0.2 Terjebak
Malam semakin gelap, sekarang sudah pukul sebelas lebih empat puluh menit. Hanya beberapa menit lagi sudah masuk tengah malam. Namun, Alisha masih belum beranjak dari tempat ia bersembunyi, sudah dua jam wanita itu menahan rasa sakit yang ada di punggungnya karena terlalu lama membungkuk. Ingin sekali ia meregangkan otot-ototnya yang sudah mati rasa, dan merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk yang sedari tadi ia bayangkan.
"Tuan, Sekretaris Jung ada di sini."
Semenjak Alisha berada di sana, ia sudah mendengar banyak percakapan dua pria yang ada di ruangan itu. Sebenarnya Alisha juga tidak ingin menjadi wanita penguping, sekeras apa pun ia mencoba untuk berpura-pura tidak mendengar, tetap saja telinga wanita itu tidak bisa berbohong.
"Bagaimana? Apa kau sudah mendapatkan Ambergris kembali?" tanya Ryu setelah sekretarisnya datang.
Alisha mulai menajamkan pendegarannya kembali, mungkin nanti ia akan mendapatkan sedikit informasi tentang Reiga.
"Bahkan, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan."
Sekretaris Jung terlihat begitu takut menjawab pertanyaan atasannya. Raut wajahnya terlihat begitu tegang, hingga warna kulitnya yang semula putih kini berubah pucat.
"Maaf Tuan, kami kehilangan pencuri itu."
Ryu melangkah menghampiri Sekretaris Jung, manik mata coklatnya memancarkan pandangan mematikan seakan ingin langsung menerkam mangsa yang menganggunya.
"Cepat dapatkan kembali Ambergris sebelum hari senin, jika tidak ... Kau akan tau akibatnya." Ryu memijat pangkal hidungnya yang terasa begitu berat.
"Maaf Tuan, butuh waktu lama untuk mendapatkannya. Kita harus menunggu paus memuntahkan Ambergris, dan butuh waktu lagi untuk menunggu Ambergris mengeluarakan bau wangi," ujar Asisten Han menjelaskan apa yang ia tahu.
"Maaf, Tuan ...," lirih Sekretaris Jung mulai membuka mulut. "Ambergris sudah tidak bisa digunakan lagi, karena dilarang oleh IFRA (internasional Fragrance Assiciation) jadi kami tidak bisa mendapatkannya."
Kini terlihat Sekretaris Jung berlutut di hadapan Ryu, wajahnya begitu memelas meminta pengampunan atasannya.
Ryu kembali mendekatkan dirinya di depan Sekretaris Jung, pria itu kemudian menginjak kedua tangan sekretarisnya dengan kakinya yang masih menggunakan sepatu panthopel sedikit tinggi. Tangannya terulur menyentuh pucuk kepala pria yang masih berlutut di hadapannya. Perlahan-tapi pasti, pria itu mengelus pelan surai coklat Sekretaris Jung kemudian menariknya ke belakang dengan keras, membuat pria di bawahnya langsung mendongak melihat tatapan Ryu.
"Jika ada yang melarangmu selain aku, apakah kau akan menurutinya?" tanya Ryu penuh penekanan.
Sedangkan orang yang ditanya masih ragu untuk menjawab pertanyaan itu. "Iya."
Bugh ...
"Kau tau apa yang kau katakan? Hm? Sekarang kau mau membantah perintahku?" bentak Ryu kemudian menghampiri Sekretaris Jung kembali yang sudah terpental karena tendangan Ryu, dan terlihat sangat gemetar.
"Tidak ada yang bisa melarang apa yang sudah diperintahkan Alexander Ryu Daesung, sekalipun itu IFRA. Kau tidak bisa mendapatkan Ambergris lagi?" Ryu sekali lagi bertanya kepada sekretarisnya yang sudah kehilangn kata-kata. "Asisten Han, CAMBUK dia delapan puluh kali!" titahnya kepada Asisten Han kemudian melepas sabuknya, dan diberikan kepada pria itu.
