0.7 첫째 날 cheosjjae nal (Hari pertama)

Alisha mengerjap-ngerjapkan matanya karena cahaya matahari sudah menyapu halus permukaan kulitnya, dan udara dingin masuk melewati jendela kamarnya yang terbuka. Wanita itu kemudian menggeliat, guna meregangkan otot-ototnya. Ia menggulingkan tubuhnya ke arah kiri, untuk melihat jam alarm yang ia pasang semalam.

Sudah jam sembilan lewat sepuluh menit, dan Alisha sudah terlambat bangun beberapa jam. Sontak wanita itu langung mendudukkan tubuhnya, dan menyibak selimut yang masih menutupi tubuhnya. Ia berjalan sedikit sempoyongan, semua di depannya terlihat buram seketika, mungkin sekarang darahnya rendah. Alisha menyentuh kepalanya, dan menggeleng-gelengaknnya guna mengembalikan kesadaran kembali.

Lima belas menit berlalu, kini Alisha sudah ke luar dari kamar mandi mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan handuk yang membungkus kepalannya. Wajahnya terlihat lebih fresh dari sebelumnya, Alisha mendekati meja rias yang ada di kamarnya dan melakukan perawatan wajah dengan mengoleskan beberapa pelembab agar kulitnya tidak kering. Mulutnya bergumam menyanyikan lagu kesukaannya.

"Kala ku pandang kerlip bintang nan jauh di sana ...."

Wanita itu mengggerakkan tubuhnya seirama dengan lagu yang ia nyanyikan. Benar sekali, menyanyi adalah salah satu cara menghilangkan stres. Lihat saja, Alisha bahkan menampilkan raut gembira di wajahnya seakan-akan semua masalah hidupnya beberapa hari ini hilang begitu saja.

"Sayup ku dengar melodi cinta yang menggema ... Asheek."

"Terasa kembali gelora jiwa mudaku ...
Karna tersentuh alunan lagu, semerdu kopi, dang--"

Alisha menghentikan kegiatannya tatkala melihat Ryu yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan dingin pria itu, untung saja pria itu tidak tahu bahasa Indonesia jadi terlihat acuh dengan yang Alisha nyanyikan. Wanita itu menaruh handuknya kembali ke tempat semula, kemudian berjalan menghampiri Ryu.

Alisha hanya bisa menebak-nebak apa yang pria itu lakukan di kamarnya sekarang. Tidak, Alisha hanya numpang di tempat itu, jadi wajar saja Ryu seenak jidat masuk ke kamar itu.

Dalam tatapan pria itu, ada berbagai pertanyaan yang mungkin tak bisa diungkapkan dengan kata-kata saja. Atau mungkin, Ryu mendapat pengaduan Alisha dari Daehwa tentang kejadian semalam. Alisha berdiri tepat di hadapan Ryu, sebisa mungkin ia memasang wajah biasa saja tanpa ada masalah. Seperti kata ibunya, seorang pria akan mudah tertarik dengan wanita karena senyumannya. Alisha menarik kedua ujung bibirnya, dan tersenyum manis di hadapan Ryu.

"Ada apa?" Tanya Alisha masih dengan senyuman yang terukit di wajah cantiknya. "Kenapa Anda kemari?"

Ryu tidak menanggapi ucapan Alisha, dan langsung masuk ke kamar wanita itu tanpa permisi. Pria itu kemudian duduk di sofa merah muda di ujung kamar dengan satu kaki yang menyila. Punggungnya ia sandarkan, sedikit bergeser agar mendapat tempat ternyaman di sana. Alisha hanya bisa menatap Ryu bingung.

"Kau ada masalah dengan Daehwa?"

Tebakan Alisha benar, pasti Daehwa sudah mengadu ke kakaknya itu. Padahal Alisha sudah meminta maaf, dan mengakui kesalahannya semalam. Namun, ia tetap diadukan Ryu.

"Tidak, hanya kesalahan masuk kamar," ujar Alisha seraya menyisir rambutnya, dan berjalan menghampiri Ryu.

