Hellhounds Demon or Devil
Eva memandang tajam dan dingin pada Revan dan laki-laki bersurai hitam di sampingnya. ia melipat kedua tangannya di depan perut dengan aura suram mengelilinya. Adiknya serta laki-laki disampingnya duduk bersimpuh dengan kepala menunduk.
"Revan, siapa dia?" Eva memandang Revan tajam.
Revan tersentak beberapa saat lalu tersenyum hambar, kikuk menjelaskan secara logis. "Kalau kukatakan dia adalah wujud asli dari Anjing kecil yang kita selamatkan tempo hari, apa kakak akan percaya?"
Eva masih tidak bergeming dari posisinya kini tatapannya tertuju pada laki-laki di samping Revan, meneliti penampilan sang laki-laki dengan waspada. Eva tak habis pikir, mana ada hewan bisa berubah jadi manusia? masa iya kalau laki-laki ini adalah wujud asli dari Anjing kecil yang pernah ditolong adiknya tempo dulu.
Helaan napas terdengar dari Eva, gadis itu merubah posisinya. Ekspresi wajah marahnya tadi tergantikan dengan wajah lelah, bingung menentukan langkah selanjutnya.
"Kalian berdua duduk di sofa dulu sana! Biar aku bikin minum dulu," Eva segera pergi dari hadapan Revan menuju dapur, ia ingin memikirkan kejadian yang dialami tadi.
Revan mengikuti perkataan kakaknya, dia mengajak laki-laki di sampingnya untuk duduk sekaligus menanyakan beberapa hal.
Beberapa menit kemudian.....
Dengan membawa nampan Eva mendekati adiknya lalu meletakkan segelas untuk adiknya, laki-laki disamping adiknya, dan untuknya sendiri. Ia juga meletakkan beberapa toples berisi kue kering. Ia meletakkan nampan tersebut dimeja, dan menyeruput pelan tehnya.
"Siapa namamu?" tanya Eva setelah meletakkan gelasnya di meja. Gadis bersurai hitam panjang itu memandang lekat laki-laki di samping sang adik.
"Namaku Marchosias, nona Aria sering memanggilku Marc, panggil saja begitu," kata Marc dengan wajah tanpa ekspresi.
Meski Marc mengatakannya tanpa ekspresi sama sekali tapi sangat jelas Eva melihat rasa sedih di mata caramel milik pemuda itu sekilas. Jika diperhatikan oleh Eva sekali lagi, umur Marc sepertinya tidak jauh dari Eva.
"Nona Aria?" Eva mengernyitkan alisnya, sedangkan adiknya hanya menikmati kuenya tanpa bertanya-tanya. "Siapa dia? Apa dia pacarmu?"
Marc lantas menggeleng mendengar tebakan Eva. "Bukan, tapi dia adalah tuanku sebelumnya. Aku tidak tahu saat ini dia pergi kemana bersama tuan Gio," lirih Marc di bagian akhir, berusaha menutupi kesedihannya.
Eva mengerjapkan matanya, tak tahu harus merespon apa. Ia bertanya-tanya dalam hati, hubungan antara Marc, Aria, dan Gio ini.
"kau benar-benar wujud asli dari Anjing kecil yang kami tolong?" entah kenapa Eva menyimpulkan seperti itu, ia mengatakannya sesuai dengan pikirannya setelah mendengar kata 'tuan dan nona' yang disebut oleb Marc.
Pemuda itu mengangguk kecil, wajahnya terlihat serius. "Benar, sejujurnya saya ingin menunjukkan wujud asli saya saat tuan Revan menemukan saya tapi saya merasa harus menunggu waktu yang tepat, dan jadilah seperti ini,"
Revan menelan makanannya dan menatap Marc di sampingnya. Berbeda dengan Eva yang terlihat syok berat, wajah gadis itu terlihat pucat.
"hmm, itu artinya saat ini kau tidak punya tempat tinggal. Bagaimana kalau kau tinggal disini saja?" usul Revan dengan semangat, sejak ada Marc Revan tak merasa kesepian lagi ketika kakaknya pergi bekerja. Kemudian Revan menatap sang kakak yang masih syok berat.
"Kak?"
Eva teringat beberapa waktu yang lalu, pernah beberapa kali ia berganti baju di kamarnya dan lupa kalau Marc saat masih berwujud Anjing kecil juga ada di kamarnya ketika adiknya pergi terlebih dahulu ke sekolah.
sontak wajah Eva memerah, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya malu. "Kau pasti sering lihat aku ganti baju kan! ngaku saja!" katanya dengan wajah memerah menahan malu. Tatapan tajam dilayangkan pada Marc.
Revan yang tidak tahu apa-apa hanya terbengong-bengong mendengar perkataan sang kakak yang terlalu lugas, berbeda dengan Marc yang langsung menggeleng dengan cepat panik.
