Request

Pagi itu sangat cerah dan bersinar, seharusnya diawali dengan ucapan selamat pagi dari orang-orang tersayang. Tapi itu dulu sebelum Eva kehilangan ingatannya, sekarang paginya diawali dengan gertakan dan eksekusi, dan jangan lupakan kedua tangannya yang dirantai serta kepalanya yang terbaring dikayu. Tepat di atas lehernya terdapat sebuah pisau tajam dan besar yang siap memotong lehernya kapan saja. Ditambah rasa sakit di punggungnya tak kunjung hilang serta pendarahan yang lumayan banyak membuatnya tidak mempunyai tenaga lagi untuk melawan.

Eva sadar, ini bukan dunianya. Dia bahkan juga tidak tahu tempat asalnya, semua ingatannya hilang tak berbekas dan itu membuatnya menderita.

Ruangan eksekusi itu penuh dengan aroma amis yang kental, membuat siapa saja yang menciumnya akan merasa sesak napas tidak terkecuali Raja Lucifer yang kini sedang duduk di singgasananya. Dia malahan menikmati aroma itu dan ingin mendengar jeritan kesakitan dari sang pelayan baru seperti yang dia dengar sebelumnya.

Para pengawal dan pelayan berkumpul disana, beberapa pelayan menatap Eva dengan ngeri sekaligus iba. Mereka kasihan dengan Eva yang baru saja menginjakkan kaki di istana ini sudah harus mendapatkan hukuman yang akan membuat nyawanya melayang.

Raja Lucifer menopang dagunya memandang satu persatu orang-orang disana, tidak ada satupun yang berani memandangnya dan Raja Lucifer bangga dengan posisinya saat ini. Semua orang takut padanya dan ya mereka semua sudah semestinya takut kepadanya karna kekuasaannya di wilayah Royal Black Army.

"Waktumu hampir habis, apa ada kata terakhir yang ingin kau ucapkan pelayan?" tatapan Raja Lucifer kini mengarah pada Eva.

Eva paham kalau dia memberontak pun malah akan memperburuk suasana, sejak awal dia tidak diterima disini. Kalau saja bukan gara-gara pria paruh baya itu yang membawanya kesini tempo lalu mungkin saja dia sudah pergi ketempat lain yang lebih aman. Namun nasi sudah menjadi bubur, bagaimana pun Eva harus menerima semua perlakuan itu disini tanpa bisa menolak. Kalau pun dia mati, dia pasti tidak akan menerima perlakuan ini lagi selamanya.

Gadis itu memejamkan matanya dengan erat, dia sudah siap dengan semua eksekusinya. "Tidak ada yang mulia,"

"ngapain juga aku mengucapkan kata-kata terakhirku, toh tidak akan ada yang mendengarkan juga. Aku kan tidak punya siapa-siapa atau kenalan disini,"

Raja Lucifer tersenyum sadis mendengarnya, baru kali ini dia menemukan seorang pelayan yang tidak memberontak dan memohon untuk diampuni padanya, pelayan itu hanya pasrah menerima takdirnya. Biasanya pelayan yang akan dieksekusi akan memberontak dan memohon memberikan kata-kata terakhirnya pada keluarga sang pelayan sebelum pelayan itu dieksekusi.

"Yah, kalau itu mau mu. Kita bisa mulai, pengawal...," Raja Lucifer melirik pengawalnya yang bertugas sebagai Algojo memberi kode untuk memulai Eksekusinya.

Pengawal itu segera bersiap-siap melepaskan tali penahan pisau tajam dan besar itu, Tapi tiba-tiba saja sebuah suara menghentikan kegiatan tersebut.

"Berhenti! Hentikan Eksekusi ini!"

Sontak semua pasang mata diruangan itu menoleh menatap sumber suara termasuk Eva yang langsung membuka matanya dan mencari sumber suara tersebut.

"Tunggu, diakan...cowok topeng rubah yang gak sengaja kutemui kemarin malam," pikir Eva yang cukup terkejut mengetahui pemuda bersurai pirang dengan topeng rubah itulah yang menghentikan eksekusinya, dia berdiri di ambang pintu lalu mengalihkan pandangannya pada Raja Lucifer.