"Oh, tidak ada pengakuan lain lagi?" Tanya Ryu kemudian menggeser tubuhnya menghadap Alisha. "Seperti, menyelinap masuk ke kamarnya, menuduh Daehwa pencuri, menodongkan vas bunga untuk mencelakainya."

"Si manja itu," batin Alisha.

"Aku sudah mengatakan tidak sengaja, aku baru di tempat ini," jelas Alisha mendengus kesal. Sudah banyak sekali tuduhan pria itu kepadanya, bahkan Ryu tidak pernah menanggapi alasan Alisha, dan mneganggap semua yang dilakukan Alisha salah.

"Jangan terlalu membela diri, aku tidak suka penjelasan sebelum memastikan sendiri."

Alisha menggeleng, memastikan ucapannya itu jujur. "Aku tidak segaja."

"Aku ke sini hanya untuk mengatakan itu. Kau harus minta maaf lebih serius lagi dengan Daehwa, jangan sampai dia ngambek dan nggak mau pergi ke asrama lagi," tukas Ryu seraya berdiri dari tempat duduknya, dan berjalan melewati Alisha. "Kau tidak butuh makan?"

Alisha baru ingat sekarang, ia belum melakukan sarapan karena telat bangun. Ia belum terbiasa berada di tempat itu, dan tidak peduli jam berapa ia sarapan. Apa mungkin Ryu menunggu sarapan dengannya? Itu hal mustahil.

Tugas Alisha sekarang adalah meminta maaf kepada si manja Daehwa, agar ia tidak dibebani kesalahan lebih banyak lagi.

°°°

Alisha mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Daehwa, ia berjalan menyusuri kolam renang seperti yang dikatakan salah satu koki di tempat itu tentang keberadaan Daehwa. Ia terus berjalan menyusuri tepian kolam renang yang sangat dingin.

Udara di luar begitu dingin. Namun wanita itu masih memaksakan diri mencari adik Ryu untuk sekedar mengucapkan maaf. Alisha ke luar dengan mengenakan pakaian yang berlapis-lapis tak lupa dengan syal abu-abu yang ia rajut sendiri di Indonesia dulu. Ia memang berencana pergi ke Korea pada awal bulan Februari, sekarang sudah tanggal 8 Februari dimana musim dingin di sana sudah akan berakhir. Salju bekas hujan semalam tidak terlalu tebal siang ini, dan juga ada sedikit paparan matahari yang menghangatkan tubuh Alisha sekilas.

"Di mana Daehwa, kenapa aku harus bersusah payah melewati semua ini demi mendapat maaf untuk kesalahan yang tidak aku perbuat."

Sepanjang perjalanan, wanita itu terus saja mengoceh tidak terima dengan semua ini. Ia tahu, Ryu adalah pemilik perusahaan besar jadi bisa membayar semua yang ia inginkan. Alisha sedikit mencurigai, alasan ia di bawa ke tempat ini bukan hanya untuk membuat pria itu tertarik, ada alasan lainnya. Pasalnya, sudah banyak wanita yang menjadi korban seperti Alisha, dan mereka semuanya sama, pelayan baru di perusahaan Ryu. Apa mungkin pria itu hanya mengincar wanita lemah yang tidak punya uang saja? Pria itu tidak akan puas dengan semua ini, dan membuat semua wanita yang menjadi targetnya terlilit hutang hingga mereka berpikir mati akan lebih baik. Atau ada dendam tersendiri? Tapi jika dipikir-pikir, Alisha baru mengenal Ryu beberapa waktu lalu, dan tidak memiliki masalah selain kejadian malam itu. Alisha menepis pikiran buruknya itu, selama ia tidak mendapat alasan yang jelas dari pria itu, ia tidak akan berhenti berpikir negative.

Semua hal tentang Ryu sedikit-sedikit sudah Alisha ketahui. Jangan remehkan kekuatan stalker Alisha. Jika wanita itu sudah terlanjur penasaran, ia tidak akan berhenti begitu saja, tidak lama lagi ia akan mengungkap semua tentang pria itu.

