👻7
Datang lagiii~~
Jangan lupa Vote dan komennya
Happy Reading 🤟
.
.
Bright dari pagi sudah sibuk mengganti Ranjang kayu miliknya yang sudah mulai rusak, di bantu Ayah.
Mulai dari memindahkan kasurnya terlebih dahulu, lalu mengambil ranjangnya dan di bawa keluar. Setelahnya di gantikan dengan ranjang baru berwarna coklat tua.
Hanya butuh waktu singkat untuk Ayah menyelesaikan semuanya. Lain dengan Bright, dari tadi menjadi Mandor untuk ayah, sesekali bekerja selebihnya memerintah. Untung si Ayah sayang karena anaknya cuma 1.
"Ini Bunda barusan goreng bakwan, hujan-hujan begini enaknya makan gorengan sama teh manis." Bunda meletakkan sepiring Bakwan jagung kesukaan Ayah, lalu dua gelas teh manis hangat.
"Makasih Bun," kata Bright dan Ayah berbarengan.
Bright dengan cepat mengambil bakwan yang terlihat paling kriuk dan melahapnya dengan semangat.
Ayah memperhatikan anak laki-laki itu dengan pandangan heran.
"Tumben rakus bener?" tanya Ayah.
"Loh, kok Tumben sih yah? Anaknya ini emang udah rakus kok," timpal Bunda di iringi gelak tawa Ayah.
"Lehan tadi malam lupa makan tau, gara-gara kepikiran Win," ucap Bright hampir saja keceplosan.
"Win?"
"Kamu masih belum mengikhlaskan Win, Han? "
Bright hanya diam melahap Bakwannya.
"Kenapa nak? Kasian dia kalau kita belum mengikhlaskan kepergiannya, biarkan dia pergi. Iringi kepergiannya dengan Doa ya?" kata Ayah.
Bright lagi-lagi diam, sesekali mengangguk kecil, sesekali Bunda juga ikut menimpali.
Kalau di rasakan dengan nyata. Penyesalan Bright makin terasa. Mulai dari keberadaan Win yang tak lagi sama. Pesan-peaan singkat mereka, perkelahian kecil dengan ending gelak tawa. Pelukan hangat seorang sahabat juga tak akan mungkin Bright rasakan lagi.
Laki-laki yang harusnya mendapatkan balasan cinta dari Bright, kini telah pergi tertimbun tanah.
Bright sadar, Gimana bisa dia hidup tanpa orang itu?
Sahabatnya.
👻
Setelah perkara ranjang yang telah di ganti, kini Bright berbaring tenang di kamarnya.
Sudah empat hari tepatnya Win tidak datang menemui Bright. Padahal beberapa hari ini hujan tak pernah absen.
Siang ini hujan berganti gerimis, tapi langit masih belum mau menampakkan cerahnya.
Goreng bakwan yang di bawa oleh Bunda tadi masih banyak tersisa. Bright tadi mengatakan bersungguh-sungguh dia sanggup menghabiskannya, sehingga Ayah memutuskan untuk mengalah. Tapi sekarang perut Bright kenyang tanpa sebab. Bright tidak bisa menyangkal bahwa ini terjadi karena memikirkan Win.
Terlalu cepat untuk Bright mengatakan bahwa dia merindukan hantu manis itu dalam artian lain. Bright menggelengkan kepalanya, dia mengubah kalimatnya barusan, dengan menghilangkan kata manis di dalamnya.
Bright merenung lagi.
"Win gue tau, gue dosa banget sama lo."
"Gue bingung sama perasaan gue sendiri sekarang, gue kayak gak bisa baca apapun. Kayak, apa yang gue lakuin sekarang serba salah menurut gue, Win."
"Lagian lo kenapa gak nampakin diri lagi sih! Ini kan hujan," lanjut Bright lagi.
Diam-diam Bunda mengintip dari celah pintu kamar yang terbuka. Bunda menggeleng prihatin. Anaknya belum nerima kepergian Win sampai sebegitunya. Kasian.
