TUNGGU AKU
Ujian akhir semester telah tiba, Al yang masih dalam perjalanan berlayar tidak ingin tertinggal hal penting itu. Karena dengan ujian, dia dapatkan gelar S.ST di belakang namanya dan ijazah profesi ANT (Ahli Nautika Tingkat). Al selalu rajin berkomunikasi dengan dosen pembimbing dan kepala yayasan. Hasil skripsi dan ujian dikirim lewat email.
Sedangkan Ali mengikuti ujian seperti teman-teman yang lainnya. Belajar dan mengerjakan soal di dalam kelas. Saat Ali melakukan uji skripsi di ruang khusus dan kebetulan pengujinya adalah kepala yayasan, itu artinya yang ada di hadapannya adalah ayah dari orang yang dia incar selama ini. Ali sesekali menghela napas untuk memberi ketenangan hatinya.
"Sudah siap?" tanya Teguh tegas dengan tatapan tajam yang membuat Ali gerogi.
"Siap Pak," jawab Ali yakin dan mantap meski dalam hati tak karuan.
Teguh mulai memberikan pertanyaan untuk menguji dan dengan mulus Ali menjawabnya. Pada saat sudah selesai pengujian, Ali ingin beranjak dari tempat duduknya namun tertahan oleh suara Teguh.
"Hai Komandan Bataliyon! Duduklah kembali!" perintah Teguh memasang wajah galak.
Ali kembali duduk dengan sikap tegap sebagai seorang taruna.
"Apa yang kamu cari dari putri saya?" ucap Teguh di luar dugaan Ali.
Jantung Ali seperti beberapa detik berhenti, bibir sulit berucap, dan tubuhnya kaku.
"A...a...apa mak-sud, Pak Teguh?" tanya Ali gagap tidak mengerti maksud pertanyaan Teguh.
Dia tidak pernah sedikit pun terpikirkan pertanyaan itu dapat keluar dari mulut Teguh.
"Jujurlah anak muda. Apa yang kamu cari dari putri semata wayang saya?" Teguh mengulang pertanyaannya lagi.
Ali tidak menjawab, dia sendiri masih bingung dengan perasaannya. Apakah itu rasa cinta atau hanya sekadar mengagumi? Ali pun hanya dapat menunduk.
"Jika memang kamu mencintai dia, saya hanya memberi satu persyaratan. Sukseslah menjadi pelaut sejati, kejarlah cita-citamu sebelum kamu mendekatinya." Teguh mengeluarkan map merah dari laci dan menaruh di atas meja. "Ini adalah gerbang untuk kesuksesanmu. Susullah sahabatmu di negara kincir angin sana. Buktikan kepada saya dan Briana jika kamu pantas menjadi menantu saya dan juga pantas menjadi pendampingnya," ujar Teguh lantas menarik ujung bibir sebelah kanannya dengan sikap wibawa.
Ali melongo, dia menatap Teguh seperti tidak percaya.
"Apa Anda serius,Pak?" tanya Ali dengan wajah antara bingung, bahagia, dan terkejut.
Hanya orang-orang terpilih sajalah yang diberikan kesempatan seperti itu di dunia pelayaran.
"Waktu kamu tiga bulan untuk mengikuti semua tes dan seleksi. Berusahalah sungguh-sungguh. Jadilah pelaut yang dapat dibanggakan." Teguh tersenyum lebar dan menganggukkan kepala menyuntikkan semangat Ali.
"Saya akan berusaha sebaik mungkin dan berjuang semampu saya, Pak. Saya tidak akan mengecewakan kepercayaan Anda," tukas Ali percaya diri.
"Berusahalah dan sebelum kamu sukses jangan mencoba mendekati Briana," pesan Teguh terkesan tegas namun dari tatapan matanya dia juga memberikan peluang untuk Ali.
"Baik Pak," jawab Ali bahagia mengambil map yang Teguh keluarkan dari laci tadi.
"Selamat berjuang calon KKM," ucap Teguh tulus mengulurkan tangan menjabat tangan Ali.
"Terima kasih Pak," jawab Ali meraih tangan Teguh, hingga akhirnya mereka berjabat tangan.
Ali ke luar ruangan dengan gembira. Ily yang sedari tadi menunggu di depan ruang, melihat Ali tersenyum sendiri tidak jelas mengerutkan dahi, bingung.
