Setia Untukmu (oneshoot)
Gaje, Ooc, typo masih bertebaran.
Naruto@Masashi Kishimoto
Story by Nisadiyanisa
Pair : Tenten x Akasuna Sasori
Happy reading minna?!
.
.
.
.
Merah, semuanya berwarna merah dengan genangan darah yang menyelimuti.
Dingin, hawa yang tadinya hangat seketika berubah dingin dan beku.
Hitam, langit yang terang berubah hitam kelam nan suram.
Sosok pemuda terkapar tak berdaya ditengah lembah, warna merah adalah warna dari darahnya.
Wajah tampannya berubah pucat akibat kehilangan banyak darah.
Bibirnya tersenyum manis saat melihat sang pujaan hati berlari ingin menggapainya.
Denyut nadi kian melemah, bernafaspun ia tersendat.
Ia membenci dirinya sendiri saat melihat sang kekasih menangis pilu dihadapannya.
Kepalanya kian memberat, pandangan matanya memburam. Namun ia masih sempat mendengar, suara merdu yang selalu menyebut namanya, walau sedikit bergetar tapi terdengar jelas di telinganya.
"Sasori-kun! Sasori-kun!" panggil sang gadis, berharap sang kekasih bangun dan tersenyum padanya dan berkata semuanya akan baik-baik saja.
Namun harapan tinggal harapan, sang kekasih tak terbangun juga.
Ia mengutuk siapapun yang membunuh kekasihnya, walau orang itu keluarganya sendiri.
"Kumohon bangunlah Sasori-kun hiks.. Hiks" ucapnya lirih disertai isak tangis yang memilukan.
Selang beberapa waktu langitpun menangis, bukan hanya menangis langit pun mengeluarkan isakannya.
Beberapa kali petir menyambar, menggelegar tak henti sepanjang malam.
Sang gadis membawa jasad kekasihnya, ia membawa tubuh itu kedalam rangkulannya.
Walaupun tertatih, namun ia tetap membawanya.
Perjalanannya sedikit berat akibat hujan yang terus mengguyur dengan derasnya.
"Sedikit lagi, kita akan sampai Sasori-kun" gumam gadis itu.
Matanya berbinar saat melihat tempat persembunyiannya, ia segera memasuki tempat tersebut meski harus tertatih.
Masuk kedalam, terus hingga ia menemukan sebuah ranjang king size dan menidurkan sang kekasih.
"Aku berjanji, akan setia untukmu Sasori-kun" ucapnya lirih, kemudian mengecup dahi kekasihnya.
Matanya menatap sendu sang kekasih, bibirnya mengatup rapat saat melihat luka-luka yang ada d wajah Sasori.
"Ruuka, tolong jaga dia, dan buatkan sebuah peti untuknya" katanya pelan pada seseorang, pandangannya melembut menatap sang pujaan hati.
"Baik nona" jawab orang tersebut.
"Jangan biarkan mereka tahu tempat ini" katanya lagi dengan nada dingin dan datar.
Ruuka, hanya mengangguk untuk menanggapi perintah nona nya.
Ia menatap sendu pada sang nona yang kini berjalan melawatinya, miris hatinya teriris melihat sang nona terluka. Meski fisiknya baik-baik saja namun hatinya terluka parah.
"Anda ingin kemana nona?" tanyanya hati-hati.
"Aku akan kembali, namun aku harus pulang sekarang, meski hatiku ingin menemaninya disini"
Setelah mengucapkan kalimat tersebut sang nona meninggalkannya dengan jasad lelaki yang dikenalnya sebagai kekasih sang nona.
Hingga pagi menjelang, langit masih menangis seperti mengikuti seorang gadis yang meratapi kepergian sang kekasih.
Kekasih yang mencintai dan dicintainya, kini telah pergi meninggalkannya.
Untuk selamanya.
Kini sang gadis tengah terisak pilu di sudut kamar, beberapa pelayan yang melewati kamarnya tak tahan saat mendengar tangis pilu dari sang nona.
Beberapa kali sang gadis menolak panggilan dari sang ibu, ia juga mengabaikan para pelayan yang membujuknya untuk berganti baju.
Ya, mereka sibuk mempersiapkan pernikahannya. Pernikahan yang tak diinginkannya, ia tidak peduli apa yang mereka lakukan saat ini.
Normal pov.
"Sasori-kun" panggilnya, berharap sang kekasih membalas panggilannya.
Brrakk!
Seseorang mendobrak pintunya, namun gadis itu tak beranjak sedikitpun.