"Tolong lepaskan dia kak,"

Raja Lucifer mengernyitkan alisnya, tidak biasanya adiknya menghentikan acara Eksekusi seorang pelayan, biasanya sang adik acuh tak acuh dengan acara ini. Raja Lucifer menatap adiknya dengan penuh tanda tanya.

"untuk apa, tumben kau mau menolong pelayan gak guna begini,"

Semua pengawal dan pelayan disana tidak ada yang berani memotong percakapan kedua kakak beradik ini termasuk Eva yang masih dalam mode terkejutnya. Pemuda bersurai pirang dengan topeng rubah itu bersidekap sambil menyandarkan punggungnya di ambang pintu.

"aku tidak menolongnya, daripada dia mati sia-sia lebih baik dia jadi kelinci percobaanku saja. Setidaknya itu bisa membuatnya sedikit berguna," sahut pemuda itu dengan tenang.

Raja Lucifer melirikan matanya pada Eva beberapa saat, tampak tidak senang dengan usulan sang adik.

"Tidak bisa, bagaimana pun juga pelayan ini sudah melakukan kesalahan fatal dengan mencoreng nama baik Royal Black Army dimata bangsawan lain," kata Raja Lucifer dengan tegas.

"Oh ayolah, mau berapa banyak lagi pelayan yang kau bunuh, kau sudah mendapatkan semuanya sejak dulu. Setidaknya penuhi saja satu permintaanku ini sebagai adikmu," terdengar nada memaksa dari Pemuda bersurai pirang itu.

Helaan napas berat terdengar dari Raja Lucifer dengan tidak rela dia melepaskan korbannya itu demi adiknya.

"Cih, untuk kali ini sebagai kakak aku mengabulkan permintaanmu. Tapi ingat jangan biarkan dia kabur, dia masih tawanan di istana ini," peringat Raja Lucifer dengan tajam.

"Ya ya ya...akan kupastikan itu tidak akan pernah terjadi,"

Raja Lucifer kemudian mengkode para pengawalnya untuk melepaskan Eva. "pengawal, lepaskan dia,"

Para pengawal Raja Lucifer bergegas mengikuti perintah sang Raja, mereka melepaskan rantai yang mengikat tangan serta kaki Eva.

Eva merasa sangat lega dan senang, dia akhirnya terbebas dari penjara terkutuk ini. Tapi karna sebelumnya lukanya sangat dalam dan banyak kehilangan darah Eva tidak sanggup berdiri dan berakhir pingsan ditempat.

Salah satu pengawal bergegas memeriksa Eva karna panik. "Pangeran, pelayan ini pingsan,"

Raja Lucifer acuh tak acuh pergi dari ruangan itu diikuti orang-orang kepercayaannya kecuali para pengawal dan pelayan.

"Bawa dia ke ruangan khusus diujung istana, dan obati lukanya,"

"Baik pangeran,"

pemuda bersurai pirang itu berbalik menjauh ruangan eksekusi itu, sedangkan pelayan lainnya membawa Eva sesuai perintah sang pangeran.

***********

[ 12.00 P.M di sisi lain]

Marc mengetuk pintu sebuah rumah, disampingnya terdapat Orias yang tampak memperhatikan sekitar rumah itu.

"Kau yakin ini rumahnya? Terlihat seperti sudah lama ditinggalkan," kata Orias tidak yakin dengan kondisi rumah tersebut.

"Aku yakin sekali, rumah ini sudah ditinggalkan 6 bulan yang lalu. Seharusnya mereka sudah kembali," sahut Marc kembali mengetuk pintu tersebut.

Merasa tidak ada sahutan dari sang pemilik rumah, Marc memutuskan untuk masuk ke dalam rumah itu. Perlahan ia membuka pintu tersebut diluar dugaan ternyata tidak dikunci. Dia bersama Orias perlahan masuk kedalamnya tapi secara tidak sengaja Orias menginjak sebuah pintu kecil di bawah kakinya otomatis pintu itu terbuka dan hampir membuat Orias terjatuh masuk kedalamnya kalau saja Marc tidak menolongnya.

"Hati-hati, rumah ini banyak jebakan," jelas Marc masih memegangi bahu Orias. Menyadari hal itu Orias menepis tangan Marc.

"gak usah lama-lama pegangnya, jijik tau!" Orias bergidik jijik beberapa saat dengan Ekspresi ngerinya.

Marc mengerutkan alisnya bingung. "Apaan sih!?"

