SESAKIT INIKAH MENCINTAIMU?
Ily masih saja menangis sesenggukan. Ali sengaja tidak membawa Ily ke kampus. Ali terlebih dulu mengajaknya ke taman kota dekat dengan kampus, mereka sedang duduk di bangku taman.
"Kamu butuh sandaran? Aku siap meminjamkan bahuku ke kamu," tawar Ali tidak tega melihat Ily menangis terisak.
"Boleh?" tanya Ily untuk memastikan.
"Iya. Selama kamu butuh bahuku untuk menumpahkan air matamu karena ulah sahabatku aku akan selalu bersedia meminjamkan bahuku," jawab Ali menoleh menatap Ily yang memandangnya dengan wajah yang basah air mata.
Ily segera menumpahkan rasa sesak di dadanya menangis lepas bersandar di bahu Ali.
"Kenapa sesakit ini mencintai dia, Bang? Aku sudah mau menunggunya, tapi kenapa dia seperti itu?" curahan hati Ily di tengah isakannya.
Ali tersenyum mendengar rancauan Ily.
"Itu tidak seperti bayanganmu, Bie. Memang dulu Al sempat mencintai wanita itu. Tapi karena kesalah pahaman Al, dia merelakan Riana untuk bersamaku dan aku tidak pernah memiliki perasaan apa pun dengannya. Sebenarnya Riana juga mencintai Al," jelas Ali membuat Ily berhenti menangis dan menegakan kepalanya menatap menuntut penjelasan.
"Jadi mereka saling mencintai?" tanya Ily menahan sakit di hatinya.
"Itu dulu, Bie. Sebelum dia berjaji pada dirinya sendiri untuk melindungi kamu dan juga Tante Juwita, mama kamu," terang Ali agar dia tidak salah paham.
"Tapi kenapa dia kembali?"
"Entahlah, Bie. Kamu yang sabar ya? Al tahu apa yang harus dia lakukan. Percaya padanya ya?" pinta Ali mengacak rambut Ily lembut.
"Iya. Aku akan berusaha, Bang," ucap Ily menyeka air matanya.
"Ayok kita berangkat. Nanti telat ikut apel pagi. Masa iya komandan batalyon telat? Bisa-bisa hancur reputasiku sebagai komandan keren dan kece. Iya nggak?" canda Ali menaik turunkan kedua alisnya untuk menghibur dia.
Ily terkekeh mendengar candaan Ali. Dia berdiri dan merapikan PDH-nya.
"Ayuk! Aku sudah lebih baik," ucapnya percaya diri.
"Nah gitu dong. Calon staf batalyon nggak boleh cengeng. Harus tangguh, tegar, dan kuat, jangan rapuh. Calon perwira kapal kok lembek," cerca Ali untuk mengembalikan semangat Ily lagi.
Ali merangkul bahu Ily mengajak ke tempat sepeda motornya terparkir.
***
"Apa niat dia kembali ya, Li? Gue nggak ngerti jalan pikirannya dia. Dulu dia yang memilih untuk pergi," tanya Al saat mereka sedang di balkon kamar Ali sambil bermain gitar.
"Mana gue tahu, Al. Gue nggak mau ya kedatangan dia membuat kita renggang. Dia ancaman buat kita, Al. Dan inget ada hati yang harus lo jaga," peringatan Ali keras.
"Iya gue ngerti, Li. Tapi apa yang harus gue jelaskan sama Ily soal Riana? Gue nggak mau dia salah paham." Al meminta saran.
Sampai malam ini Ily tidak mau mengangkat teleponnya, membalas pesan singkatnya saja tidak. Al bingung.
"Jujur! Itu yang bisa gue saranin buat lo. Udah sono pergi ke kosan Barbie, jelasin ke dia, sejelas-jelasnya tanpa skip dan tanpa bumbu yang aneh-aneh. Gue tadi udah bicara sama dia." Ali menarik tangan Al agar dia berdiri biar segera pergi le kos Ily.
"Li, kira-kira dia marah nggak ya?" tanya Al ragu saat dia ingin melangkah.
"Hadeh, gue bingung sama kalian. Nggak pacaran tapi berasa saling memiliki. Yang sono cemburu, yang sini kebanyakan mikir. Udah deh Al, lo cepetan buruan datengin kosan Barbie terus ajakin dia ngobrol dari hati ke hati. Kalau perlu lo tarik sekalian sono ke KUA biar nggak saling curiga dan cemburu-cemburuan," bujuk Ali gemas memikirkan hubungan tanpa status sahabatnya.
Al memamerkan gigi putihnya yang berjejer rapi pada Ali. Lalu dia berlari kecil menuju kamarnya untuk mengambil kunci dan jaket.
"Bro, gue pergi dulu ya?" pamit Al berteriak.
