Gagal Memangkas Jarak

Kekasih Mikkel termasuk salah satu dari tujuh puluh lima persen pengguna internet yang dengan sukarela membagi kehidupan pribadi kepada orang-orang yang tidak dikenal. Apa Liliana tidak tahu kalau Facebook, Twitter, Instagram dan semacamnya punya akses sangat luas terhadap kebiasaan masing-masing pengguna mereka dalam bermedia sosial, melakukan big data analysis lalu menjualnya kepada siapa saja yang memerlukan? Segala sesuatu yang kita unggah di sana adalah sumber penghasilan mereka.

"I bring you to ... Lomma beach!" Liliana bicara dengan riang di depan kamera. Ponselnya bergerak ke kiri dan ke kanan, merekam laut dan pantai.

Menit berikutnya Liliana memotret bukit kecil dengan semak di atasnya, membuat tulisan 'Mikkel-Liliana were here' dengan tanda hati besar sebagai bingkai di tanah pantai yang basah dan memotretnya, menjawil pipi gadis kecil yang lewat di sampingnya sambil mengatakan bahwa gadis itu very cute dan gadis cilik dengan baju renang biru muda itu terkikik, juga menyuruh Mikkel untuk memotret Liliana bersama anak perempuan berambut pirang tersebut.

Mikkel duduk di pasir, menunggu Liliana selesai dengan kegiatannya. She seems having fun. And that's a very good sign. Tanda bahwa Liliana menyukai Lund. Walau begitu, sampai detik ini Mikkel masih belum tahu apakah dia akan bisa membuat Liliana berubah pikiran dan mau memasukkan kota ini dalam daftar kota yang ingin ditinggali jika mereka menikah. Jika. Belum ketika.

Sepuluh menit kemudian Liliana ikut duduk di samping Mikkel dan mengubur telapak kakinya dengan pasir pantai yang lembut. Mikkel memeriksa foto-foto yang sudah dibagi untuk dilihat dunia di ponsel Liliana. Banyak sekali foto yang diunggah Liliana. Bahkan foto mereka berciuman di lampu merah juga sudah. Cepat sekali gerakan jari Liliana, Mikkel menggelengkan kepala. Liliana memotret kaki mereka berdua dengan kamera milik Mikkel.

"Aku bikinin kamu akun Instagram, Mikkel." Tadi malam Liliana mengunduh aplikasinya di ponsel Mikkel. Mikkel hanya punya Facebook, itu juga sudah lebih dari lima tahun tidak pernah dibuka. Sudah penuh sarang laba-laba.

"Untuk apa?"

"Untuk apa? Supaya orang percaya aku beneran punya pacar. Kalau kita balas-balasan komentar, teman-temanku akan percaya bahwa aku nggak mengarang soal pacarku. Nanti dikira aku ketemu bule secara random lalu ngajak foto bersama."

"Foto ini sudah membuktikan kamu punya pacar, Lil."

Liliana tersenyum menatap foto tersebut. Yang diambil saat Mikkel menciumnya di lampu merah. Kalau di Jakarta, berhenti di lampu merah terasa menyebalkan sekali. Durasinya sangat lama dan kalau antreannya sedang sangat panjang, bisa terhenti berkali-kali di lampu merah yang sama. Di Lund, lampu merah malah menjadi salah satu tempat favorit Liliana. Sepi. Hanya ada mereka berdua di jalur sepeda. Menunggu tidak lagi membosankan. Kurang romantis bagaimana lagi, Mikkel dan Liliana duduk di atas sepeda sambil bergandengan tangan menanti lampu berubah hijau. Kemudian Mikkel mencondongkan badan ke samping untuk mencuri satu ciuman. Malah tadi Mikkel iseng memotret mereka saat mengulang ciuman untuk yang kedua kali.

"Did I earn a hashtag?" Mikkel tertawa membaca tagar Love Of The Life. "Sure I did deserve it."

"Keep it up." Liliana mencium pipi Mikkel. "Siapa tahu aku baik hati dan nanti hashtag-in kamu lagi. Kalau kamu tetep baik seperti ini."

"Husband of the year hashtag someday."

"Sebelum itu bukankah hashtag the perfect groom?"

"Gimana kalau dimulai dengan the best boyfriend ever dulu?"

"Duh, mungkin mantan pacarku—

"Kamu tidak punya mantan pacar," potong Mikkel dan Liliana tertawa.

