👻13
Datang lagii~~
🎶 Jangan hilangkan dia - ROSSA
Jangan lupa vote🤟
Happy Reading ✨
.
.
"Jadi, sekarang rencananya gimana?" tanya Jordi menatap Bright.
Bright diam, mulai berfikir. "Gue juga bingung, tapi satu hal yang perlu lo tau, ini bukan saatnya buat bersaing."
" Siapa yang mau ngajak bersaing, bahlul!" batin Jordi, Kening Jordi mengkerut. Bersaing? setau Jordi, kata 'bersaing' itu di pakai kalau misal dua orang atau lebih saling ingin memiliki suatu hal, kan?
Sekarang yang ingin memiliki hanya Jordi. Kenapa Bright bilang 'bersaing'.
"Bersaing? Kenapa harus bersaing? Kan yang mau sama Win cuma gue doang. Emang lo juga mau?" tanya Jordi yang sukses membuat Bright tercekat. Iya juga, memangnya dia mau sama Win? Dia dan Win kan cuma sahabatan.
"Gue cuma mau ngelindungin Win sebagai sahabatnya doang, elah!" kilah Bright.
Jordi hanya mendengus. "Jadi sekarang kita cari Win di mana nih? Masa iya dia ilang gitu aja?"
Bright menggeleng. "Dia gak ilang, dia cuma pergi dan kitanya aja yang gak tau dia di mana sekarang."
"Bukannya sama aja?"
"Beda konteksnya goblok!"
"Masa sieehh?!!"
Bright menghiraukan perkataan Jordi. Kini dirinya memikirkan di mana keberadaan Win. Bright yang tadinya santai kini terlihat kalut. Bagaimana jika saat musim Kemarau sudah datang, Win belum di pertemukan juga dengan Raga nya. Apa Win akan benar-benar meninggal?
Bright seolah buntu.
Dalam ke-terdiamannya, Jordi tiba-tiba teringat sesuatu. "Bright?!"
"Ha?" Bright menyahut.
"Kemaren gue sempet manggil pawang hujan ke rumah gue, biar Win dateng," kata Jordi yang dapat sedikit memberi angin segar pada Bright.
"Trus Win dateng kan?" tanya Bright antusias yang di balas anggukan semangat dari Jordi.
"Mantep! Sekarang panggil lagi pawang hujannya!"
👻
Bright kini memandang malas orang-orang di depannya. Setelah Bright menyuruh Jordi untuk memanggil pawang hujan yang di ceritakan Jordi tadi, ternyata tokoh itu tak lain si Bapak berkepala plontos yang di sinyalir sebagai seorang Dukun. Bright sering mendengar dunia itu sempit, tapi ada kah kata lain yang lebih dari kata sempit kalau seperti ini?
Dan yang lebih menyebalkan, si Bapak itu mengatakan sudah resign dari pekerjaannya yg satu ini, yakni pawang hujan. Kalau udah resign kenapa masih mau di suruh datang ke sini sih?
Lagian kerjaannya yang mana satu sih, banyak amat.
Sekarang kedua orangtua Bright sudah punya rencana untuk datang ke rumah si Bapak Dukun itu untuk menjemput Raga Win dan akan di bawa ke rumah sakit. Tentunya tanpa sepengetahuan media, di karenakan Win adalah seseorang yang di kenal oleh banyak orang, Ayah dan Bunda cukup menjaga keberadaan Win.
Sedangkan Bright dan Jordi, di tugaskan untuk mencari Win. Kini ke-dua pria itu sedang kebingungan harus mencari Win di mana dan dengan cara apa.
Jordi bisa melihat jelas gurat kebingungan dari Bright. Jordi semakin curiga kalau Bright sebenarnya juga memiliki perasaan terhadap Win.
Karena Jordi juga cukup pintar membedakan mana khawatir seoarang sahabat dan mana khawatir untuk seseorang yang di cintainya.
Ponsel Bright di saku celananya bergetar. Bright membukanya dan melihat nama Bunda tertera di panggilan telepon.
"Halo Lehan?" panggil Bunda dari arah sana.
"Iya Bund?"
