Bad Luck
[10.00 P.M]
Eva meringkuk di sudut tembok penjara, menempelkan keningnya di lututnya dengan gemetar, ia meruntuki nasibnya yang malang serta kekejaman Raja Lucifer. Dia saja baru datang pagi tadi ke wilayah Royal Black Army, mana dia tahu kalau kerajaan ini memiliki peraturan seperti itu.
"ah sialan, nasibku gini amat. mana laper lagi," keluh Eva yang kini memegangi perutnya.
Sejak tapi pagi dia juga belum makan, mana penjara yang dia tempati ini pengap dan lembab lagi, disekitarnya hanya ada tumpukan jerami yang sudah kering dan tempat tidur beralas kayu. Sinar rembulan masuk ke tempatnya melalui ventilasi kecil tepat berada di atas kepalanya.
"hah, terpaksa deh. perutku udah laper banget," gumam Eva sambil meranjak dari tempat tidurnya lalu mendekati pintu sel penjara sambil memegangi sel itu.
"Tuan, saya laper nih. kasih makanan dong, sedikit juga gak apa-apa," kata Eva memohon pada kedua penjaga yang menjaga tepat samping kanan kiri selnya.
"makanan katamu! Gak ada makanan, kau diam saja disana sambil menunggu Eksekusi besok," sahut salah satu penjaga melirik Eva kecil.
"yah, tolong dong tuan. Nanti kalau saya mati duluan sebelum di eksekusi bagaimana dong?"
"Bukan urusan saya, malahan bagus kalau kamu cepat matinya,"
Eva mendengus kecil, rencananya tidak berjalan dengan lancar. "cuma minta makan, pelit amat sih,"
"tuan, kasih saya sedikit makanan aja. Saya cuma minta itu sebelum di eksekusi besok," rengek Eva dan kali ini sambil mengguncangkan sel penjaranya hingga berbunyi nyaring.
Kedua penjaga itu menutup kedua telinga masing-masing dan salah satunya menatap Eva marah.
"berisik! bisa diam gak sih! Nanti Raja terbangun gara-gara kau,"
"kalau tuan gak mau saya berisik, kasih saya makanan. saya udah laper," tanpa mendengarkan salah satu penjaga itu, Eva masih mengguncangkan selnya.
Panik karna tidak ingin membuat Raja Lucifer bangun dari tidurnya dan membuat marah. Salah satu penjaga itu menghentikan Eva.
"Baik baik, akan saya ambilkan makanannya. Kau jangan berisik lagi dan diam disana!" perintahnya geram.
Eva lantas menghentikan aktivitasnya, mengangguk patuh dengan sedikit senyum mengembang di bibirnya. Penjaga itu segera pergi dari sana entah kemana sedangkan yang satunya lagi tetap berjaga di tempat.
Eva segera kembali ke tempat tidurnya dan menyembunyikan dengan apik sebuah kayu kecil di tumpukan jerami, sejak awal kayu kecil itu memang berada di sana.
"Semoga saja para penjaga itu tidak menyadarinya," pikir Eva melirik kecil tumpukan jerami tersebut, kemudian ia memandang ventilasi udara yang ada di atasnya.
"kabur lewat sana juga tidak mungkin, ventilasi itu terlalu kecil untuk dilewati. Satu-satu nya cara cuma lewat pintu,"
gadis itu menghela napas berat lalu menopang dagunya dengan tangan kanannya, mencari akal agar bisa melewati kedua penjaga tersebut.
Tidak sampai beberapa menit penjaga tadi kembali sambil memegangi sepiring kue coklat, hanya sepotong. Dia membuka sel penjara lalu menyerahkannya pada Eva. Dengan senang hati Eva menerimanya.
"terima kasih tuan," katanya ssnang.
"awas kalau berisik lagi!" ancam sang penjaga, dan Eva hanya menanggapi dengan anggukan. Penjaga itu berbalik dan mengunci kembali selnya, lalu menaruh di meja kecil berdekatan dengan sel.