"Iye hati-hati jangan ngebut," pesan Ali dari balkon dan hanya diacungi dua jempol Al.
Selepas Al pergi, Ali tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Lo berhak bahagia Al. Sudah cukup lo berkorban banyak buat gue. Maaf gue pernah mengambil cinta lo. Tapi untuk kali ini gue nggak akan biarin siapa pun mengganggu kebahagiaan lo," ucap Ali lirih pada dirinya sendiri.
Al memarkirkan motornya di pelataran kos Ily. Saat dia melihat pintu kamar kos Ily tiba-tiba ada keraguan dalam hatinya.
"Ketuk, nggak, ketuk, nggak, ketuk ...." Belum juga dia selesai menimbang-nimbang keraguannya terdengar pintu terbuka. Tubuh Al seketika menegang.
"King?" seru Ily pelan terkejut melihat Al berdiri di depan pintu kamarnya.
"Hai Queen," sapa Al kikuk mengangkat tangannya seperti menyapa Ily yang pertama kalinya.
Ily mengerutkan dahi heran mendapati sikap Al yang tidak seperti biasa itu.
"Ayo masuk. Kenapa nggak ketuk pintu sih? Untung aku mau buang sampah," ajak Ily masuk dalam kamar.
Al salah tingkah berjalan mengikuti Ily masuk ke dalam kamar dan duduk di sofa.
"Kamu mau minum apa, King?" tawar Ily membuka kulkas mini.
"Minuman soda ada?"
Ily mengambil dua kaleng minuman bersoda dan berjalan menghampiri Al duduk di sebelahnya.
"Ini diminum." Ily meletakan dua kaleng soda di meja kaca.
"Kamu sudah makan?" tanya Al mengawali pembicaraannya.
"Sudah tadi sama Bang Ali sekalian pulang. Tadi aku nungguin kamu tapi kata Bang Ali, kamu ada meeting sama kepala yayasan," jelas Ily mengerucutkan bibirnya membuat Al gemas.
"Maaf ya Queen, aku belakangan ini sibuk persiapan ikut tes seleksi."
"Tes seleksi untuk apa?"
"Untuk masuk kerja di kapal pesiar Eropa. Pak Teguh merekomondasikan aku untuk masuk di perusahaan kapal pesiar terbesar di Eropa. Itu kesempatan langka Queen dan aku tidak ingin menyia-nyiakannya," jelas Al.
Hati Ily seketika dirasuki rasa takut jika berjauhan dengan Al. Dia menundukan kepala membuat Al merasa bersalah.
"Queen," panggil lembut. Al berganti posisi berjongkok di depan Ily.
Ily tetap setia menunduk hingga tangan Al yang sedang menggenggam tangannya merasa ada tetesan air bening. Al mengangkat dagu Ily agar menatapnya.
"Kenapa?" tanya Al lembut menghapus air mata Ily.
"Aku takut," rengek Ily.
"Takut apa?"
"Takut jauh dari kamu, King. Selama ini cuma kamu yang selalu ada menemani aku. Kalau kamu jauh di sana bagaimana denganku?"
"Hei dengerin aku," ucap Al menangkup pipi chubby Ily. "Aku menerima ini juga untuk masa depan kita. Kamu nggak mau lihat aku sukses dan benar menjadi raja penguasa lautan? Aku cuma ingin kamu mendukungku, menjadi wanita hebat yang berdiri di belakangku," lanjut Al menenangkan Ily.
"Masa depan kita?" tanya Ily memastikan bahwa pendengarannya tidak salah.
"Iya. Masa depan kita. Kamu nggak mau jadi istri pelaut? Walau aku baru menjadi calon nahkoda tapi aku yakin dua atau tiga bulan lagi akan menjadi kapten kapal pesiar," ujar Al meyakinkan membuat perasaan Ily menghangat dan seketika rasa kesalnya pada Al menguapkan.
"Siapa sih yang bisa menolak takdir? Jika kamu takdirku dengan senang hati aku akan menerimamu," sahut Ily bahagia.
Al memeluk Ily dan mencium pucuk kepalanya.
"Kamu akan sabar menungguku kan, Queen? Maaf untuk saat ini aku belum bisa menaikan status kita untuk lebih dari sekarang. Karena aku tidak ingin mengingkari janjiku pada Ali. Kalian sama berharganya bagiku," ucap Al disela pelukan mereka.
"Iya aku bisa mengerti, King. Tapi aku juga butuh kepastian," rajuk Ily.
Al menegakan tubuh Ily hingga mereka saling berhadapan.
"Kamu memang bukan pacar aku dan aku tidak berniat untuk pacaran. Tapi kamu adalah calon Nyonya Al Ghazali Egy Barun Adibrata seorang raja lautan yang akan menaklukan peraian dengan baja besi yang mengapung di luasnya samudra," ucap Al penuh percaya diri dan keyakinan.