"Gimana? Belum ada tanda-tanda Win nampakin diri lagi nak?" tanya Bunda dengan nada lesu.
Bright menghela napasnya berat lalu menjawab, "Belum bund. Lehan sama Jordi juga bingung carinya gimana?"
Bunda dapat merasakan nada lelah milik anaknya dari arah sana, Bunda tau Bright tengah khawatir sekarang, ditambah hujan juga tidak nampak turun, mereka semua mulai mengira-ngira apakah ini awal kemarau? Kemarau sudah menampakkan dirinya?
Perasaan panik dan risau tak henti-hentinya menerjang Bright. Bahkan dirinya sendiri tidak tau apa saja deretan rasa resah yang di rasakan oleh hatinya kini, terlalu bertubi-tubi. Bright bingung untuk memberi judul perasaannya kini.
"Yasudah nak, kamu tetap tenang ya. Cari Win nya pelan-pelan, Hati-hati juga ya sama Jordi nya." Suara Bunda di seberang sana menyadarkan Bright dari lamunannya.
"Ha? Iya Bund, Bunda juga hati-hati ya sama Ayah. Nanti kalau sempat Lehan mau nyusul ke Rumah sakit buat ngeliat Win," kata Bright.
"Iya, nanti ke sini ya. Sekarang Win lagi di tanganin sama Dokter, semua petugas tadi pada kaget ngeliat Win masih ada."
"Iya? Yaudah Bund, Lehan matiin dulu ya telponnya?" kata Bright yang di iyakan oleh Bunda. Bright mengakhiri panggilan teleponnya, lalu memasukkan kembali ponselnya pada saku celananya.
Bright kini menatap Jordi. "Lo ada ide gak?"
Jordi menggeleng. "Gue buntu banget, gak kepikiran Win sekarang ada di mana."
Balasan yang di berikan oleh Jordi sukses membuat Bright kembali menghela napas berat. Dia dan Jordi sama, mereka sama-sama buntu. Bright tidak tau jiwa Win sekarang pergi ke mana. Jika di rumah Jordi tidak ada, lalu Win ke mana? Rumah Papa nya? Tidak mungkin. Win mau ngapain juga ke sana.
"Jangan-jangan Win ke rumah aslinya gak sih, Bright?" Tepat sasaran, seperti apa yang Bright pikirkan.
Bright menoleh lalu menggeleng. "Gak mungkin. Win gak akur sama Bokapnya."
"Ya terus? Bukan berarti karena gak akur, Win gak mau pulang ke rumahnya sendiri kan?"
Bright berdecak, "Lo gak paham Jing!"
"Heh kentut! Gue emang kenal Win gak selama lo kenal dia. Tapi siapa tau dugaan gue bener. Apa salahnya coba kita liat. Lagian dia kemana lagi selain ke sana?"
Bright kini pasrah, benar juga. Apa salahnya juga melihat ke sana, siapa tau Win memang ada di sana. Walaupun mustahil menurut Bright.
👻
Kini ke-dua Pria itu telah sampai di depan rumah milik keluarga Win.
"Bright serius ini rumahnya Win?" tanya Jordi tidak percaya melihat rumah yang terlihat seperti istana. Belum lagi deretan mobil yang satu mobilnya Jordi yakini bisa membeli seluruh organ tubuhnya.
Mulai dari warna Merah, hitam, putih, kuning, biru, hijau, ungu, silver, gold, hijau telur asin, bahkan kuning tai kucing pun kini tak luput dari pandangan Jordi. Keluarga Win jualan mobil? Bright apa gak ada niatan minta satu mobilnya gitu?
"Gilak sih gue langsung minder liatnya. Bokap gue mobilnya masih satu aja udah sombong. Gimana kalo punya segini banyak, mungkin bokap gue udah diangkat jadi antek-antek Firaun kali ya," decak Jordi sambil menggeleng sepanjang jalan melewati deratan mobil mewah itu. Bahkan dirinya kini tidak sadar bahwa mereka berdua sudah di persilahkan masuk oleh pegawai di rumah Win.
