SKSB 21

Menyusuri lorong toko buku, Gendhis berhenti di depan rak yang menyediakan novel-novel romantis. Sudah lama rasanya dia tidak membaca novel kegemarannya. Semenjak skripsi hampir seluruh waktunya tersita untuk bekerja dan menyelesaikan tugas akhir kuliahnya.

Meski dirinya berusaha menutup hati pada setiap pria, tetapi sebagai perempuan normal tentu saja ada keinginan memiliki seorang pendamping yang bisa membuatnya nyaman dan bisa melindungi.

Namun, terlalu banyak luka membekas di hatinya yang menyangkut pria. Terlebih saat wisuda beberapa waktu lalu, dengan mata kepalanya, Gendhis melihat jelas bagaimana kebahagiaan ayah dan keluarga barunya menyambut kelulusan entah siapa. Yang pasti seorang perempuan seusia dirinya tengah bergembira merayakan acara itu.

Gendhis menarik napas dalam-dalam, dia lalu membaca judul deretan novel di rak tersebut. Sayang sekali, hidupnya tidak seperti kisah di novel-novel romantis itu. Terkadang dia bermimpi  mendapatkan pendamping seorang yang benar-benar dia inginkan seperti tokoh pria di novel yang dia baca.

Akan tetapi, ini hidup dan sudah pasti memiliki skenario yang berbeda yang membuatnya sadar jika memupuk mimpi itu lebih menyenangkan meski tentu saja membuat luka jika kita menaruh harapan yang besar.

Mengingat mimpi, kembali dia teringat Dewa. Pria yang tanpa dia sadari telah menjadi satu-satunya penghuni dalam hatinya yang paling rahasia. Kembali dia menarik napas dalam-dalam lalu meraih satu novel cukup lama terjemahan karya Barbara Wallace yang berjudul Daring To Date The Boss.

"Daring To Date The Boss? Buku terbitan tahun 2017. Kamu suka?" Suara seseorang yang tak asing mengejutkannya.

Masih membelakangi, Gendhis membulatkan matanya. Jelas sekali di telinga itu adalah suara Dewa.

"Pak Dewa?" Dia membalikkan tubuh menatap Dewa yang telah berdiri di belakangnya.

Pria itu tersenyum lebar tak seperti biasa yang hanya sekadar mengangkat bibirnya sedikit.

"Kamu sama siapa ke sini?" Pertanyaan Dewa terdengar menyelidik sembari menoleh ke sekeliling.

"Sendiri, Pak."

Dewa mengangguk paham.

"Bapak sama ...."

"Sayang! Kamu ke mana sih?" Karina datang meraih lengan Dewa dan menyipit menatap Gendhis.

Sama seperti Karina, Gendhis pun menyipitkan matanya.

"Kamu ... kamu yang waktu itu ketemu aku di kantor, 'kan? Sebentar! Kamu Gendhis, bukan?"

Tersenyum tipis, dia mengangguk.

"Iya, Mbak. Saya Gendhis. Makasih Mbak inget saya."

Tertawa kecil, Karina berkata, "Pasti ingat dong! Karena kamu satu-satunya di antara banyaknya pelamar yang memiliki kemampuan meracik kopi!"

Gendhis sekilas menatap Dewa yang juga sedang menatapnya.

"Kalian sudah kenal?"

Dengan suara manja Karina menceritakan bagaimana dirinya bisa kenal dengan Gendhis. Sementara Gendhis semakin merasa bukan siapa-siapa di antara dua orang yang tanpa direncanakan sudah dan akan menjadi bosnya.

Tak terdengar suara dari Dewa, tetapi sudut mata Gendhis menangkap jika pria itu tengah menatapnya.

"Eum ... maaf, sepertinya saya harus pergi, ada janji sama teman. Permisi, Pak, Mbak Karina." Dia membungkuk lalu menyungging senyum.

"Oke, sampai ketemu ya, Gendhis." Karina melambaikan tangan sembari tersenyum lebar. Sementara Dewa memilih diam dengan mata terus menatap perempuan yang ternyata telah meninggalkan jejak di hatinya.

"Dewa!"

"Ya?"

"Kok malah bengong?" Karina menyelidik. Dia kemudian mengalihkan pandangan ke arah pintu keluar toko di mana tadi Gendhis melewatinya.

"Jangan bilang kamu sedang memikirkan Gendhis!" Matanya menyipit memindai sang kekasih. "Kamu belum cerita, di mana kamu kenal perempuan itu. Kamu nggak keberatan, 'kan? Kalau aku ingin tahu?" Kali ini suara Karina seperti seseorang yang tengah mencurigai.

Dewa membuang napas perlahan kalau menautkan alisnya.

"Kamu cemburu?" Dia mencoba melumerkan suasana.

Karina mencebik. "Aku nggak mau tahu ya! Pokoknya kamu harus cerita siapa Gendhis dan bagaimana kamu bisa kenal dan ...."

"Sstt. Oke, nanti aku cerita, tapi kita cari makan dulu gimana?"

"Oke, tapi ...."

"Tapi apa?"

"Kamu sama dia nggak ada hubungan apa-apa, 'kan?"