"Cukup Tenten! Sekarang kau ganti bajumu! Untuk apa kau menangisi lelaki busuk itu" ucap sang ayah murka.
Diam, gadis itu hanya diam tak menanggapi ucapan ayahnya.
Tenten hanya menatap datar kearah ayahnya, posisinya tak bergeming sedikitpun.
Geram itulah yang dirasakan Asuma saat melihat anaknya tak merespon ucapannya, ia menangkup pipi chuby Tenten yang tak bergeming.
"Dengar anak pembawa sial, kau harus menikah dengan Sasuke! Cepat ganti bajumu!" ucapnya lagi kemudian beranjak.
"Kalian, ganti bajunya cepat!" perintahnya pada para pelayan yang ada di kamar Tenten. Asuma menatap tajam anak semata wayangnya sebelum
sosoknya hilang dari pandangan.
"Berhenti! Jangan mendekat! Jika kalian mendekat, kalian akan tahu akibatnya" ancam Tenten pada para pelayannya.
Namun sang pelayan tak menghiraukannya, mereka semakin mendekat dan Tenten semakin mundur.
Tenten segera menyambar yukata hitam bercorak lily merah dan langsung memasuki kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.
Air matanya kembali jatuh dipipinya, ia melihat pantulan dirinya di cermin. Matanya bengkak dan sebuah lingkar hitam bertengger manis diantara kelopak matanya.
"Sasori-kun" bisiknya lirih, berharap kejadian kemarin hanyalah sebuah mimpi dan kekasihnya akan segera datang menjemputnya.
Kemudian lari dari pernikahan yang tak diinginkannya.
Waktu terus berlalu, hingga kini matahari telah tergantikan oleh sang rembulan.
Tenten keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar, wajahnya di lapisi makeup tipis dan ia memakai yukata hitam yang tadi dibawanya.
Para pelayan masih setia menunggunya dikamar, kemudian sebuah seringgai terbit diwajah cantiknya.
Tenten menarik katana dari balik punggungnya, entah harus bersyukur atau tidak para pelayan sedikit lengah dan tak menyadari bahwa dirinya membawa benda tajam.
Srrat srrrtat srrat!
"?!!"
"Tiga tikus tumbang, tinggal dua kucing lagi" gumam Tenten sambil menyeringai.
Merah, warna yang disukainya warna yang membuatnya kehilangan sang kekasih kini seringgai itu semakin lebar, sedang para pelayan menatapnya takut, takut akan sang nona yang menatap mereka dengan tatapan membunuh.
Langkahnya kian mendekati pelayan yang tersisa, lalu kembali ia mengayunkan katana nya.
Trang trang!
"Berhenti nona As-"
Srrash
Bruuk!
"?! Izuna?!" cicit Misaki pelan saat melihat rekannya yang tumbang.
Tenten menyeringai, matanya berkilat murka.
Dengan sekali sentakan, pelayan yang tersisa jatuh dikakinya.
Kemudian ia menusuk dada sebelah kiri Misaki.
"No-na uhuk?! saya meminta ma-af!" ucapnya lirih sebelum maut menjemputnya.
"Maaf huh?! Mudah sekali kau mengatakannya?! Sedang kalian pun tak memikirkan perasaanku!" jeritnya pilu.
"Hahahahahaha... Hahaha hah, kalian akan merasakannya! Penderitaan yang di rasakan olehnya, aku yang akan membalasnya!" tawa lepas namun pilu keluar dari bibir mungilnya.
Tenten meninggalkan kamarnya, beranjak menuju kamar orang tuanya. Istana masih ramai karena pesta masih berlangsung walau sang putri belum melaksanakan pernikahannya.
Setiap Tenten bertemu dengan pelayan atau pengawal, dengan cepat dan tangkas Tenten menghabisi mereka. Kini dihatinya tak ada rasa belas kasih semenjak ia melihat sang kekasih meregang nyawa dihadapannya.
Hatinya hanya diliputi oleh rasa benci dan dendam.
Brrak!
Tenten mendobrak pintu kamar Asuma seperti yang dilakukan ayahnya ketika mengunjunginya tadi. Sekilas Tenten melihat raut terkejut ayahnya dan itu membuatnya semakin semangat untuk membunuh Asuma.
"Kau! Apa yang kau lakukan hah?! Berani sekali kau mendobrak pintu kamarku?!"
Tenten menampilkan seringgai mengejek pada ayahnya dan menatap tajam sang ayah.
