14. Kebenaran


Alisha menepuk pundak pria yang kini ada di hadapannya. Ia yakin pria itu pasti mengenali wajahnya walaupun terhalang make-up yang tebal. Alisha bahkan tak bisa membendung air matanya yang tiba-tiba keluar, ia terlalu merindukan pria itu selama ini.

"Reiga ...," lirih Alisha mencekam, membuat semua orang yang berada di samping pria itu mengernyit menatap aneh kepadanya.

Satu tarikan mampu membuat Alisha pergi menjauh dari kerumunan itu. Ia terlalu terkejut dan tak bisa melawan pria yang menariknya sekarang, membawanya pergi ke luar dari ballroom hotel itu dan kini berdiri di lorong yang kosong.

Wanita itu menangis tersedu-sedu seraya memukul pelan dada pria yang ada di hadapannya. "Ke mana kamu selama ini?"

Seraya menenggelamkan wajahnya pada dada bidang pria itu, Alisha bergumam mengungkapkan semua isi hatinya selama ini yang tidak bisa ia ungkapkan kepada siapa pun dengan kata-kata saja.

"Sstt ... Aku di sini sekarang," ujar pria itu, tangannya terulur mengusap pipi Alisha yang teramat basah karena air mata. "Kenapa kamu ada di sini?"

Alisha menyeka air matanya sendiri, kemudian menarik napas dalam dan ia embuskan perlahan. "Aku ... Aku mencarimu, Reiga. Aku tidak bisa hidup tanpamu, semuanya terlihat gelap jika aku tidak melihatmu."

Satu dekapan mampu membuat tangis Alisha kembali pecah, wanita itu melingkarkan tangannya dan mencari tempat ternyaman di sana untuk sekedar menghirup aroma tubuh pria itu.

"Aku merindukanmu." Suara bariton khas Reiga membuat hati Alisha yang sudah lama mati kini menghangat kembali.

Reiga menyentuh kedua pundak wanita itu, dahinya mengernyit banyak sekali pertanyaan yang ingin ia lontarkan saat itu juga. Namun, bibirnya memilih bungkam menahan itu semua, ia mencoba menunggu penjelasan dari Alisha.

Tangannya terulur menangkup kedua pipi Alisha, kemudian menempelkan bibirnya dengan wanita itu. Mencurahkan semua kerinduan atas kecupan yang dulu sering ia lakukan.

Sepuluh detik berlalu, mereka berdua melepas pagutan untuk mencari oksigen yang mulai hilang.

"Kamu ke sini bersama siapa?" Tanya Reiga sekali lagi.

"Dengan Ryu, pemilik perusahaanmu dulu."

Reiga mengacak rambutnya frustasi. Ia tahu hal ini pasti akan terjadi, entah apa yang di alami wanita di depannya itu selama bersama Ryu, musuhnya. Ya, sudah lama Reiga menganggap Ryu musuhnya, bukan sekedar musuh dalam rekan kerja. Namun, ada hal lain yang membuatnya membenci pria itu.

"Ayo pergi dari sini!" Ujar Reiga seraya menarik tangan Alisha untuk mengikutinya.

"Tapi ...." Sela Alisha menghentikan tangan Reiga. "Aku masih memiliki banyak hutang dengan Ryu."

"Berapa semuanya?" Tanya Reiga antusias.

Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Alisha kembali menangis begitu keras. Membuat Reiga mengernyit bingung. "Ada apa?"

Alisha menutupi wajahnya dengan kedua tangan, "Banyak."

"Itu semua rencana Ryu. Ayo kita pergi dari sini!"

Ada banyak sekali kebingungan di kepala Alisha. Wanita itu tidak bisa mencerna semua ucapan Reiga baru saja. Apakah selama ini Ryu mengenal Reiga? Atau semua permasalahannya dengan Ryu memang konspirasi belaka untuk membalas dendam antar rekan bisnis? Semua pertanyaan itu seakan-akan seperti burung yang terbang di kepala Alisha.

Reiga mencoba menarik tngan Alisha kembali. Namun, seseorang menarik tubuh Alisha hingga menjauh dari dirinya.

"Kau ...." Ucap Reiga.

"Dia tahananku!"

Suara serak Ryu mengagetkan kedua insan yang tengah merencanakan kabur dari pria itu. Alisha melihat Ryu yang sudah berdiri tepat di belakangnya. Tatapannya mematikan ke arah Reiga dengan satu tangan yang mengepal.

"Tunggu ... Ada apa ini? Ada apa dengan kalian?" Tanya Alisha yang mulai membuka mulut, ia begitu penasaran dengan semua ini. Ia tidak tahu permasalahan dua pria di dekatnya itu selama ini, apa yang membuat mereka berdua terlihat saling membenci?

"Dia!" Desis Ryu menunjuk ke arah Reiga yang terlihat gugup. "Apakah dia tunanganmu?" ujarnya kemudian.