Notifikasi pesan dari ponsel Bright berbunyi. Dengan malas tangan berat itu membukanya. Sepersekian detik, decakan keluar dari bibir gelap milik Bright.
Jangan tanya kenapa bibir itu bisa menggelap. Win sudah berapa kali mengingatkan untuk berhenti merokok. Tapi memang dasarnya Bright itu bebal. Jadilah bibir nya itu semakin lama semakin menghitam. Tapi tak membuat Win menyurutkan rasa sukanya.
Kembali lagi saat ini, perasaan kesal menguasai dada Bright. Hari ini jadwal Bright bermalas-malasan di rumah. Kenapa Wanita yang berstatus sebagai mantannya itu malah berniat mengajaknya untuk datang makan malam bersama dirumah Wanita itu.
Bright sih mau-mau aja, tapi ini waktu yang tepat untuk mager.
👻

Setelah mengumpulkan segudang niat, akhirnya kedua kakinya kini menapak di ruang makan milik keluarga Vimin.
Jangan di pikir kalau Bright di sambut bagai pangeran dari kerjaan sebrang. Karena dari tadi tatapan tak bersahabat menguar dari mata Pria yang Bright yakini sebagai Ayah dari Vimin.
"Kamu yang namanya Bright?"
"Iya Om," jawab Bright masih sopan.
"Papa kamu kerja apa?"
"Ayah, Supir Om."
Pria dewasa itu kaget mendengar jawaban yang keluar dari mulut Bright. "Supir?!"
"Iya Om, tapi Ayah say-"
"Kalau Mama kamu?" potong Papa Vimin.
"Eh ... kalau Bunda gak kerja, tapi Bunda hobby bikin gorengan trus di jualin karena kata orang gorengan buatan Bunda enak," kata Bright dengan bangga.
Setelahnya tidak ada balasan dari Pria itu, hanya decihan yang terdengar meremehkan. Tapi mata emang milik Bright yang melihatnya balik berdecih kecil tapi tak terlihat. Padahal Bright belum selesai menjelaskan kalau Ayahnya Supir pesawat. Memang jiwa-jiwa orang kaya sombong seperti ini ya?
Bahkan Ibu dari Vimin yang tadinya terlihat respect padanya kini juga tak jauh beda dengan sang Suami, yang menatap Bright dengan tatapan meremehkan.
"Woi emang mereka kerja apa sih ampe sombong begini. Win yang kaya raya aja gak pernah tuh ngeliatin gue pake mata orang sakit begitu. Iya, sinis-sinis begitu kek orang sakit!" batin Bright kesal.
Vimin yang merasakan aura tidak mengenakkan langsung ambil tindakan. "Em, Bright ... Ayo di makan."
Bright jadi malas sekarang, siapa sih yang gak malas ngeliat tatapan sinis terang-terangan begitu.
Bright hanya mengangguk singkat menatap Vimin kini yang sibuk menaruh makanan di piringnya.
"Oiya Bright, kamu tau gak Adik aku abis pulang dari rumah kamu kemarin jadi aneh."
"Jordi? Aneh kenapa?"
"Iya, dia sekarang suka ngomong sendiri, ketawa sendiri. Aku takutnya dia gila."
'Emang gila, gatau?' gumam Bright dalam hati.
"Ya, mungkin rumahnya suram, makanya abis pulang dari rumah kamu anak saya bisa aja ketempelan," sahut Pria dewasa di seberang Bright.
"Astaghfirullah mulutnya!!" batin Bright.
Nih bapaknya Vimin bener-bener. Gak tau apa Rumah Bright itu warna putih tingkat 2 loh, bukannya sombong, tapi walaupun sederhana rumah Bright bisa dikatakan mewah, mirip sama Rumah orang kaya yang di Tv Indosiar. Selalu dibersihin sama Bunda tiap hari, bahkan gak ada tempat gelap dan suram sedikit pun di sudut Rumah Bright.