"Ndan, are you okay?" tanya Ily sambil mengguncang lengannya.
Ali hanya tersenyum dan mengacak rambut Ily pelan. Dia berlalu begitu saja dari hadapan Ily, membuatnya semakin bingung dan akhirnya dia mengedikan bahunya tak mengerti apa yang terjadi dengan Ali.
***
Jalesveva Jayamahe, dilaut kita jaya.
Kalimat sansekerta ini yang membuat Al terpacu selalu ingin menjadi yang terbaik dan sukses mejadi pelaut. Kapal mewah itu bersandar di negara Dubai. Masih ada empat negara lagi yang harus ia lalui untuk sampai di negara Indonesia. Al sedang sibuk menyelesaikan skripsinya di kamar mewahnya.
"King, kamu sibuk banget ya?" tanya suara dari layar datar yang ada di depannya.
"Iya Queen. Maaf ya sambil mengerjakan skripsi," jawab Al yang tetap fokus pada layar laptop dan berbagai buku tebal di hadapannya.
"Kamu nggak ikut jalan-jalan?"
"Daripada waktu aku buang untuk jalan-jalan lebih baik aku selesain ini. Sudah dikejar target, soal jalan-jalan masih ada hari besok lagi. Kalau ini lebih penting, menyangkut masa depan," jelas Al tanpa menoleh ke pad-nya.
"Iya sih bener juga kata kamu." Ily bosan dan sedikit kesal karena tak diacuhkan Al.
Beberapa hari belakangan Al memang sibuk menyelesaikan tugasnya. Dengan sepenuh hati dia meminta pengertian Ily. Al berharap Ily tidak egois dan tidak merengek saat di video call supaya selalu memerhatikannya. Bukan kah itu juga demi masa depan calon imamnya kelak? Dia harus bisa mengerti dan memahaminya.
Sudah berhari-hari Ily menunggu kabar Al, sudah bagus Al masih ingat dan menghubunginya walau di sela kegiatannya yang padat dan kesibukannya bekerja. Ily memerhatikan wajah serius Al saat belajar. Ily tersenyum sendiri melihat gambar yang ada di layar flat-nya.
'Aku nggak salah pilih kamu untuk menitipkan hatiku padamu. Kegigihanmu untuk meraih cita-cita sangat besar. Kamu merelakan cinta demi meraih cita-citamu. Bagaimana aku bisa berpaling dari pesonamu nahkodaku?' batin Ily sambil melihat lekat wajah Al.
"Kamu sudah makan?" tanya Al menoleh sekilas pada pad lalu kembali fokus pada laptopnya.
"Udah tadi sama Bang Ali," jujur Ily membuat Al seketika dihantui rasa cemas dan takut.
'Witing tresno jalaran seko kulino, kata orang jawa begitu. Artinya lo gak takut dia atau gue jatuh cinta jika sering bersama?' Kata-kata Ali itu berputar putar di dalam otak Al.
"King!" seru Ily menyadarkan Al dari lamunannya. "Lamunin apa sih?" sambungnya sebal.
"Maaf, sedang memikirkan jawaban ini. Soalnya susah," dusta Al menutupi kecemasan dalam hatinya.
"Oh... kamu sudah makan?" tanya Ily perhatian.
"Sudah," jawab Al singkat tanpa menoleh pada pad-nya.
Skype selalu Al lakukan untuk mengetahui keadaan dan kabar Ily. Saat kapal bersandar di pelabuhan tujuan, sinyal dapat terjangkau dan Al tidak pernah lupa orang kedua yang harus dia hubungi selain ibunya. Cuma Ily orang itu. Saat Ily sedang tak bersama Ali, setelah skype dia lalu Al skype sahabat baiknya, Ali!
"Aku mau tanya sesuatu sama Ali. Nanti malam aku skype lagi ya?" ucap Al mengangkat pad-nya melihat wajah cantik yang sangat dia rindukan di layar kaca.
"Aku masih kangen," rengek Ily.
"Sebentar, Queen. Penting nih," bujuk Al.
"Ya udah deh. Tapi bener ya nanti malam skype lagi," pinta Ily dengan berat hati.
"Iyaaa, Queen." Al berucap sangat lembut.
"Ya sudah. Aku tunggu."
"Iya, Sayang."