Asuma yang melihat seringgai Tenten sedikit takut, namun demi harga dirinya ia menampilkan wajah pongahnya. Seakan menerima tantangan apapun dari Tenten.
Kini ayah dan anak itu salin menghunuskan katana masing-masing, walau Tenten seorang gadis namun kemampuannya dalam memainkan senjata tak perlu diragukan.
Trang trang!
"Perlu beberapa tahun lagi kau bisa melawanku anak sialan" desis Asuma tajam.
Tenten hanya menatap tajam lawannya, telinganya terasa panas ketika Asuma menyebutnya anak pembawa sial dan sebutan menjijikan lainnya.
"Kita lihat saja, siapa yang akan menang ne otou-san?" balasnya sambil tersenyum mengejek.
Kembali, mereka saling menyerang satu sama lain. Seola tak ada hubungan diantara mereka.
Trang tran krak!
Katana yang dipakai Asuma patah, senyum puas hadir di wajah Tenten.
'Sedikit lagi'batinnya.
Kini Asuma menatap datar Tenten yang semakin gencar untuk membunuhnya.
Sedan Tenten sendiri menatap nyalang padanya.
Srratt klek!
"Uhuk! Hah uhuk!" Asuma terbatuk saat mendapat serangan mendadak dari Tenten, darah segar keluar dari mulutnya.
Tenten merasa ada orang lain dikamar itu, karena ia mendengar jeritan tertahan dari seseorang.
Tenten menghunuskan katananya lebi dalam pada tubuh Asuma dan merobek isinya. Seketika nyawa Asuma pun melayang, akibat luka yang menganga lebar dan darah yan mengalir deras.
Kemudian ia mendekati sang ibu, orang yang melihatnya membunuh Asuma.
"Kau melihatnya" desisnya tajam dan mentap ibunya dengan tatapan membunuh.
"Kaa-san tahu, kaa-san salah Ten-chan, tolong maafkan kaa-san" ucapnya dengan nada takut yang kentara.
"Maafkan huh? Tak ada kata maaf bagimu manusia rendah! Dan kaa-san? Siapa yang kau panggil kaa-san heh? Jalang!"
Ucapnya murka, ia tak sudi melihat wanita yang mengaku sebagai ibunya.
"Mati kau jalang!" dengan itu Tenten menghabisi nyawa sang ibu tiri.
"Hahahahhaha hahahahha lihat! Lihatlah Saso-kun aku membalaskan dendammu! Ak menghabisi mereka dengan tanganku sendiri!" serunya entah pada siapa.
Ia sangat puas menatap jasad ayah dan ibu tirinya, kemudian melangkah keluar dari kamar mereka.
Langkah kaki membawanya menuju tempat dimana sang kekasih berada.
Ia berlari sebisa dan secepatnya, sebelum Sasuke calon suaminya mengejar dan menangkapnya.
Tak terasa kini ia telah sampai ditengah hutan, mempercepat langkahnya dan segera memasuki gua yang disulap menjadi tempat tinggalnya.
Tersenyum senang, mendapati sang kekasih masih berada di ranjangnya. Tenten ikut berbaring dan menatap lembut pada kekasihnya.
"Sasori-kun, kau harus tau. Disini didalam perutku, ada anak kita. Anakmu Sasori" ucapnya lirih.
Tenten menggenggam tangan Sasori yang dingin dan kaku, lalu meletakan diperutnya yang masih rata.
"Bangunlah Sasori-kun, bukankah kau pernah berjanji akan membesarkannya bersama dengan ku? Aku menunggumu sampai kau bangun kembali" ucap Tenten sambil tersenyum manis.
Tenten memeluk tubu Sasori yang membujur kaku kemudian ia beranjak keluar, menuju tempat yang biasanya ia gunakan untuk melukis.
Tenten melukis dirinya dan Sasori, dengan seorang bayi yang ada dipangkuannya.
Ia menatap lukisan itu sambil mengurai air mata, namun senyum tulus hadir diwajahnya.
"Aku akan setia untukmu Sasori-kun" ujarnya lirih.
Enam tahun kemudian..
"Kaa-chan ayo sini! Main sama Sara!" ucap seorang anak perempuan yang tengah berlari di bukit.
Sedang seseorang yang dipanggil kaa-san hanya tersenyum manis pada gadis kecilnya.
Tenten menghampiri anaknya, ya gadis kecil yang memanggiln kaa-san adalah anaknya dengan Sasori. Buah hati mereka, tak terasa enam tahun berlalu.