Tapi Bright diam, males ngelayanin Bapak-bapak rempong.
"Trus dia tuh suka banget tiba-tiba minta hujan turun. Bahkan sampe manggil pawang hujan buat datengin hujan."
"Hah? Kamu serius?"
Perasaan Bright tiba-tiba tak tenang. Apa mungkin itu ada sangkut pautnya sama Win. Masa iya selama hujan Win yang gak pernah datang ke rumahnya ternyata malah datang ke rumah Jordi. Kan Bright sahabat Win, kenapa perginya ke rumah Jordi.
"Iya aku serius, bahkan dia di ajak makan bareng aja selalu nolak, malah makan di kamar. Udah gitu sekarang porsi makannya buaanyak!"
Anjing!
Berarti Win memang di sini. Terus kalau Win mau makan berarti mintanya sama Jordi? Gak boleh gitu dong, itu kan harusnya kerjaan Bright. Kan harusnya Bright yang nyiapin makan Win. Dan harusnya cuma Bright. Karena Bright kan sahabatnya Win. Ya kan?
"Aneh banget kan?"
Bright mengangguk. "Iya Adek kamu kan memang aneh."
"Maksud kamu apa? Anak saya aneh?" Papa Vimin tidak terima.
Apa sih nih Bapak-bapak nyambung aja. Bright menggeleng pelan. "Bukan gitu maksud saya Om."
"Mah, Jordi mau makan dong."
Semua mata menoleh pada sosok pemuda yang baru datang.
Mata Bright membesar. Jordi tidak sendiri. Ada Win di sana yang berdiri sejajar di samping Jordi. Tidak ada yang menyadari selain Bright.
Bright dan Win bertatapan. Tatapan yang sama-sama kecewa, tapi dengan cerita yang berbeda.
Bright kecewa ternyata ketika hujan beberapa hari ini Win muncul, tapi tidak untuknya, melainkan Jordi. Win tinggal di Rumah Jordi. Bukan Rumahnya. Apa Win sudah melupakan Bright sebagai sahabatnya?
Sedangkan Win, dia kecewa melihat Bright datang ke sini, bertemu dengan kedua orangtua Vimin secara langsung. Apakah hubungan mereka sudah seserius itu?
Dua orang yang sama-sama kecewa oleh pemikiran nya sendiri.
Bright bangkit dari duduknya hingga terdengar bunyi decitan kursi yang bergerak. Semua mata menatap pada Bright.
Bright berjalan ke arah Jordi dan Win. Dengan mata yang merah menahan marah, Tanpa pikir panjang tangan yang lebih besar itu langsung menggenggam tangan Win. Anehnya Bright dapat benar-benar menggenggam, bukan angin lagi seperti kemarin.
"Dasar Orang gila tidak sopan," celetuk Papa Vimin melihat Bright yang kini berdiri di samping Jordi.
"Maaf Om, kalau saya gila, mungkin anak Om juga gila," kata Bright.
"Aku Bright?" tanya Vimin.
' Iya Lo juga.'
Tapi Bright tidak mungkin mengatakan itu. Dia menggeleng. "Bukan, tuh yang jantan." Tunjuk Bright pada Jordi.
"Oiya Om, supaya Om gak salah paham. Ayah saya bukan Supir biasa, tapi Ayah saya Pilot. Kalau Om gak tau, Pilot itu supir pesawat. Sekian terimakasih, cemiwiw."
"Saya permisi," lanjut Bright pergi dari sana sambil menarik tangan Win.
.
.
T
BC
Mwehehe, niatnya sih tadi malam Up, tapi ceritanya kehapus padahal udah ngetik dari siang. Aku gak sanggup mo ngetik lagi tengah malem😭
Jangan lupa Vote ya, ntar malem kalo bisa aku Up lagi😚
-Mamanya Ame🐱
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top