Alisha melebarkan matanya dengan kedua tangan yang menutupi mulutnya. Apakah itu pria yang beberapa waktu lalu ia kagumi? Pria pemaaf yang memiliki senyum tulus bak malaikat. Alisha hampir melupakan fakta bahwa itu memang pria yang sama.
Dengan sangat jelas Alisha mendengar suara jeritan serta rintihan kesakitan Sekretaris Jung. Tubuh Alisha mulai bergetar ketakutan, ia takut dirinya ketahuan bersembunyi di sana. Apa yang akan terjadi padanya nanti? Wanita itu semakin menundukkan wajahnya, dengan kaki yang tertekuk. Sepertinya kesemutan yang ia alami beberapa jam ini sudah menghilang.
"Keluarlah!"
Suara berat Ryu terdengar begitu jelas di telinga Alisha. Ia melihat sepatu pantophel mahal Ryu ada di depannya. Kemudian wanita itu mendongak dan mendapati pria itu memang tengah berdiri di depannya dengan tatapan yang susah diartikan.
"Apa yang terjadi, apa pria itu menyadari keberadaanku?" gumam Alisha dalam hati. Sepertinya persembunyiannya telah diketahui. Sekarang, apa yang harus ia lakukan. Pikirannya buntu dan tak bisa berpikir sesuatu.
"Sedang apa kau di sini?" pertanyaan Ryu sekali lagi yang belum bisa Alisha jawab. "Siapa kau?"
Ryu membuka pintu ruangan yang sudah sedikit terbuka. Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres di sini. Pria itu mengedarkan pandangannya, dan menemukan tiga gelas minuman yang tergeletak di atas meja. Netra coklatnya melihat ujung sepatu wanita di bawah meja yang ada di depannya. Sebelum ia melangkah dan memastikan sesuatu, suara asistennya terdengar sangat jelas di telinganya. Ryu mengurungkan niatnya dan menyeringai, kita lihat sampai kapan wanita itu akan tetap berada di sana.
Lain dengan Asisten Han yang terlihat terkejut dengan keberadaan Alisha, Ryu-pria itu bahkan tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia masih setia dengan wajahnya yang terlihat susah diartikan, mungkin karena ia sudah mengetahuinya dahulu.
Alisha mendongak mencoba menatap manik Ryu, kemudian mulai membuka mulutnya. "Aku ...."
"Dia pelayan baru, Tuan."
Suara seorang wanita yang tidak asing bagi Alisha tiba-tiba menyela, dan masuk ke dalam ruangan. Dia Nyonya Park, kepala pelayan. Wanita paruh baya itu kemudian berdiri di depan Alisha, terlihat wanita itu meremas ujung bajunya yang kini sudah mulai terlihat kusut.
"Kau ...." tunjuk Ryu pada ketua pelayan wanita itu. "Siapa yang menyuruhmu masuk, dan menyela pembicaraanku?"
Nyonya Park terlihat begitu tegang, tubuhnya bergetar hebat dengan wajah yang terus menunduk tak memiliki keniatan untuk melihat seseorang yang berbicara kepadanya.
"Itu ... Maaf, Tuan."
Ryu menatap asistennya kemudian mengkode untuk membawa kepala pelayan itu, dan sekretarisnya yang sudah sangat memar penuh luka untuk pergi dari pandangannya dengan mengibaskan tangannya.
"Pecat dia!"
"Baik," jawab Asisten Han.
Sekarang giliran Alisha untuk membela dirinya sendiri di depan sang Presdir kejam itu.
Sedari tadi, kaki Alisha tidak henti-hentinya bergerak menghentak lantai pelan. Kepalanya menunduk, memikirkan cara agar ia terbebas dari keadaan tidak mengenakkan ini.
"Aku ... Aku adalah fans Anda , ya! Aku penggemar Anda," jawab Alisha secara cepat.
Alisha merutuki dirinya sendiri karena membuat alasan yang begitu tidak masuk akal seperti itu. Dari banyaknya alasan yang bisa ia gunakan, kenapa harus itu yang ia katakan.
"Dia Papparazi, Tuan." Asisten Han setelah kembali ke ruangan mencoba menjelaskan maksud Alisha kepada Ryu.
