RENCANA SUCI

Ali berlari menuju kamar Al, dia mengetuk-ngetuk pintu kamarnya namun tidak ada jawaban, hingga seorang kru kapal yang sedang melewati Ali menyapanya.

"Selamat malam, Bass."

"Selamat malam," jawab Ali menoleh ke belakang.

"Bass Ali, mencari Kapten Al?" tanya Mualim II.

"Iya Cond, di mana ya Kapten Al? Kamu melihatnya?" tanya Ali.

"Tadi saya melihat dia sedang duduk di haluan, Bass," jawab Mualim II.

"Baiklah terima kasih," ucap Ali lalu berlari ke arah lift.

Ali mengedarkan pandangannya setelah sampai di haluan kapal. Matanya menangkap punggung seseorang yang sudah sangat dia hafal dan kenal. Dengan kedua tangan ia masukan ke saku celana, pandangan lurus ke depan menatap perahu mewah yang memecah gelombang, merasakan goyangan yang terjadi karena alur, angin malam menerpa tubuh tegapnya dan suara pecahan air menjadi nada merdu di telinga. Dia tersenyum simpul menghampiri sahabatnya. Ali berhenti tepat di samping sahabatnya dan mengikuti Al mengantongi kedua tangannya di saku celana.

"Gue kangen sohib baik dan raja penguasa lautan. Gue udah nggak ngenalin dia lagi sekarang? Apa dia tersesat dalam dunianya sendiri hingga melupakan gue? Apa dia tidak tahu arah jalan pulang? Apa perlu gue menyusulnya agar dia kembali menjadi sohib terbaik gue?" pertanyaan Ali tepat menusuk ke ulu hati Al.

Ali menanyakan itu tanpa menatap Al, pandangan mereka sama-sama lurus ke depan.

"Gue mau menikah, apa sohib gue berkenan untuk menghadirinya?" ujar Ali yang sukses membuat Al menoleh ke arahnya. Namun tidak untuk Ali, dia masih menatap lurus ke depan.

"Apa sohib gue masih peduli dengan apa yang terjadi dalam hidup gue? Apa dia masih mau mendengar nada kesedihan atau kebahagiaan yang terlontar dari bibir gue? Apa dia juga masih mau berbagi suka duka bersama gue?" lanjut Ali kini menoleh melihat Al yang menatapnya nanar.

"Apa lo mau menandatangani surat cuti gue dan Ily, Nahkoda Al?" tanya Ali.

Di dalam hati Al teriris pedih dan sakit, dia menghela napas berat, dadanya tiba-tiba terasa sesak.

"Iya, gue akan menandatanganinya," jawab Al datar.

"Kalau begitu lo juga harus ikut cuti bareng gue dan Ily. Lo nggak mau dampingi gue nikah, Al?"

"Gue di sini masih banyak kerjaan. Selamat atas rencana pernikahan lo, Li, gue ikut seneng dengar kabar baik ini. Pasti Ily bahagia mendapatkan lelaki sebaik lo," ucap Al meski hati mendustai bibir. Ali tersenyum miring.

Al mengulurkan tangannya ingin mengajak Ali berjabat tangan. Ali tersenyum simpul menerima uluran tangan Al dan menarik sahabatnya itu ke dalam pelukannya, pelukan ala lelaki dewasa.

"Gue akan menikah dengan Briana bukan dengan Ily," bisik Ali tepat di telinga Al.

Al membelalakan matanya, dia terkejut dengan apa yang diucapkan Ali. Al dengan cepat melepas pelukannya dan menatap Ali penuh tanya.

"Maksud lo apa, Li?" tanya Al memegang kedua bahu Ali.

Ali tertawa puas melihat wajah terkejut Al.

"Njirrrrr muka lo, Al, gue kangen lihat muka lo yang begitu," ucap Ali di tengah tawanya.

Al masih saja terdiam menatap Ali yang sudah terpingkal hingga memegangi perutnya.

