Bab 6. Gara-Gara Masakan

Yang berminat sama novel cetaknya, bisa langsung chat aku di nomor 081281194744
Ada bonus basreng super pedas dan enak bagi setiap yang ikut PO


Tara membeli banyak sayuran dan juga lauk pauk dari penjual sayur keliling pagi ini. Memang tidak setiap hari dia berbelanja, hanya disaat tertentu saja alias selepas suaminya menerima gaji.

Dia hendak memasak dan menjenguk orang tuanya siang nanti. Akan tetapi rencana tersebut rupanya tidak akan semulus pipi Cha Eunwoo karena dia mendengar jika mertuanya akan kedatangan tamu siang ini.

Tara mencoba berpikir untuk mencari alasan supaya bisa pergi ke tempat orang tuanya.
Sambil memikirkan alasan yang tepat, Tara akhirnya membersihkan sayur mayur yang dibelinya tadi. Dia juga membeli ikan segar dan beberapa potong paha ayam.

"Waw, Kak Tara bisa masak juga rupanya?" Tara tersenyum kecil. Kalau hanya masak air dan mie instan dia juga pandai pikirnya.

Sedangkan untuk sayur mayur dan daging ayam yang dibelinya tadi Tara hendak meniru cara memasak dari yutub saja.

"Jelas dong, perempuan itu harus bisa masak." Tara terlihat sangat percaya diri. Sedangkan Salsa hanya mengerucutkan bibir.

"Ya udah, silakan Kakak Ipar masak, nanti kalau sudah matang jangan lupa kasih tahu, ya. Salsa mau ke kamar lagi, bye." Salsa berlari kecil meninggalkan dapur. Sedangkan Tara hanya diam mematung. Niatnya untuk memasak seketika ambyar.

"Kek mana ini? Masa masak di sini sambil nonton video tutorialnya dari yutub?"

"Ah bodo amat. Yang penting bereskan dulu ini." Tara bergegas membersihkan sayuran yang sedari tadi dipetikinya. Usai membersihkan sayuran dia memerhatikan beberapa potong paha ayam yang belum sempat tersentuh. "Astaga sampai lupa kalau ada paha ayam." Setengah hati membersihkan paha ayam dan melumurinya dengan bumbu instan yang tadi dibelinya.

Hampir satu jam berada di dapur akhirnya acara masak memasak Tara sslesai. Tampak di meja ada tumis kangkung, paha ayam goreng, dan tempe goreng. Tara menatap miris tempe goreng yang setipis ATM dan sebelah gosong. Beralih menatap oseng kangkung yang warnanya lumayan butek. Beruntung ayam gorengnya tidak ikut gosong seperti tempe, tapi warnanya seperti ... kurang matang.

"Oh my ..." Tara mengacak rambut sendiri karena kesal melihat hasil dari pekerjaannya sendiri. Belum lagi seisi dapur yang sangat kotor dan berantakan.

"Ya Tuhan, Tara! Ada apa ini?" Tara terkejut bukan main karena tiba-tiba mamah mertuanya sudah berdiri di belakangnya.

"Eh ... a-anu, Mah. Ini Tara mau beresin." Walau kesadarannya belum pulih seratus persen akibat kaget, Tara mencoba bergerak dan menggeser wajan bekas memasak.

"Ya sudah, kamu beresin lagi, jangan jorok seperti ini. Mamah lagi ada tamu di depan, mau buatkan mereka minuman dulu." Baru saja mamah mertuanya menutup mulut, tiba-tiba saja wajan yang di pegang Tara terjatuh dan menimbulkan suara yang lumayan kencang.

Tara dan mertuanya saling tatap, keduanya sama-sama kaget. Selain kaget Tara pun merasa sangat takut karena bukannya beres, dapur malah semakin kotor akibat tumpahan minyak goreng dari wajan barusan.

"Maaf, Mah, maaf. Tara mau beresin sekarang juga." Tara meraih kain segi empat yang tergantung untuk melap tumpahan minyak.

"Oh tidak, Tara! Itu kan kain yang biasa untuk mengeringkan alat makan. Masa mau dipake pel lantai bekas tumpahan minyak?" Tangan Tara mengambang di udara, wajahnya mendongak menatap mamah mertuanya yang terlihat mulai terbawa emosi. "Sebaiknya kamu cuci tangan saja dan tinggalkan dapur. Untuk beberes biar nanti mamah panggil orang saja." Setelah mengucapkan hal itu mamah mertuanya bergegas membuat minuman untuk tamu-tamunya.

Tara sadar betul jika mamah mertuanya sedang marah pada dirinya, tapi wanita paruh baya itu berusaha menahan diri untuk tidak berkata yang tidak-tidak. Bukan rahasia umum lagi jika mamah mertuanya ini memiliki tingkat cerewet di atas rata-rata.

Tara termenung seraya menatap lantai yang sangat kotor.
Setelah mamah mertuanya kembali ke ruang tamu, Tara bangkit dan mencuci tangan. Mungkin yang dikatakan mamah mertuanya benar, lebih baik memanggil orang saja untuk membereskan semua kekacauan yang dia buat, dari pada semakin parah nantinya.

Berjalan mengendap keluar dapur, berharap mertua dan para tamunya tidak menyadari kehadiran dirinya.

"Jeng, itu toh mantunya?" Tara diam membeku kala telunjuk seorang ibu mengarah pada dirinya. Sekarang, bukan hanya sepasang mata dan sebuah telunjuk saja yang mengarah, akan tetapi tatapan semua yang ada hadir di ruang tamu tertuju padanya.

'Duh, mati aku' Tara menggerutu dalam hati.

"Iya, Jeng Mirna, itu istrinya Budi," Tara memaksa bibirnya untuk tersenyum pada kumpulan ibu-ibu yang hadir di sana.

"Selamat siang, Tante ... semuanya." Tara mengangguk sekedar memberi salam. Pun dengan para ibu, mereka membalas sapaannya dengan sopan.

"Saya permisi, mau ke dalam." Tara kembali berjalan pelan menuju arah kamarnya. Jarak yang tidak lebih dari dua puluh langkah terasa begitu panjang dan lama.

Tatapan-tatapan tajam terasa begitu menusuk sampai punggung Tara terasa ditindih beban puluhan kilo ketika berjalan melewati para tamu mertuanya. Bahkan kakinya terasa lemas karena tidak kuat menahan beban.

'Astaga, kenapa gue tidak bisa berjalan secara anggunly dan slay gitu' Tara menutup pintu kamar dan menguncinya. Mengembuskan napas lega karena sudah berhasil mencapai tujuan.

"Akhirnya di kamar lagi sepanjang hari." Tara menggerutu ssndiri karena sudah dipastikan tidak akan bisa kemana-mana. Dia segan jika harus meminta ijin pada mamah mertuanya yang sedang menjamu tamu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top