"Kadang aku pengen tahu gimana rasanya punya mantan pacar."

"Kamu akan punya nanti. Setelah kita menikah, aku akan jadi mantan pacarmu."

Liliana tidak menemukan kalimat yang tepat untuk membalas. Karena menurut perkiraan Liliana belakangan ini, Mikkel memang akan menjadi mantan pacarnya. Bukan karena menikah. Tetapi karena hubungan mereka berakhir. Setelah gagal memangkas jarak.

"Ternyata kamu masih punya foto ini, Sweets?" Mikkel melambaikan ponsel Liliana. Sisa hari yang damai dihabiskan dengan bermalas-malasan menatap laut. Semakin siang semakin banyak yang datang ke sini.

Mata Liliana terbelalak. Di layar ponsel Liliana, ada foto jadul mereka saat liburan di Gili Trawangan. Foto yang sengaja dipotong oleh Liliana sehingga hanya menyisakan wajah mereka berdua. Aslinya foto beramai-ramai.

"Apaan sih, Mikkel! Jangan lihat yang aneh-aneh dong!" Liliana berusaha merebut ponselnya kembali. "Mikkel! Sini HP-ku!"

Memalukan sekali ketahuan menyimpan foto itu. Liliana mengeluh dalam hati. Dulu Liliana sangat terobsesi pada Mikkel—saat belum pacaran dengannya—dan suka memandangi wajahnya bersanding dengan wajah Mikkel. Meski terlihat dipaksakan, karena tidak punya foto berdua dengan Mikkel, foto hasil pemotongan sudah cukup bagus digunakan sebagai teman melamun. Membayanggkan bagaimana rasanya menjadi pacar Mikkel.

Melihat Liliana menjulurkan tangan untuk merebut ponselnya, Mikkel meninggikan ponsel itu. Mereka pergi liburan ke Gili Trawangan lima tahun yang lalu. Mikkel, Afnan, Lily, Liliana, dan dua anak dari sahabat keluarga Møller—Edsger dan Linus Zainulin. Waktu itu, Mikkel ingat, Lily keberatan kalau menjadi satu-satunya peserta wanita dan mengusulkan untuk mengajak Liliana. Masalahnya, Liliana menolak dengan alasan tidak ada biaya. Menurut keterangan Lily, setelah Mikkel menggali lebih dalam, keuangan Liliana hanya cukup untuk membayar kuliah. Tidak ada sisa dana untuk liburan.

Saat Liliana datang ke rumah Mikkel keesokan hari dan Mikkel melihat sosok baru Liliana, Mikkel langsung setuju untuk menanggung biaya perjalanan Liliana. Remaja bertubuh kurus dengan rambut diikat ekor kuda, yang dulu masih pakai seragam putih biru setiap datang ke rumah Mikkel, waktu itu sudah banyak sekali berubah. Sudah menjadi seorang wanita dewasa. She had curves. Great racks. Perfect ass. The shape of her body was a living fantasy. Meskipun belum begitu peduli pada penampilan, Liliana—di mata Mikkel saat itu—termasuk gadis yang bisa lolos audisi beauty pageant.

Anggap saja biaya tiket pesawat dan lain-lain yang dia keluarkan adalah modal membuka jalan untuk bisa mendekati Liliana. Investasi yang tidak sia-sia, kalau melihat hasilnya sekarang. Mikkel bisa memiliki Liliana.

"Aku kangen Lily," cetus Liliana. Sahabatnya itu memilih menikah muda. Dengan Linus Zainulin. Dulu Linus satu sekolah dengan Lily dan Liliana juga. Cowok paling populer yang jago sepak bola dan juara maraton setiap bulan Agustus. Kalau saja hubungan Liliana dengan Mikkel sesederhana hubungan Lily dan Linus. Tidak perlu memperdebatkan tempat tinggal.

"Seandainya kamu punya banyak waktu, kita bisa ke Jerman dan ketemu Lily," kata Mikkel. "Ngomong-ngomong, Sweets, kamu dulu pernah bilang akan mengembalikan uangku. Yang kupakai untuk membayari kamu ke Lombok itu." Mikkel mengingatkan Liliana mengenai percakapan mereka di salah satu malam di Gili Trawangan.

"Kamu bilang, kalau aku mau diajak kencan, sekali kencan," Liliana menekankan, "Kamu akan anggap utangku lunas."

####

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top