"Lo pikir gue datang ke sini dan berdiri di kapal ini buat apa? Ini salah satu syarat dari Pak Teguh agar gue bisa deketin sekaligus nikahin Briana. Mungkin setelah gue menikah dengannya, gue akan off tidak lagi berlayar di sini. Gue mau nerusin usaha Papa yang sekarang semakin melambung. Negara kita sendiri juga butuh pelaut handal dan hebat Al. Usaha penyebrangan Papa butuh seorang Dewa penguasa samudra sepertiku, Al," jelas Ali menepuk bahu Al pelan.

"Jadi lo...?" Al menahan ucapannya ketika terdengan suara wanita menyahutnya dari belakang.

"Lo yang egois!"

Al dan Ali menoleh bersama ke belakang, melihat sosok wanita datang menghampiri mereka dengan langkah bak model profesional. Lekuk tubuh molek serta senyuman manis.

"Cinta," ucap mereka bersamaan.

Cita tersenyum dan merangkul bahu dua lelaki tampan itu.

"Cieee... yang sudah baikan," goda Cinta membuat mereka tertawa bersama di bawah langit gelap di tengah laut lepas.

***

Subuh ini, ketika kapal selesai sandar dan menurunkan penumpang yang ingin berwisata di Singapur, Ali dan Ily berada di ruang khusus kru untuk bersantai. Ily sedang menikmati kopi susu hangat, sedangkan Ali menikmati sarapannya. Sejak semalam dia tidak makan, ada pekerjaan yang membuat Ali lupa untuk makan malam. Al datang bersama Cinta menghampiri mereka.

"Bass, Chief, saya akan keluar dulu. Mungkin besok saat kapal akan tolak baru saya kembali. Saya ada urusan diluar," ujar Al berdiri di samping meja makan.

Ily melihat Cinta dengan tatapan tidak suka, apalagi Cinta menggandeng lengan Al membuat hatinya panas. Perasaan Ily bergemuruh panas, rasanya ingin meledakan sesuatu yang sudah lama tertahan. Dia selalu menahannya agar air mata tidak jatuh di depan Al. Sekuat tenaga dia menahan sakit di dalam hatinya.

'Ini sakit, sangat sakit sekali Al,' batin Ily.

"Iya Kap, semoga berhasil dan sukses urusannya," pesan Ali sudah kembali akrab seperti dulu lagi, membuat Ily heran dan mengerutkan dahi menatap Ali.

"Kita pergi dulu ya, Li?" pamit Cinta menepuk pundak Ali.

"Iya Ta, hati-hati," tukas Ali tersenyum lebar.

Al dan Cinta berlalu dari ruangan itu tanpa menyapa Ily. Mereka memiliki rencana besar sehingga perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Ily yang melihat kepergian mereka merasa iri dan rasanya ingin sekali melarang Al agar tidak pergi dengan Cinta.

"Bie, hai Barbie!" seru Ali mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Ily.

"Eh iya Bang, maaf," sahut Ily tersadar dari lamunannya.

"Kamu kenapa melihat Al sama Cinta sampai segitunya?" tanya Ali lantas menyendokan nasi ke mulutnya.

"Nggak apa-apa, Bang," jawab Ily lesu dan tidak bersemangat.

"Al dan Cinta mau mempersiapkan perizinan untuk booking geladak paling atas di kapal ini," jelas Ali tanpa Ily bertanya.

"Memangnya untuk apa, Bang?" tanya Ily semakin penasaran.

"Pernikahannya Al," jawab Ali santai sambil fokus pada makanannya.

Setelah mendengar ucapan Ali, Ily langsung meremas ujung bajunya. Entah mengapa di dalam hatinya ada sesuatu yang sakit dan rasanya seperti ditusuk-tusuk pedang yang sangat tajam, dan itu sangatlah sakit sekali. Hatinya seperti diiris sembilu tajam, perih dan sangat, sangat, dan sangat sakit.

