8. Panggil Saja Ibu

Aroma daging panggang tercium. Tawa dan canda meramaikan taman belakang rumah Tera. Belum lagi beberapa tiga balita berusia empat tahun yang berlari ke sana kemari membuat Tera ingin segera masuk ke dalam kamarnya.

"Maaf, Ante," ucap seorang gadis kecil berbando biru muda setelah ia tidak sengaja menabrak bangku Tera dari belakang.

Tera menoleh ke belakang dan tersenyum kecil. Kemudian sang gadis menunduk, kala sebuah tangan kekar yang sangat ia kenali menggenggamnya.

"Keponakanku memang banyak dan nakal-nakal, maaf, ya."

Tera hanya mengangguk membalas ucapan sang pria yang kini duduk di sampingnya.

"Tera bagaimana tanganmu, sudah baikan?" Seorang wanita berusia sekitar 40 tahun bertanya.

Tera melirik sekilas ke tangan sebelah kirinya yang diperban. Sudah hampir satu minggu dan lukanya mulai mengering.

"Sudah baikan, Tan."

"Jangan panggil tante, panggil saja Ibu, karena sebentar lagi kamu akan menjadi menantuku."

Tera tersenyum tipis.

"Anak ibu pasti akan membahagiakan kamu. Dia tidak akan pernah menyakitimu." Wanita bernama Maya itu menepuk pundak pria di samping Tera. "Jaga Tera, jangan sampai dia terluka lagi."

Tera mendengkus kecil, seandainya wanita itu tahu jika Tera memang sengaja melukai diri sendiri agar tidak menikah dengan putranya. Bukan hanya itu, sang gadis juga berharap bisa menyusul kekasihnya walau takdir berkata lain.

"Jelas, Bu. Aku akan bersama Tera setiap saat agar Tera selalu dalam pandanganku." Pria itu menjawab sambil melingkarkan tangannya ke pundak Tera.

Semua orang tertawa menanggapi, tetapi tidak dengan Tera. Gadis itu hanya menunduk, menahan sesak yang semakin hari semakin menjadi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top