Dewa menggeleng. Nggak ada apa-apa? Benarkah nggak ada apa-apa jika hatinya begitu lega melihat Gendhis hari ini setelah beberapa mereka tidak bersua? Benarkah tidak terjadi apa pun di hatinya jika dia mengkhawatirkan Gendhis jika bekerja di perusahaan Karina? Apakah kekhawatirannya itu karena dia tidak bisa leluasa bertemu dengan perempuan peracik kopi itu? Atau ... ah entahlah! Dewa menarik napas dalam-dalam.

"Dewa!"

"Heum?"

"Kok diem sih! Kamu bikin aku kesel deh!"

"Maaf. Ayo kita cari makan!" Dewa merengkuh bahu Karina. "Jangan cemberut gitu, dong. Aku janji akan menceritakan apa yang bikin kamu penasaranku yang biar kamu nggak mikir yang macam-macam. Oke?"

Tersenyum tipis, Karina mengangguk lalu bersama meninggalkan toko buku itu.

**

Dila tergelak dengan tangan yang menutup mulutnya. Apa yang dia duga akhirnya benar-benar terjadi. Dia tahu lambat laun Gendhis tak akan bisa membohongi hatinya. Terbukti rekannya itu bercerita dengan pipi merona saat menyebut nama Dewa. Meski pipinya memerah, tetapi jelas matanya tampak menyiratkan nelangsa yang begitu dalam.

"Ck! Kenapa ketawa sih, Dila!" Gendhis memajukan bibirnya lalu mengaduk jus semangka yang masih seperempat dia nikmati.

"Sori, Dis. Jadi masalahnya apa? Aku nggak melihat ada masalah, cuma ...."

"Cuma apa?"

"Masalahnya ada di kamu."

Menyesap minuman dingin di depannya, Gendhis menautkan alis menatap Dila.

"Di aku? Aku nggak merasa ada masalah," elaknya kali ini melanjutkan melahap spaghetti bolognese yang belum dia sentuh sama sekali.

"Hu umh! Di kamu." Dila mendorong piringnya yang sudah kosong.

"Jujur ke aku, Dis! Kamu ada rasa ke Pak Dewa, 'kan?" Dia menatap Gendhis tajam dan menusuk.

Gendhis sontak terbatuk-batuk mendengar pertanyaan rekannya. Meski sudah berulangkali Dila mencoba memancing dengan pertanyaan yang sama, tetapi kali ini paras Dila sama sekali membuat dirinya tak bisa berkutik.

"Minum dulu! Hmm ... susah memang berhadapan dengan orang yang jatuh cinta!" ledeknya.

Mata Gendhis membulat sempurna mendengar penuturan Dila.

"Jatuh cinta? Siapa?"

"Ya kamulah, siapa lagi emang?" Dila terkekeh, udah ngaku aja, Gendhis. Kamu nggak bisa bohong sama aku."

Gendhis tak memungkiri selalu merasa ada desir di hati ketika mengingat, dan menyebut nama Dewa, tetapi dia sendiri masih tidak yakin dengan perasaan itu. Lagipula mana mungkin dia memelihara desir indah itu jika pada kenyataannya Dewa tidak mungkin memiliki rasa yang sama. Ada banyak hal yang membuat dia cukup tahu diri dan selalu berusaha memposisikan diri di mana dia harus berhenti.

"Nggak, Dila. Kamu salah. Aku nggak sedang jatuh cinta, aku cuma sekadar kagum. Itu saja!" elaknya.

Menaikkan alisnya, Dila tersenyum kecil.

"Kagum?"

"Iya." Gendhis menarik napas dalam-dalam. "Dengar Dila, Pak Dewa sudah punya kekasih, jadi aku minta berhenti berkata yang bisa jadi didengar orang lain. Aku khawatir orang akan berpikir yang tidak-tidak soal ini."

"Aku paham, Dis. Maaf, aku cuma merasa kalau kamu dan Pak Dewa itu memiliki ketertarikan satu sama lain. Dan aku pikir kalian sangat cocok."

Gendhis tersenyum, kali ini sambil menggeleng.

"Simpan saja apa yang ada di kepalamu, kalau perlu musnahkan!" tuturnya diiringi tawa.

**

Dewa membuang sisa rokok yang masih separuh ke asbak. Besok pagi adalah hari yang begitu dia inginkan sejak lama. Penantian itu akhirnya tidak sia-sia.

Delapan tahun menunggu hanya berbekal rasa yakin, kini sudah terjawab. Bahagiakah dia? Tentu saja bahagia. Karena menemukan perempuan yang begitu dia kagumi dan dia cintai. Karina benar-benar hadir untuknya seperti yang dia janjikan.

Namun, benarkah dia bahagia jika di kepalanya kini bukan lagi Karina yang hadir? Justru kini kilas mata dan senyum indah Gendhis yang selalu muncul meski dia berusaha menghapus, tetapi tak semudah yang dia harapkan.

"Galau, 'kan Lo, Wa? Gue tahu!" Robi yang sejak tadi sibuk dengan gadget akhirnya buka suara. "Mumpung belum kejadian, mending lo minta waktu lagi deh!"

"Ck! Gue nggak galau. Siapa bilang galau? Gue cuma ...."

"Mikirin Gendhis. Iya, 'kan?"

**

Nah loohh, ketebak gasih?😅🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top