"Apa benar dia akan menikah, Bang?" Ily memastikan bahwa pendengarannya tidak salah.

"Iya, Barbie. Setelah kapal ini sampai di Indonesia, itu akan langsung terselenggara. Lebih cepat dari rencana pernikahanku dan Briana," ujar Ali.

"Aku ke kamar dulu, Bang," pamitnya lalu berlari begitu saja meninggalkan Ali sendiri yang masih asyik menikmati makanannya.

Ali hanya tersenyum penuh arti melihat kepergian Ily.

Al POV

Ini waktunya aku melakukan sesuatu untuk menjemput kebahagiaanku. Sudah lama aku ingin melaksanakan niat tulusku bersama Ily. Sabar Queen, King-mu ini sedang mempersiapkan sesuatu yang besar untuk masa depan kita. Sesuatu yang menentukan ke mana akan kita bawa hubungan yang belum jelas ini menjadi lebih jelas dan sah. Aku dibantu Cinta melakukan perizinan mem-booking geladak paling atas di kapal pesiar tempatku. Jika kalian tanya berapa biaya yang aku keluarkan untuk rencana gilaku ini, aku hanya bisa menjawab, 'Itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan kebahagiaanku nanti'. Uang dapat dicari dengan mudah, tapi untuk merasakan kebahagiaan kita perlu berusaha dan berjuang keras.

Dalam waktu yang sangat singkat ini, aku dan Cinta terbang ke Indonesia untuk melamar Ily ke rumah Tante Juwita, mamanya dia. Mamaku sudah menungguku di rumah Tate Juwita. Mereka sudah lama berteman baik, karena dulu papaku dan papanya Ily sohib akrab banget sebelum mereka mengalami kecelakaan kapal bersama. Aku tidak ingin tahu, pokoknya Ily harus menjadi istriku. Enak saja aku sudah mempersiapkan ini semua jika dia sampai menolakku, aku tetap akan memaksa untuk menikah denganku.

Memang aku egois, tapi aku tidak mau kehilangan dia lagi. Sudah cukup kemarin saja kesalahpahaman yang membuat hatiku tersiksa. Sabar Queen, untuk sekarang kamu harus tahan dulu dengan rasa sakit di hatimu, tapi tunggu saja tanggal mainnya. Aku yakin jika memang kamu adalah bagian tulang rusukku yang Tuhan ambil, sejauh apa pun kamu pergi dariku, kamu akan kembali lagi padaku. Takdir Tuhan yang akan menuntun kita untuk bersatu. Aku yakin rencana-Nya lebih indah daripada rencana kita.

Sang raja siang menyengat kulitku, tapi itu tidak melunturkan tekadku yang sudah bulat. Setelah menembus awan dengan burung besi, akhirnya aku dan Cinta sudah sampai di Indonesia. Dengan cepat kami menuju ke rumah Tante Juwita. Saat taksi yang kami naiki berhenti di depan rumah yang cukup luas dan asri, langsung aku turun dan bahagianya hatiku disambut oleh dua bidadari cantikku yang selama ini aku lindungi segenap jiwa dan ragaku.

"Mama, Tante," teriakku marentangkan kedua tangan dan berlari menyambut mereka lantas kupeluk keduanya.

Sudah hampir 10 bulan aku tidak bertemu mereka. Aku hanya bisa menemui mereka jika saat kapal sandar di Jakarta.

"Al, kami merindukanmu, Nak?" ucap keduanya berada dalam dekapanku dan mereka menciumi wajahku bergantian penuh kerinduan dan sayang.

"Al juga merindukan kalian," jawabku memeluk keduanya bersamaan dan mengecup kening mereka bergantian.

Tante Juwita sudah aku anggap sebagai ibu keduaku. Antara aku dan Ily tidak ada yang dia bedakan. Aku melepaskan pelukan kedua wanita ini.

"Sesi kangen-kangenannya ditunda dulu ada yang lebih penting yang mau aku sampaikan," ujarku tersenyum penuh arti kepada mereka.