Disaat terjadi keributan itu seorang wanita bersurai pink mendekati kedua pemuda tersebut dengan kebingungan. "Ada apa ini? Siapa kalian?"

Marc sontak mencari sumber suara itu yang sangat familiar baginya, menemukan seorang wanita bersurai pink yang sangat dia rindukan, tuannya terdahulu sebelum dia pergi dari rumah ini.

"Nona Aria, ini saya Marc," jelas Marc dengan pandangan sedih dan senang disaat yang bersamaan.

"Oh, Marc!" seru sang Wanita dengan tampang terkejut. Aria segera memeluk anak didiknya itu dengan penuh kerinduan. "Kau terlihat sudah semakin dewasa sekarang, aku sangat bangga sekali denganmu,"

Lalu Aria melepaskan pelukannya dengan menggebu-gebu. "dimana kau tinggal sekarang? kau tinggal dengan siapa? apakah kau menjaga kesehatanmu?" tanyanya bertubi-tubi.

"Nona Aria, tolong satu persatu. Saya tidak bisa menjawab jika banyak yang anda tanyakan,"

"ah, maaf. Aku terlalu bersemangat, ayo kita keruang tamu dulu. Ajak temanmu juga," kata Aria sambil menuju ruang tamu diikuti Marc dan Orias yang sejak tadi hanya diam memperhatikan pertemuan itu.

**************

Aria meletakkan empat cangkir minum untuk mereka semua setelahnya dia duduk di samping Gio, pacarnya. Sedangkan Gio tampak memandangi Marc dan Orias bergantian.

"beri kami alasan kenapa kalian datang kemari," kata Gio memulai obrolan.

"Aku ingin meminta bantuanmu, Marc bilang kau penyihir terkuat yang bisa membuka portal antar dunia manusia dengan Underworld. Jadi aku mohon kau untuk membantuku," pinta Orias dengan memelas.

Gio mengangkat satu alisnya mendengar permintaan tersebut, dia bersidekap sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. "Untuk alasan apa sampai aku harus melakukan itu? Lagipula apa imbalannya jika aku mau?"

"Temanku terseret ke dalam portal saat kami bertarung melawan salah satu Demon Seven Deadly Sin. Kau bisa minta apapun jika kau bersedia menerima permintaanku," Orias menghela napas sambil meminum tehnya, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau.

"Seven Deadly sin?" ulang Gio mengernyitkan alisnya. "bagaimana mungkin Demon seperti itu bisa menembus portal dunia manusia? setahuku para Seven Deadly Sin tidak diperbolehkan untuk pergi kedunia manusia kecuali demon biasa,"

"itulah yang kupikirkan, Aku takut temanku kenapa-napa disana," sahut Orias cemas.

"Apa temanmu manusia, Orias?" tanya Aria hati-hati.

"iya,"

Sejenak kemudian Gio dan Aria saling pandang, seperti sedang bertukar pikiran. Mereka berdua serempak menatap Orias yang bingung.

"biasanya manusia yang masuk kedalam Underworld tidak akan selamat atau mereka akan kehilangan ingatannya. Satu-satunya cara agar hal itu tidak terjadi adalah berbicara dengan damai pada para Seven Deadly sin yang memimpin disana," jelas Gio tampak berpikir sebentar. "Baiklah, aku akan membantumu sebagai imbalannya aku bisa minta apa saja kan?"

"tentu, jadi apakah 'Deal'?"

"Deal," sahut Gio sambil menjabat tangan Orias.

"Kapan ritualnya akan dimulai?" Tanya Marc setelah jabat tangan antara Gio dan Orias selesai.

"Sayang sekali ritual itu membutuhkan waktu lama, kalian perlu menunggu agar bisa pergi ke Underworld. Aku juga harus berdiskusi dulu dengan Aria agar ritualnya lancar,"

"Apa! bagaimana dengan temanku. Dia akan dibunuh jika terlalu lama dibiarkan disana,"

"tenang saja, percaya padaku. Aku yakin temanmu akan baik-baik saja. Biasanya manusia yang masuk Underworld akan dijadikan pelayan oleh para pemimpin-pemimpin disana sebelum diputuskan untuk dibunuh atau tidak," jelas Gio menenangkan Orias.

"kuharap kau benar," Orias hanya bisa menghela napas pasrah, dia hanya perlu menunggu sampai ritual itu selesai dilaksanakan.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top