Pandangan Eva terpaku pada kunci tersebut lalu ia tersenyum evil beberapa detik. "tinggal menunggu tengah malam, aku akan keluar dari sini,"
Ia kemudian memakan kue nya dengan senang hati sambil menunggu rencana selanjutnya.
****************
[1.00 A.M]
Tanpa terasa sudah tengah malam, Eva yang sejak tadi pura-pura tidur menolehkan kepalanya memastikan kedua penjaga itu. Satu penjaga tertidur di sebuah kursi kosong dekat sudut tembok dan satunya lagi masih berjaga membelakanginya tapi kini posisi tubuhnya lesu tidak setegap tadi, mungkin sudah mulai lelah dan mengantuk.
Dengan perlahan dan hati-hati Eva meranjak dari tempat tidurnya lalu mengambil kayu kecil dari tumpukan jerami, ia mendekati perlahan sel tahanan mengulurkan tangannya ke arah kunci yang tergeletak begitu saja di meja.
"sedikit lagi,"
dan Akhirnya Eva berhasil mengambil kunci tersebut dengan bantuan kayu kecil di tangannya, ia bergegas mengembalikan kayu itu ke asalnya lalu segera membuka sel tahanan perlahan tanpa menimbulkan bunyi. Membuka pintunya dengan mengendap-endap melewati kedua penjaga, ia berhasil keluar dari sana. Tinggal mencari jalan keluar dari istana.
Untungnya suasana disekitarnya sepi, jadi memudahkan Eva untuk menyelinap tanpa ketahuan. Dirinya sampai di ruangan Aula tempat dimana Raja sialan itu memakinya di hari pertama menginjakkan kakinya di istana ini. Sayangnya Aula itu terdapat dua orang pelayan yang sedang bergosip, Eva dengan cepat menyembunyikan dirinya di pilar besar sambil memastikan kedua pelayan itu.
"hei, dengar-dengar pangeran ke-2 sedang mencari orang yang mau menjadi kelinci percobaannya ya?" kata salah satu pelayan yang membawa tumpukan piring.
"iya, itu benar. Jangan sampai deh aku yang menjadi kelinci percobaannya, ngeri tau. Sudah banyak juga pelayan yang menjadi korbannya sampai mati gitu,"
"ih, ngeri banget. Kerjaan pangeran ke-2 apa sih? sampai banyak para pelayan yang menjadi korbannya,"
"entahlah, aku juga tidak terlalu tahu banyak. Pangeran ke-2 sangat misterius, tidak ada satupun orang yang mengetahui wajah aslinya selain Raja dan pangeran ke-3,"
Selama beberapa menit Eva menunggu kedua pelayan itu pergi dengan tak sabar. "Ayolah, cepat pergi. aku buru-buru,"
kesabaran Eva membuahkan hasil kedua Pelayan itu akhirnya pergi, Eva merasa lega lalu kembali mengendap-endap melewati Aula. Tapi sialnya tiba-tiba saja terdengar suara derap langkah yang lumayan banyak dari lorong bawah tanah.
Dengan panik dan tanpa memperdulikan situasi lagi, Eva berlari dari sana tanpa arah. Lama berlari ia menemukan sebuah ruangan yang cukup besar, Eva segera masuk kesana dan buru-buru menutup pintunya ketika derap langkah itu semakin dekat.
Samar-Samar Eva mendengar pembicaraan orang-orang yang mengejarnya.
"Cepat berpencar, kita harus mencari pelayan itu sebelum Raja tahu kalau dia kabur,"
kemudian derap langkah itu perlahan menjauh, Eva menghembuskan napas lega. Dia mengusap keningnya, rasa tegang perlahan memudar.
"Siapa kau?"
Eva terkesiap seketika mendengar suara asing di belakangnya, ia berbalik dan menemukan seorang pemuda bertubuh tinggi dengan surai pirang, Eva tidak bisa melihat wajah pemuda itu karna terhalang topeng rubah yang dipakainya.
"Kutanya sekali lagi, siapa kau?" nada sinis terdengar dari pemuda itu.
"S-Saya hanya seorang pelayan. Saya tersesat di sini," sahut Eva dengan gugup tidak berani memandang pemuda itu.