Mama dan Tante Juwita saling berpandangan bingung, mereka menatapku dengan kerutan di dahinya.

Aku menoleh ke belakang melihat Cinta yang masih berdiri dengan senyuman manis. Semanis apa pun senyumnya sekarang, buatku nggak ada efeknya. Hatiku sudah terkunci untuk Queen-ku. Kalau dulu dia tersenyum begitu padaku hatiku merasa bergetar, tapi sekarang biasa saja tidak ada perasaan apa pun.

Cinta berjalan mendekati kami, dengan senyum ramah dia menyapa Mama dan Tante Juwita.

"Ma, Tan, ini Cinta." Aku perkenalkan Cinta pada kedua wanita hebatku. "WO yang akan membantu Al mempersiapkan semuanya," terangku.

"Cinta Tante," ucap Cinta memperkenalkan diri mengulurkan tangan menjabat tangan Mama dan Tante Juwita bergantian.

"Juwita, mamanya Ily," ujar calon mertuaku.

"Esty, mamanya Al," susul mama cantikku.

"Ayo Ma, Tan, buruan kita urus surat-suratnya sekarang. Waktunya sangat mepet," rajukku tidak sabar.

"Iya, tapi masuk dulu ke rumah. Masa iya mau ke tempat Pak RT, Pak RW, kelurahan begini?" ujar calon mertuaku yang memamerkan dasternya.

Aku hanya menyengir kuda ke arahnya, lalu aku rangkul kedua wanitaku ini masuk ke dalam rumah diikuti Cinta dari belakang.

***

Setelah beberapa minggu aku, Cinta, dan kedua mamaku mempersiapkan semuanya, akhirnya segala surat menyurat sudah beres, baju pengantin sudah, katering sudah, undangan terbatas sudah disebar Mama dan Tante Juwita. Aku sudah tidak sabar ingin segera melaksanakan acara pernikahan impianku di kapal pesiar semewah SM Rotterdam.

Hatiku lega sekali setelah seharian penuh membereskan kekurangan untuk acara di kapal ini dan mempersiapkan semuanya.

"Makasih ya Ta, lo sudah membantu banyak hal buat acara pernikahan gue," ucapku ketika burung besi yang kami naiki sudah berada di ketinggian beribu-ribu kaki dari permukaan air.

Iya! Saat ini kami pulang dari Jakarta, ketika kapal sandar di Lombok kami memutuskan untuk membereskan semua yang masih kurang.

"Iya Al, gue ikhlas bantuin lo. Tapi, soal ongkos tetep ya lo transfer ke rekening gue. Friend is friend and business is business!" ujarnya sambil menaik turunkan kedua alisnya yang dilukis seperti bulan sabit.

Aku terkekeh. "Ya iya Ta, gue paham. Dasar lo otak bisnis! Tapi ada diskon kan Ta, khusus buat gue?" rayuku padanya.

Wajar dong kita membeli harus ada negoisasi agar mendapat harga yang sesuai dengan kantong?

"Iya deh, demi temen gue diskon 25% tanpa protes! Mau, ambil! Nggak mau ya sudah!" tukasnya melengoskan wajah sombong.

"Oke, deal!" ujarku menyepakatinya dan mengulurkan tangan tanda setuju.

"Deal!" jawabnya menjabat tanganku.

Kami saling melempar senyum kepuasan.

***

Larut malam aku dan Cinta baru saja sampai di kapal. Gila perjalananku hari ini seperti jalan dari Jakarta ke Bogor saja. Berangkat pagi buta dan pulang larut malam. Saat aku melangkah masuk ke kapal bersama Cinta sambil bercengkrama, kami berpapasan dengan Ali dan Ily yang sedang mengecek situasi di deck dasar. Sebenarnya itu tugas Ily sebagai Mualim I, mungkin Ali menemaninya dan memang sengaja aku meminta Ali menjaga calon biniku itu saat kutinggal.