"Mata-mata?" tanya Ryu seraya mengangkat satu alisnya.
"Bukan!" sela Alisha dengan cepat. Wanita itu menggelengkan kepalanya dan mulai mencari alasan yang mungkin masuk akal lagi. "Aku sudah lama mengagumi Anda, hingga perasaan itu tumbuh menjadi cinta 'sharangheo' aku datang ke sini untuk mengungkapkan itu," ucap Alisha seraya menyatukan jari telunjuk dengan jempolnya seperti apa yang ia lihat di video oppa-oppa yang pernah ia lihat.
Alisha melihat Asisten Han yang menggeleng, mencoba memberitahu Alisha agar tidak mengatakan itu.
"Anda begitu keren tadi ... Saat memarahi sekretaris Anda," ujar Alisha seraya mengulang gerakan Ryu sebelumnya tanpa berpikir panjang apa yang ia maksud. Ia tidak bisa berbohong tentang penampilan Ryu, pria itu terlihat begitu keren tatkala menendang sekretarisnya. Walaupun sebenarnya Alisha merasa takut jika dirinya yang berada di posisi pria menyedihkan itu.
CK! Yang benar saja, siapa yang akan jatuh cinta kepada pria yang secara terang-terangan mencambuk orang dengan kemarahannya, pria dengan dua wajah yang tidak diketahui dunia. Apakah wanita ini tidak tahu siapa yang sedang ia hadapi sekarang.
"Oke, seorang penggemar fanatik, coba katakan apa yang kamu ketahui tentangku, dan kenapa kau menyukaiku!"
Ryu mundur beberapa langkah kemudian duduk di salah satu kursi yang ada di belakangnya. Kakinya menyilang dengan tangan yang ia lipat di dada.
Alisha mencoba mengingat apa yang ia ketahui dari seorang Ryu. Namun ia tidak juga mengingat tentang pria itu. Menurut informasi yang ia ketahui semuanya tentang pekerjaan pria itu, tidak ada yang menjelaskan apa pun kecuali ciri-ciri parasnya yang menyebutkan ketampanan pria itu.
"Jika kau memang penggemarku, kau pasi tau tanggal lahir, tinggi, berat badan, warna kesukaan---"
"Tunggu dulu," sela Alisha.
Alisha mengingat ketika Ryu berdiri di depannya, wanita itu hanya sebatas dagu Ryu. Sedangkan tinggi wanita itu hanya 158, jadi kira-kira tinggi Ryu adalah ....
"183, Anda memiliki tinggi badan 183 cm, dan berat badan Anda 66 kg. Warna kesukaan Anda hitam-putih. Anda adalah Direktur perusahaan Quin---"
"Baiklah."
Ryu bangkit dari duduknya, dan berjalan menghampiri Alisha. "Wanita ini cukup pintar. Sepertinya dia bukan berasal dari sini." batinnya.
Ryu sedikit mengagumi kepintaran Alisha. Pasalnya, pria itu tidak pernah menyertakan biodata lengkapnya pada artikel tentang dirinya, tapi semua jawaban wanita ini hampir benar semua kecuali warna. Pria itu tidak menyukai putih. Ryu sedikit memperhatikan penampilan Alisha, wanita itu memang bukan berasal dari negarannya. Ia memiliki mata yang sedikit besar, hidung mancung namun tak runcing, dan bibir sedikit tebal. Bahkan warna kulit wanita itu berwarna langsat.
"Bagaimana kau akan membuktikan bahwa kau mencintaiku?" ujar Ryu seraya menarik dagu Alisha pelan.
Alisha melihat Asisten Han yang tengah memijit kepalanya terlihat khawatir. Apa yang pria itu khawatirkan? Apa ia menghawatirkan keadaan Alisha setelah ini? Entahlah hanya Tuhan, dan Asisten Han yang tahu itu.
•
•
•
TBC
Cerita ini hanya fiksi belaka. Murni pemikiran penulis, jadi jangan bandingkan dengan kehidupan nyata.
Budayakan jauhi sipat silent readers oke^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top