"pelayan?" pemuda itu tampak bersidekap lalu memandang Eva dari ujung rambut sampai kaki. Menilai cara pakaian sang gadis. "Tapi dari yang kulihat, kau tampak tidak seperti seorang pelayan,"
Deg!
Eva melirik kanan kiri mencari alasan yang logis agar pemuda di depannya percaya. Agak panik juga.
"um, saya baru datang kemarin dan belum sempat mengganti pakaian saya,"
"semoga dia percaya," pikir Eva penuh harap.
"huh, pelayan baru. Pantas saja aku tidak pernah melihatmu," pemuda bersurai pirang itu berbalik membelakangi Eva dan berjalan pelan mendekati sebuah jendela besar yang tidak tertutup gorden.
"karna kau sudah ada disini, tugas pertamamu adalah bereskan kamarku. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku, jadi saat aku kembali kesini tempat ini sudah harus bersih!" katanya dengan nada perintah.
"Eh, loh kok gitu sih? aduh...aku kan harus buru-buru keluar dari sini," Eva gelagapan memandang punggung pemuda yang membelakanginya itu.
"Tapi tuan–"
"Aku tidak terima penolakan!" suara tegas itu menyadarkan Eva bahwa pemuda di hadapannya bukan tipe orang yang suka dibantah sama seperti Raja Lucifer.
Pemuda itu berjalan pergi menuju suatu ruangan disamping jendela, tapi sebelum dia masuk ke dalam ruangan tiba-tiba saja kaca jendela itu pecah dan sebuah panah melesat masuk.
PRRANGG!
Eva yang menyadarinya bergegas menarik dan melindungi pemuda bertopeng rubah itu.
"TUAN AWAS!"
BRUK!
keduanya jatuh menabrak lantai, Eva yang paling parah karna punggungnya terkena pecahan kaca sampai berdarah, gadis itu meringis menahan sakit di punggungnya. Sedangkan sang pemuda yang menyadari Eva berada di atasnya ingin menyingkirkan gadis itu namun dia urungkan karna menyadari darah di punggung Eva.
"Hei, punggungmu berdarah," pemuda bersurai pirang itu memegangi kedua bahu Eva bermaksud menahan tubuh sang gadis dan menyingkirkan gadis itu perlahan dari atas tubuhnya.
Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka menampakkan beberapa pengawal dan pelayan. Mereka semua tampak panik dan khawatir.
"Pangeran apa anda baik-baik saja? Kami mendengar suara pecahan kaca dari ruangan ini," kata salah satu pengawal khawatir.
"Aku baik-baik saja, kalian tolong gadis ini. Punggungnya berdarah," Pemuda itu membantu Eva berdiri.
"Pangeran tunggu dulu, gadis itu adalah pelayan yang kabur dari ruang penjara dia akan dieksekusi besok," pengawal satunya lagi memegang tangan Eva dengan kasar diikuti pengawal lainnya, mereka membawa paksa Eva dari ruangan itu.
"hei,kalian obati dulu punggungnya,"
terlambat, para pengawal itu itu pergi dari sana dengan Eva yang hampir kehilangan kesadarannya.
Pemuda bersurai pirang dengan topeng rubah itu hanya bisa memandangi punggung Eva yang mulai menjauh, lalu memandangi tangan kanannya yang berdarah terkena darah Eva.
"Pangeran, tangan anda berdarah. Ayo akan saya obati," salah satu pelayan disana menawarkan bantuannya.
"tidak perlu, kalian bersihkan saja pecahan kaca disana. Dan bilang pada para pengawal lainnya agar memperketat keamanan karna sepertinya istana kita sedang tidak aman sekarang," sahut pemuda itu sambil melirik sebuah anak panah yang masuk ke ruangannya.
"baik pangeran,"
Para pelayan mengikuti perintah Pemuda itu, sedangkan sang pemuda kembali menatap tangannya yang masih berbekas noda darah.
"Aku yakin sekali, sekilas kulihat yang berdarah bukan cuma punggungnya tapi juga lengan kirinya. Tapi kenapa juga dia harus berbohong seperti itu?"
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top