"Hai, Li?" sapa Cinta melambaikan tangan dengan senyuman lebar dan ramah.

"Hai Ta, Al!" balasnya membalas melambaikan tangan.

Aku melihat calon istriku mengerucutkan bibirnya kesal dan rasanya ingin sekali aku tertawa lalu mengecupnya. Sabar Al... tahan....

'Tunggu sampai kamu sah jadi milikku, Queen. Aku akan membantingmu di ranjang empuk, lalu kita akan sepuasnya berguling menciptakan kepuasan. Kamu akan aku beri sensasai yang berbeda, dan akan aku bawa kamu ke langit ketujuh.' Suara hatiku yang sudah tak sabar ingin memilikinya.

"Gimana urusan kalian lancar?" tanya Ali.

"Alhamdulillah, lancar, Li. Tapi gue kecapean deh, Li," jawab Cinta lesu. "Gue mau balik ke kamar, badan berasa remuk!" Cinta memijit tengkuknya.

Benar apa yang dia bilang, aku juga merasakan hal yang sama seperti Cinta.

"Al, lo harus tanggung jawab!" ujarnya mengerling ke arahku.

Aku melirik Queen-ku, dia tampak shock mendengar ucapan Cinta. Aku yakin dia sekarang mengira yang tidak-tidak. Aku akan memanfaatkan situasi ini. Maaf Queen untuk menguji kesabaranmu dan cintamu padaku. Hidup aja ada ujiannya, sekolah dan kuliah juga, masa iya mau jadi istri nahkoda nggak diuji dulu?

"Iya Sayang, gue akan tanggung jawab," ujarku sok mesra menarik pinggangnya.

Cinta mengerutkan dahi dan menatapku tajam. Aku tersenyum jahil dan mengedipkan sebel mataku. Ali tersenyum dan menggelengkan kepala. Dia pasti paham apa yang aku lakukan.

"Ah Sayang, lo pengertian banget sih?" jawab Cinta tahu maksudku.

Aku melirik Ily memutar bola matanya sebal dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Dalam hatiku terkekeh geli melihat wajah cemburunya.

"Lo perlu istirahat, Cinta," ujarku lalu merangkul bahunya.

"Li, kami naik duluan ya? Ngantuk berat. Entar kalau kapal sudah mau tolak banguni gue ya?" pesanku pada Ali.

"Siap Kapten," ujar Ali hormat membutku dan Cinta terkekeh kecil.

Ily memandang kami dengan tatapan tidak suka. Aku hanya tersenyum padanya, namun dia tak mengacuhkanku malah justru melengoskan wajahnya ke arah lain. Awas ya Queen, entar kalau sudah saatnya aku hukum kamu. Aku dan Cinta menuju ke lift dan pergi ke kamar kami masing-masing.

#########

"Cieciecie yang mau marriage? Ah senengnya?" goda Rex sambil mencolek dagu Al saat mereka sampai didalam kamar milik Al.

"Ah Rex, gue bahagia banget! Tapi, gue sebenarnya gak tega melihat dia tersiksa batin begitu," ujar Al sambil menghempaskan tubuhnya keatas ranjang.

"Ujian buat dia Al. Cap cus deh lo nikahin dia biar otak gesrek lo tersalurkan!" nasehat Rex lalu meninggalkan Al yang sudah memejamkan mata karena terlalu letih.

********

Siapa yang mau ikut Rex dinikahannya Al dan Ily?
Undangan cuma satu ya? Udah ditangan Rex. Hahahaha
Gak panjangkan gegananya?
Senengkan kalian yang mau Al dan Ily nikah?
Impian setiap orang menikah di atas cruise, kapal mewah yang tidak sembarang orang bisa menyelenggarakan pernikahannya di atas laut. Ahhhh betapa bahagianya jika aku menjadi Ily.

Terima kasih untuk vote dan komennya.
Love you all
Muuuuuaaaaachhhh
Cium jauh dari aku Rex_delmora

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top