Sedikit informasi, para pegawai di rumah Win rata-rata sudah mengenal Bright. Karena Bright dan Win kenal sudah dari lama hingga membuat seisi rumah Win mengenal Bright dengan akrab, kecuali Papa Win. Pria paruh baya itu seakan menutup diri dari orang-orang di sekitar Win.
Walaupun Ayah dan Bunda sudah membuka tadah dan pintu untuk Papa Win, tapi Pria itu seolah buta dan tak melihat untaian tali keluarga dari Ayah dan Bunda.
"Mbak, bu Ratna ada kan?" tanya Bright pada salah satu pegawai di sana.
Wanita yang Bright ajak bicara itu menggeleng pelan. "Bude Ratna udah keluar. Sejak kepergian Den Win, bude mengundurkan diri," kata Wanita itu dengan nada lemah.
Bright menghela napas, dia sudah menduga ini. Wanita yang sangat dekat dengan Win selain Bunda, itu Bu Ratna, tapi kini wanita itu sudah mengundurkan diri.
"Mbak, punya alamat Bu Ratna gak?" tanya Bright.
Wanita itu menggeleng. "Saya gak punya, tapi kayanya rumahnya masih yang lama deh, itu yang Den Win sama Den Bright pernah ke sana dulu loh," terang Wanita itu.
Bright mengangguk paham. Iya, dia dan Win dulu pernah ke rumah bu Ratna. Untungnya Bright masih ingat arah jalan itu di mana?
"Mbak, saya boleh kan ke kamarnya Win." pintar Bright lagi.
"Boleh sih den, tapi coba di liat dulu deh siapa tau Tuan ada di sana."
Alis Bright terangkat. "Tuan? Maksudnya Papanya Win?"
Anggukan Bright dapat sebagai jawaban.
"Kenapa Papa Win ada di kamar Win?"
"Saya juga gak tau den, mungkin Tuan kangen kali sama anaknya, beberapa hari ini Tuan tidurnya di sana. Saya seneng banget dia menyesal kaya begitu," kata Wanita itu bersungut-sungut. Dan Bright di dalam hati juga bersorak mendukung perkataannya.
Tapi apakah mungkin? Pria itu tidak mungkin menyesal. Menurut Bright dia lah yang cocok menjadi antek-antek Firaun yang sebenarnya.
"Yaudah mbak, biar saya coba liat ya." Bright kemudian berjalan menaiki tangga setelah mendapatkan anggukan dari wanita itu.
Sedangkan Jordi sedari tadi mengikuti langkah Bright dari belakang. Matanya tak lepas mengitari seisi rumah Win. Jordi pernah menonton film kerajaan, Kira-kira seperti itulah besarnya rumah Win.
Jordi masih belum selesai mengagumi rumah Win, apakah tangga rumah ini di rancang dengan selebar dan seluas ini?
Jordi yakin, Papanya pasti akan meneteskan air liurnya saat menginjakkan kakinya di rumah Win. Jangankan Papanya, bahkan Jordi sendiri sedari tadi menahan agar tidak menjerit menyaksikan mewahnya rumah sang pujaan hatinya.
Tapi buruknya, sepertinya Jordi akan mundur untuk memenangkan hati Win kalau seperti ini. Dia cukup sadar diri sekarang. Dirinya tidak ada apa-apa jika di bandingkan dengan Win.
"Jor, lo mau gue tinggal di tangga?" kesal Bright yang sedari tadi menyaksikan wajak plongo milik Jordi.
"Iya-iya gue ikut ini." Jordi berjalan cepat mengejar ketertinggalannya.
Saat sampai di depan pintu kamar Win. Bright sudah menyentuh kenop pintu itu, bersiap akan membukanya. Tapi dia memasang telinganya betul-betul. Apakah benar apa yang di dengarnya barusan?
Suara isak?
Bright memutar kunci dan membuka pintu itu. Pemandangan di depannya cukup membuatnya sedikit terhibur dan puas. Apakah ini yang namanya karma?
"Jordi, pernah liat manusia angkuh yang menangis di kamar anak si pembawa sial tidak?"
.
.
Tbc
Besok tolong tagih aku banyak-banyak, aku pengen cepet-cepet end plis😭
Jangan lupa Vote nya🤟
-Bunda nya Bright
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top