Sepertinya Alisha sudah ditipu koki itu, lihat saja sudah hampir sudut kolam ia telusuri, dan tak kunjung melihat batabg hidung pria manja itu. Persetan dengan minta maaf, wanita itu sudah hilang mood sekarang. Ia tidak peduli lagi dengan perintah Ryu untuk meminta maaf sekarang. Alisha kemudian memutar arah dan pergi dari tempat itu.

"Kau!" tunjuk Alisha ketika netra hitamnya menangkap pria yang ia cari tengah duduk santai di ruang tamu.

"Kau mencoba membalasku, ya?" Tanya Alisha, mendapat jawaban dari koki itu bukan hal kebetulan yang bisa Alisha terima. Kenapa juga ia mempercayai koki yang tiba-tiba ada di depan kamarnya, bukan di dapur.

"Siapa yang kau maksud?" Tanya Daehwa dengan senyum kemenangan. Ia tidak pernah terima jika ada yang mempermalukan dirinya, apa lagi di depan pelayan. Ya, setelah Alish naenjerit semalam tanpa Daehwa sadari banyak pelayan yang melihat kejadian itu di ambang pintu.

"Dasar anak manja, dikit-dikit ngadu," tukas Alisha. "Awas saja kau!"

"Awas apa?"

Suara berat Ryu menghentikan dua insan yang tengah berdebat. Alisha diam, sedangkan Daehwa menahan tawanya melihat ekspresi Alisha yang berubah drastis. Ketika di deannya wanita itu menunjukkan wajah menantang penuh keberanian, dan sekarang lihatlah ia bahkan lebih mirip anak itik yang kehilangan ibunya.

"Wanita ini selalu menantangku, Kak. Lihatlah wajahnya ketika di belakangmu dia seperti akan membunuhku, dan ketika ada kamu dia berperilaku polos tak berdosa," tutur Daehwa yang langsung mendapat tatapan mematikan Alisha dengan mulut yang naik turun, memperingatkan pria itu.

Sekilas Daehwa melihat gerak-gerik bibir Alisha yang tengah mengejeknya, dengan senyum penuh arti. "Burung besar."

Uhuk ...

Pipi Daehwa begitu memerah, dengan tatapan tajam dan tangan yang mengepal pria itu memberikan peringatan kepada Alisha agar tidak mencari masalah lagi. Wanita itu semalam menutup matanya jijik, dan sekarang malah mengatakan itu tanpa rasa malu.

"Tidak, kok. Aku hanya gemas melihat tingkah laku Daehwa, dan ingin mencubitnya. Dia begitu menggemaskan seperti burung yang baru menetas," ujar Alisha penuh pembelaan dengan senyuman yang begitu lebar seakan-akan ia memnag tengah gemas melihat bayi kecil.

"Itu menjijikan bukan menggemaskan," sela Ryu tanpa ekspresi.

Alisha kembali mengoreksi ucapannya. "Maksudku, seperti bayi kecil." Lanjutnya, kemudian berjalan mendekati Daehwa yang hanya berjarak beberapa langkah darinya.

Wanita itu kemudian menangkup pipi Daehwa dengan kedua tengannya, lalu ia gerakkan ke kanan dan kiri. Alih-alih menolak, Daehwa tersenyum kikuk di hadapan kakaknya, ia takut Alisha akan mengatakan detail kejadian semalam kepada Ryu. Mungkin ia tidak akan pulang dan menetap di asrama nantinya.

"Baguslah, kalian sudah berbaikan. Dan kau Daehwa, kamis ini berangkat ke asramamu lagi," tukas Ryu kemudian berjalan meninggalkan Daehwa yang sudah mengerucutkan bibirnya.

"Uuh ... Gemeszh." Alisha mencubit pipi Daehwa dengan keras membuat sang empu memekik kesakitan. Setelah membalas Daehwa, ia berlari menyusul Ryu. Ada sesuatu yang harus ia lakukan.

"Awas saja kau, wanita gila!" Teriak Daehwa yang tidak mendapat respon dari Alisha.



Kim Daehwa, 18 tahun.

"Jangan gantikan kakakku dengan wanita gila itu."

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top