"Tidak! Saya benar-benar tidak melihatnya, sungguh" Marc tentu saja panik dengan tuduhan dari tuannya yang baru. "Saya selalu tutup mata, dan tidak melihat apa-apa,"
wajah Eva masih memerah, walau sebenarnya dia tidak terlalu percaya perkataan Marc, Eva hanya diam saja menatap ke arah lain. Revan berdehem pelan setelah beberapa detik dia memahami pembahasaan tersebut.
"baiklah, kembali ke topik. Kak, boleh tidak kalau Marc tinggal disini selama dia mencari pemilik sebelumnya?" pinta Revan dengan tatapan memelas pada kakaknya.
Eva masih diam masih berusaha menetralkan rasa malunya. Begitu cerobohnya, dia waktu itu. Pandangannya kembali pada Revan yang masih menatapnya. Ia merasa iba sih mengingat Marc tidak punya tempat tinggal.
Kepalanya mengangguk kecil sebagai respon. "Baiklah, tapi ingat. Marc harus tidur di kamar Revan, jangan masuk ke kamarku lagi tanpa seizin ku," peringat Eva.
"Saya mengerti," balas Marc dengan anggukan.
sedangkan Revan tersenyum lebar, senang kalau kakaknya memperbolehkan Marc tinggal di rumah mereka.
"satu hal lagi, kau berasal dari mana? Tidak mungkin Anjing kecil bisa berubah jadi manusia kalau tidak ada asal usul nya," tanya Eva berusaha menerka-nerka.
"Saya berasal dari underworld, penjaga gerbang Neraka. Biasanya Demon dengan wujud Anjing kecil disebut Hellhounds," jelas Marc ekspresinya tidak berubah sama sekali, hanya ekspresi datar yang ditunjukkan.
Eva yang mendengarkan penjelasan Marc sambil meminum tehnya hampir tersedak mendengar kata 'Demon' dan 'Hellhound ' ia segera mengelap bibirnya dengan sapu tangan.
"oh, jadi benar-benar bukan dari sini ya. Pantas saja kejadian tadi tidak masuk akal," komentar Revan mengangguk-angguk paham.
pusing! Itulah yang dirasakan Eva mengingat kejadian-kejadian janggal yang dialaminya. Apalagi setelah bertemu dengan pemuda bernama 'Beelzebub' itu yang mengaku sebagai salah satu Seven Deadly Sins. Banyak yang harus Eva pikirkan, Eva yakin kejadian-kejadian yang dialaminya bukan kebetulan semata.
Dan kali ini Eva baru menyadari kalau Marc dikelilingi Aura berwarna hitam gelap dan Revan masih dikelilingi Aura putih. Apa pula maksud warna-warna yang mengelilingi mereka.
Tanpa banyak bicara lagi dan mungkin Eva perlu istirahat, ia berdiri dari duduknya. "Revan, kalau sudah selesai minum. Taruh aja di wastafel, nanti kakak yang cuci,"
tanpa mendengar jawaban dari sang adik Eva segera pergi kekamarnya, ia perlu menghubungkan semua kejadian-kejadian hari ini.
.
.
.
.
.
Sebulan kemudian.....
Tak terasa sebulan sudah berlalu, selama sebulan itu Eva selalu mengawasi Marc. Selama itu juga Marc tidak pernah protes ketika diminta berbelanja atau membantu kegiatan lain. Mereka juga hidup dengan damai tanpa gangguan, dan Eva bersyukur selama itu ia tidak pernah bertemu lagi dengan Beelzebub setelah kejadian di gang itu.
"nona Eva, apa kita hari ini akan pergi ke kuil lagi?" Marc masuk ke kamar Eva dan mendekati Eva yang sedang memasukkan barang berharganya dalam tas.
Eva menoleh pelan dan tersenyum kecil. "Ya, karna hari ini libur. Aku juga ingin menghabiskan waktu dengan Revan, kasian dia selalu kutinggal bekerja,"
Marc diam merenung, ada perasaan janggal di hatinya. Dia tidak tahu kenapa tapi hatinya seakan mengatakan 'jangan pergi hari ini ' seakan sebuah masalah besar akan menimpa mereka hari ini.
"nona Eva, saya rasa–"
"Marc," Eva berdiri dari duduknya di kasur dan berkacak pinggang, memotong kalimat Marc sebelumnya. "sudah kubilang jangan, panggil aku dengan sebutan nona. Aku tidak nyaman di panggil begitu," peringatnya.
"Maaf," Marc sedikit menunduk merasa bersalah, bingung harus bersikap seperti apa di hadapan Eva. "Tapi sebaiknya kita–"
"Ah, sudah jam segini. Ayo cepat kita pergi. Revan pasti sudah menunggu," Lagi-lagi Eva memotong perkataan Marc ketika ia melihat jam yang tergantung di kamarnya, gadis itu memasang tasnya dan bergegas pergi menuju lantai bawah menemui adiknya.
Marc menghela napas, dia ikut menyusul Eva setelah menutup pintu kamar Eva tentunya. pemuda itu berjanji dalam hati jika terjadi sesuatu pada kedua tuannya hari ini, dia akan melindungi mereka sekuat tenaga.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top