Alisha mengangguk. Namun melihat Reiga yang berusaha menggeleng menghentikan wanita itu. Sebenarnya, ia juga merasa bingung mengapa Ryu tiba-tiba bertanya seperti iti. Apakah pria itu memang mengetahui semuanya? Apa yang dikatakan Reiga sebelumnya itu benar? Semua yang Alisha alami beberapa waktu ini rencana pria itu?

Ryu kembali mengeratkan genggamannya ke tangan Alisha yang kini mulai memerah. Pria itu kemudian menarik dan membawa Alisha pergi dari sana.

"Jangan bawa Alisha!"

Satu teriakan Reiga mampu membuat Ryu menoleh menghadap pria itu. Satu alisnya terangkat merasa tertantang.

"Aku akan bayar berapa pun hutang Alisha kepadamu. Lepaskan dia, atau aku akan melaporkanmu ke polisi."

"Benarkah?" Ryu berekspresi seakan-akan tengah merasa terkejut
Seraya menutup mulutnya dengan tangan kiri. "Takut ... Apa kau bisa membayar semuanya dengan nyawa? Atau dengan kasih sayang palsumu?"

Reiga mengepalkan kedua tangannya terlihat marah. Wajahnya menunduk tidak berani menatap mata Alisha yang kini membutuhkan sebuah penjelasan tentang semuanya. Pria itu kemudian pasrah ketika melihat tunangannya yang dibawa paksa oleh Ryu.

"Reiga ... Tolong bawa aku dari sini!"

Teriakan Alisha bagai angin yang lewat begitu saja. Sekeras apa pun wanita itu memohon untuk di selamatkan, tetap saja, di sini Reiga masih menunduk tidak bisa berlari untuk merebut wanitanya dari pria lain. Ada hal yang membuatnya susah untuk bergerak, hal yang membuat wanita yang ia cintai berada pada posisi seperti ini.

°°°

Suara pintu yang di banting dengan begitu keras mampu membut seisi mansion ke luar untuk melihat siapa itu.

Sekarang sudah pukul satu dini hari. Semua pelayan tidak ada yang diperbolehkan tidur jika Ryu belum pulang, itu sudah menjadi aturan Ryu sendiri.

Mereka semua menatap nanar melihat Alisha yang ditarik paksa oleh tuannya. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi ketika selama tujuh hari wanita yang bersama Ryu tidak juga membuat pria itu tertarik.

Jeritan seorang wanita, hingga siksaan pria itu menjadi sesuatu yang sudah biasa terjadi, mereka sudah tahu keadaan Alisha besok ketika Ryu mungkin akan menendangnya dari mansion itu dengan tak berperasaan. Atau bahkan membuatnya di bawa oleh pengawal-pengawal tempat itu.

"Lepaskan, Ryu!"

Ryu tidak mendengarkan teriakkan Alisha yang sudah dari tadi menganggu telinganya. Wanita itu terus meronta-ronta ingin dilepaskan dari cengkraman kuat pria itu. Namun, usahanya selalu gagal, dan berakhir dengan tamparan keras di pipinya.

Wanita itu kembali merasa sakit ketika Ryu mendorongnya hingga tersungkur ke lantai setelah sampai di kamar pria itu. Ryu kemudian mengambil borgol di dalam laci, menarik tangan kanan Alisha serta memasangkan satu borgol itu pada salah satu kaki kursi kayu yang ada di ruangan itu.

"Kenapa kau begitu marah?" Teriak Alisha sekali lagi. "Apa salahku?"

Alisha melihat punggung Ryu yang sedikit menegang setelah mendengar ucapannya. Pria itu kemudian kembali mendatangi Alisha, mencengkram kuat dagu Alisha hingga membuat wanita itu meringis kesakitan.

"Kau mau tahu apa salahmu?" desis Ryu. "Salahmu yaitu menjadi tunangan Reiga."

Alisha mendongak mencoba menatap mata Ryu yang tengah berapi-api. "Apa salahku jika menjadi tunangan Reiga. Siapa kau sebenarnya?"

Ryu bangkit dari duduknya, kemudian membanting gelas  di hadapan Alisha. "Itu salah."

"Ada apa dengan semua ini! Aku tidak tahu dengan keadaan membingungkan ini," racau Alisha seraya menarik-narik tangannya, ia bahkan tidak memedulikan memar yang semakin parah pada pergelangan tangannya.

"Aku tidak menyukaimu lagi, hatimu begitu keras. Kau tak pernah sekali pun peduli denganku! Kau hanya peduli dengan pekerjaanmu."

Sekelebat bayangan masa lalu yang begitu menyakitkan terlintas di pikiran Ryu kembali. Pria itu mengacak rambutnya kemudian berjongkok kembali.

"Aku tahu, semua yang aku alami adalah rencanamu. Botol parfum yang pecah itu, proposal gila itu, kau sudah merencankannya!"

Ryu tertawa begitu keras kemudian bertepuk tangan. "Benar sekali!"

"Kau, GILA!"

Ryu menarik rambut Alisha ke belakang begitu keras membuat sang empu menangis karena merasa panas dan perih pada kepalanya.

"Siapa kau berani berteriak kepadaku? Hmm?"


TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top