Akhirnya skype mereka pun berakhir. Lantas Al melanjutkan me-video call Ali. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Ali pun mengangkat.
"Hai, apa kabar, Bro?" sapa Ali ceria.
"Baik dan sehat wal'afiat, Bro. Lo gimana kabarnya?" tanya Al merindukan sahabat baiknya.
"Sehat dan lagi happy, Bro. Gue bener-bener lagi jatuh cinta, Bro!" cerita Ali gamblang membuat perasaan Al semakin diselubungi rasa tak nyaman.
Al sejenak terdiam mendengar kata-kata Ali. Setahu Al, Ali sedang jatuh cinta dengan Briana. Tapi, apa ucapannya kali ini diarahkan untuk orang yang sama? Pikirannya kembali bekerja memikirkan ucapan Ali dulu sebelum dia berangkat ke Belanda.
"Selamat ya, Bro? Gue ikut seneng kalau sohib gue bahagia," ujar Al sambil menekan pikiran negatifnya.
"Thanks, Bro, ini juga berkat lo."
Lagi-lagi ucapan Ali membuat Al berpikir yang tidak-tidak pada Ali dan Ily.
"Iya. Sama-sama," jawab Al lesu menampilkan senyum palsunya. "Li, udahan dulu ya? Mau ngecek keperluan, mumpung sandar gue mau cari bahan kebutuhan dulu. Sehat-sehat di situ? Jangan aneh-aneh biar cepat lulus," pesan Al sebelum mengakhiri obrolannya.
"Okay. Lo juga hati-hati," balas Ali selalu memamerkan senyuman lebarnya.
Skype pun Al akhiri.
***
Ily POV
Saat teman-temanku di luar sana mengingatkanku agar tidak memilih mencintai seorang pelaut, tapi hatiku berkata untuk selalu setia dengannya. Aku percaya pilihanku, karena aku mencintainya dan kita yang menjalani. Mereka tahu apa tentang kita? Orang luar hanya melihat dan menyaksikan perjalanan kita. Bukan ikut andil dalam jalannya cinta kita. Biar orang berkata apa yang terpenting aku sudah memilihmu.
"Raja penguasa lautan. Al Ghazali Egy Barun Adibrata. Miss you." Aku sangat merindukannya.
Seleksi pencalonan menjadi awak kapal di cruise telah dibuka. Jika aku lolos seleksi berarti artinya aku bisa membuka pintu gerbang kesuksesanku sebagai pelaut. Walaupun aku wanita tapi aku tidak boleh kalah dengan laki-laki. Aku salut dengan Kapten Entin Kartini. Dia adalah nahkoda wanita pertama di Indonesia. Beliau dapat mematahkan anggapan jika pelaut itu adalah pekerjaan lelaki.
Anggapan miring pun muncul dalam kehidupan beliau, mulai dari melabrak kodrat, mengancam kelanggengan keluarga, dan berbulan-bulan bergelut dengan awak kapal yang hampir bahkan semuanya adalah kaum Adam. Kalau meminjam istilah pelayaran, lelaki selalu di haluan, perempuan berkecenderungan di buritan. Namun Kapten Entin Kartini memecah mitos itu. Perempuan juga bisa di haluan, maju meninggalkan buritan. Kendati tak menampik anggapan umum
masyarakat, ibu tiga orang anak yang sudah menjadi nakhoda puluhan tahun itu tak terlalu mempersoalkannya.
Dia adalah ispirasiku agar selalu dapat berjuang mewujudkan cita-citaku. Aku akan berusaha sekuat dan semampuku. Tunggu aku di cruise MS Rotterdam Kapten Al Ghazali Egy Barun Adibrata. Kamu memang raja penguasa lautan dan aku nanti yang akan menjadi ratu penguasa lautan.
Aku tersenyum puas saat keluar ruangan dengan formulir tergenggam di tanganku. Tidak mudah mendapatkan formulir ini. Aku harus mengikuti berbagai tes, ujian dan lain sebagainya. Dan ini pun baru tahap awal, masih banyak tahapan lagi yang harus aku lalui.
"Tunggu aku, my King," gumamku lirih dengan senyuman puas.
##########
Terima kasih untuk vote dan komentarnya.
Love you all....
Muuuuaaaahhhhh
Cium jauh dari aku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top