Senyum merekah di bibir merah delima Ily, hingga tatapan Al tertuju pada bibirnya. Al mendekatkan wajahnya dengan Ily hingga hembusan napas hangat terasa menyapu keseluruh permukaan wajah mereka. Al menyelisipkan tangan kirinya di tengkuk Ily, hingga membuat bulu kuduknya merinding karena sentuhan lembut dia. Al memiringkan kepalanya dan menempelkan bibirnya di bibir tipis Ily. Al menekan tengkuk Ily untuk memperdalam ciuman mereka. Dia melumat dan memagut bibir Ily dengan lembut dan penuh perasaan. Ily mulai membalas ciuman Al yang semakin memanas hingga mereka saling bertukar saliva. Al sedikit menggigit bibir bawah Ily hingga mulutnya terbuka membuat Al dengan mudah menjulurkan lidahnya ke dalam rongga mulut dia.
Jari Ily menyisir rambut Al dan menekan kepala Al untuk memperdalam ciuman panas mereka. Lidah mereka saling bertautan dan sesekali Al melepas ciumannya untuk mengambil napas agar ciuman itu dapat bertahan lama. Tangan kanan Al yang tadinya diam kini mulai meraba dada Ily. Saat tangannya sampai di gundukan yang masih terlapis kaus dengan lembut dia meremas.
"Aaaahhhhh King," desah Ily disela ciumannya.
Di balik celana jeans Al sudah merasa sesak dan ada sesuatu yang mengeras. Al menurunkan ciumannya ke leher jenjang Ily dan menyusuri ciumannya sampai di telinga Ily. Dia menghentikan penyusurannya saat bibirnya sampai di belakang telinga Ily dan sedikit menggigit daun telinganya bergantian menjilat tempat sensitif itu. Hingga tubuh Ily terasa menegang. Dengan reflek dia memeluk tubuh Al erat.
"Al...," rancau Ily yang menikmati cumbuan Al.
Matanya terpejam merasakan setiap sentuhan bibir dan tangan Al yang menyusuri tubuhnya. Saat keduanya terbuai dalam asmara dan nafsu, tiba-tiba ponsel Al berdering membuat mereka terkejut dan terpaksa menghentikan aktivitas nikmat itu.
Al mendesah kesal dan menatap Ily penuh cinta dan perasaan tidak rela. Al mengusap bibir Ily yang basah karena bekas ciuman panas mereka. Lalu Al merogoh ponselnya dalam saku celana. Dia melihat layar datarnya dan menggeser warna hijau.
"Halo!" jawab Al sedikit kesal dan duduk bersandar di sofa menarik kepala Ily untuk bersandar di dada bidangnya.
"Lo masih lama Al di kos Barbie?" tanya Ali dari sebrang.
"Iya. Kenapa?" tanya Al dengan perasaan dongkol menahan gejolak yang sudah sampai di ubun-ubun.
"Gue males keluar, entar kalau lo balik kos tolong belikan makan malam sekalian ya?"
"Iya," jawab Al lemas mengelus-elus rambut Ily.
"Ya sudah. Makasih. Hati-hati kalau di jalan jangan ngebut-ngebutan," pesan Ali sebelum menutup teleponnya.
"Iya cerewet," sahut Al terdengar gelak tawa dari seberang.
Panggilan terputus.
"Siapa, King?" tanya Ily sambil memainkan ujung baju Al dengan kepala masih bersandar manja di dadanya.
"Ali. Dia pesan, nanti kalau aku pulang ke kos suruh bawain makan malam."
"Ooooh...," jawab Ily singkat.
Al menyandarkan kepalanya lelah dan menutup matanya.
***
Al masuk ke kamar Ali sambil menenteng plastik putih berisi pesanan dia. Dilihanya Ali sedang bermain gitar sendiri di sofa.
"Nih makan dulu," perintah Al sambil menaruh kantong plastik di depan Ali.
"Wuuiihhh pacar gue udah pulang. Gimana sukses selingkuhnya?" tanya Ali sambil membuka bungkusan nasinya.
"Sukses dong, Bro. Makasih ya?" ucap Al meminta gitar Ali lantas memetik senarnya asal duduk disebelah Ali.
"Hmmm," gumam Ali menjawab karena mulutnya penuh dengan nasi.
Al menemani Ali menghabiskan makan malamnya sambil sesekali memetik gitar dan bernyanyi.
Selesai makan malam mereka bercanda gurau sebelum tidur. Al dan Ali berbaring menatap langit-langit kamar dengan pikirannya masing-masing.
"Al bagaimana dengan Cinta kita?" tanya Ali membuat mereka saling memandang dan tertawa bersama.
#########
😱😱😱😱😱
Cinta kita????
Makasih untuk vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top