11. Rumah Sakit

Pria berkaus hitam berlari melewati koridor. Bau obat-obatan menyambutnya sejak ia menginjakkan kaki di tempat serba putih ini. Banyu benci rumah sakit, karena tempat ini telah membuat sang ayah dan kembarannya pergi.

Ia membungkuk mengatur napas yang tersengal-sengal setelah melihat nomor di depan sebuah pintu berwarna putih. Sang pria kembali menegakkan tubuhnya ketika pintu itu terbuka. Seorang wanita paruh baya menyambutnya dengan tangis.

"Tera …," lirihnya.

Banyu segera masuk ke ruangan itu. Mata hitamnya menangkap sosok gadis yang kini ada dalam hatinya. Wajah cantik itu pucat, bibir yang mungil tak lagi berwarna merah muda. Bahkan, mata cokelat terang indah itu kini menutup.

Dengan gemetar, Banyu mendekati sang gadis. Ia mengusap wajahnya dan berkata, "Jangan pergi. Jangan buat aku melanggar janji kepada Banjar."

Air matanya menetes ketika ia mengingat ucapan Banjar sebelum pergi meninggalkannya.

"Jangan pergi, Jar."

Banjar tersenyum walau wajahnya pucat. "Nyu, kematian itu rahasia. Kamu tidak bisa melarangku untuk tidak pergi jika itu sudah waktunya."

Banyu mencium telapak tangan Tera. "Tera, bertahanlah. Aku tidak akan melarangmu pergi, tapi aku mohon bertahanlah untuk Banjar."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top