sudah menduga Clare akan melakukan kecurangan, William tetap merasa kesal. "Apa-apaan ini, Clare?! Kau menggunakan sihir?!"

"Apa basismu menuduhku seperti itu? Jelas-jelas ini kekuatanku! Berhenti melawan dan mengalah lah!"

"Mudah sekali mulutmu menyuruhku untuk kalah!" William terlihat marah. "Langkahi dulu mayatku!"

Dengan seluruh kekuatannya, William berhasil mendorong pedang kayu Clare, membuat Clare kehilangan keseimbangan. Kemudian dengan tangkas, William memutar mata pedangnya menerjang tepat ke leher Clare sebelum Clare dapat bereaksi.

"Lihat siapa yang ternganga sekarang?" William menunjukkan ekspresi sombong pada wajahnya yang basah karena keringat.

Untuk sesaat, Clare tidak bisa berkata apapun, namun dia tetap memberikan alasan saat itu juga.

"Hmph! Kalau saja bukan karena larangan sihir saat latihan...."

"Ahahaha! Walaupun singkat, tetapi tetap luar biasa!" Arthur bertepuk tangan sambil berjalan mendekati kedua temannya yang terengah-engah. "Seperti yang kuduga, kau sudah berkembang pesat, Will. Kau bahkan bisa mengalahkan Clare yang menggunakan sihir penguatan."

Mendengar ucapan Arthur, William menatap tajam ke arah Clare yang mencoba mengalihkan pandangannya dari William.

"Dan Clare, kenapa kamu mengeluh seperti itu, sementara kamu menggunakan sihir? Apa kamu tahu arti malu?"

Clare kehabisan kata. Dia tak tahu bagaimana cara menjawab pertanyaan Arthur selain dari menggaruk belakang kepalanya.

"Tehee~"

"Clare, ga ada 'tehee tehee-an'!" nada suara Arthur terdengar seperti orang tua yang menegur anaknya yang telah melakukan kesalahan.

"Percuma kalau kamu mengandalkan sihirmu tanpa melatih fisik. Memang benar [Physical Enchancement]-mu berbeda dari biasa. Sementara sihir [Physical Enchancement] orang awam hanya meningkatkan kemampuan fisik mereka dua kali lipat, namun punyamu bisa meningkatkan kemampuan fisik empat kali lipat...." Arthur menghela nafas sekejap melihat Clare yang menunduk, merenungi kesalahannya.

"Kuingatkan lagi, Clare. Kamu, yang menggunakan sihir saat bertarung, kalah melawan William yang sama sekali tidak menggunakan sihir maupun aura. Itu artinya, dasar fisikmu masih lemah dan harus dilatih keras lagi!" Tegas Arthur. "Bukankah kamu ingin menjadi seorang magic-swordsman terhebat?"

Clare yang menunduk saat diceramahi hanya membalas dengan sebuah anggukan kecil.

"Apa? Aku ga dengar."

"Y-Ya," ucap Clare pelan.

Arthur tersenyum tipis sesaat.

"....MANA SUARAMU?!" bentak Arthur.

Tidak hanya Clare, tetapi William juga terkejut mendengar Arthur yang tiba-tiba mengeraskan suaranya. Jarang-jarang hal seperti ini terjadi pada laki-laki yang selalu tenang tersebut.

Clare yang setengah terkejut dan setengah ketakutan kemudian berseru, "Y-YA!"

"APA YANG IYA?! MENJADI PECUNDANG ATAU MENJADI MAGIC-SWORDSMAN TERHEBAT?!"

"AKU INGIN MENJADI MAGIC-SWORDSMAN TERHEBAT!" Clare kembali berseru dengan ekspresi yang membara.

"Bagus. Kalau begitu, kamu akan melakukan latihan fisik.... Segera lari keliling desa 50 kali! Setelah itu, lakukan push-up dan sit-up masing-masing 200 kali, kemudian ayunkan pedangmu seribu kali! Dan lakukan semua itu dengan postur tubuh yang benar!" Arthur menunjuk lurus ke belakang Clare, mengisyaratkan kepada Clare untuk memulai latihannya.

Setelah Arthur melihat Clare pergi melakukan latihannya, dia kemudian berkata kepada William, "Dan untukmu, William...."

"Y-Ya?" sontak William.

"Aku akan melatihmu mengontrol aura-mu. Kemarin kau hanya bisa bertahan satu menit menggunakan aura, kan? Sekarang kau harus bisa bertahan menggunakan aura-mu selama lima menit berturut-turut."

William mengangguk.

"Kita akan berlatih habis-habisan untuk tes penerimaan ksatria baru yang akan diadakan sebulan lagi!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top