Kini ia hidup dengan bahagia bersama buah hatinya.
"Sini sayang mainnya jangan jauh-jauh" panggilnya pada sang putri.
Dan Sara pun mengikuti kemauan ibu nya, dengan segera ia berbalik dan berlari menuju Tenten.
Duk!
Brugh
Sara terjatuh saat ingin menghampiri Tenten. Air mata mengenang disudut-sudut mata indahnya.
"Kaa-chan~~" ucapnya sambil menahan tangis, sang ib hanya terkekeh kecil.
"Jangan berlari, nanti kau jatuh" ucap seseorang yang baru bergabung diantara mereka.
"Tapi ak sudah jatuh Otou-chan" balas Sara yang tengah merajuk.
"Jang diulangi lagi ne?" ujar sang ayah sambil tersenyum lembut pada putrinya.
"Nmm" jawab Sara sambil menatap polos ayahnya.
Tenten merasa tenang saat melihat interaksi ayah dan anak didepannya. Kini ia sudah hidup bahagia dengan Sasori beserta malaikat kecilnya.
Tak sia-sia semua pengorbanan yan dilakukan olehnya untuk membuat sang pujaan hati kembali kedalam pelukannya.
Flashback
Tenten memasuki ruang terlarang, diamana hanya dirinya yang boleh memasuki ruanga tersebut.
"Kaa-san, keluarlah aku ingi bertemu dengan mu" ucap Tenten pada seseorang. Namun di tempat it hanya ada dirinya, ia semakin melangkah kedalam ruangan tersebut dan menemuka sang ibunda yang menatapnya dengan tatapan lembut, mesk bibirnya dihiasi taring namun Tenten tak takut sedikitpun. Tenten mala dengan senang hati memeluk wanita yang ada didepannya.
"Kaa-san" panggilnya pelan, sang ibu hanya bergumam membalas panggilannya.
"Ap kaa-san tahu bagaimana menghidupkan seseorang?" tanya Tenten ragu.
Sang ibu mengernyit heran, meski ia sudah mengetahui niat anaknya.
"Hm, kau harus memberinya energi kehidupan" jawabnya tenang.
"Dengan cara?"
"Kau bisa melakukannya dengan memegang tangan atau memeluknya selama semalam dan esoknya dia akan terbangun seperti tak pernah merasakan sakitnya kematian" jelasnya.
Tenten mengangguk setelah mendengar saran ibunya, kemudian ia membungkuk dan tak lupa berterima kasih atas sarannya. Namun saat berbalik ingin meninggalkan sang ibu ia mendengar sebuah kalimat yang membuatnya sedikit tertegun.
"Ketahuilah putriku, nyawa harus dibayar dengan nyawa"
"Maksud kaa-san aku akan mati begitu?" tanya Tenten nemastikan.
"Seharusnya ya putriku, namun karena kita berbeda kau tidak akan mati, hanya saja-"
Tenten merasa jantungnya berdegup kencang mendengar sang ibu menggantungkan kalimatnya.
"Hanya saja?" tanya Tenten sambil menaikan sebelah alisnya.
"Kau akan menjad manusia biasa putriku" ujar sang ibu pelan.
Tenten merasa lega saat mendengarnya.
'Apapun, asal Sasori-kun hidup bersamaku' batinnya senang.
"Aku tak keberatan kaa-san" jawab Tenten mantap dan penuh keyakinan.
"Putriku memang sudah dewasa ne? Dan ingatlah jaga cucu kaa-san dengan baik" ujar sang ibu mengingatkan.
Tenten mengangguk dengan antusias, kemudian ia memeluk sang ibu dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
"Kau melamun hm?" ucap Sasori Membuyarkan lamunan Tenten.
Tenten mengerjapkan matanya dan tersenyum manis pada suaminya.
"Hanya mengingat sesuatu" ucapnya sambil menatap mata indah Sasori.
Seketika Sasori paham kemana arah pembicaraan ini, kemudian ia membawa Tenten kedalam pelukannya yang hangat.
"Terima kasih, terima kasih untuk semuanya" ucap Sasori tulus, Tenten membalas pelukan Sasori lebih erat ia berbisik kepada suaminya.
"Aku sudah berjanji, untuk setia padamu Sasori-kun, kini, nanti dan selamanya"
End..
Cinta memang buta, itulah yang dikatakan orang-orang.
Well, maaf bila ceritaku kurang menarik.
Selamat malam.
By Nisadiyanisa 290517sn
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top