PENCERAHAN
Ily POV
Pernahkah kalian tak diacuhkan orang yang kalian cinta? Bagaimana rasanya? Sakit kan? Itulah yang aku rasakan saat ini. Selama aku di kapal ini, Al berubah 180° seperti bukan King yang aku kenal dulu. Justru sekarang yang lebih dekat dan memerhatikanku Bang Ali. Entah aku pernah punya salah apa padanya. Kenapa dia menjadi seperti itu? Apa karena kehadiran Cinta?
Aku sekarang tahu siapa Cinta, itu pun dari cerita Bang Ali. Apa mungkin mereka CLBK? Oh Tuhan ini rumit sekali. Aku nggak bisa tanpanya, Tuhan. Aku sudah mencintai Al terlalu dalam dan terbiasa bersamanya. Rasanya aku ingin lenyap dari situasi ini.
Hari ini aku bertugas jaga bersama Al dan Bang Ali. Cuaca tidak begitu baik, awan gelap, gelombang lumayan tinggi mengancam pelayaran. Kami bertiga dan kru yang bertugas di anjungan harus selalu siap dan siaga. Memasang mata jeli dan insting tajam supaya dapat mengawasi keadaan sekitar.
Aku merasa aneh dan kikuk berdiri di antara Nahkoda Al dan KKM Ali. Mereka bersahabat baik, tapi saling membungkam mulut rapat seperti sedang perang dingin. Aku juga tidak menginginkan situasi seperti ini. Al dan Bang Ali tidak saling menegur sapa, mereka fokus pada tugasnya masing-masing, sedangkan aku bingung harus berbuat apa. Ini jauh berbeda dengan situasi saat dulu kami masih kuliah.
"Chief, kontrol navigasi," perintah Al tanpa melihat ke arahku.
"Baik, Kap," jawabku menahan sakit di dalam hati.
Sangat perih dicuekin orang yang kita cintai. Rindu tapi tidak dapat memeluk, kangen tapi tertahan di hati, malah justru menciptakan perasaan dongkol.
"Bass, kecepatan aman," ujar Al datar tanpa menunjukan ekspresi bagaimana pun kepada Bang Ali.
Aku melirik Bang Ali sekilas, wajahnya sendu, kasihan dia. Pasti dia tersiksa dengan situasi ini. Harapannya dapat dekat dengan sahabat baiknya terwujud, tapi bukan keadaan seperti ini yang ia harapkan. Bang Ali tidak tahu apa-apa, tapi dia terkena imbasnya.
"Baik, Kap," jawab Bang Ali singkat dan melaksanakan perintah Al.
Al berjalan menuju ke luar, berdiri di samping anjungan. Dia tersenyum dan melambaikan tangan entah kepada siapa. Apa itu Cinta?
Tak berapa lama benar dugaanku, Cinta datang. Dia membawa dua kantung plastik putih, mungkin saja makan siang untuk Al.
"Sini Ta, masuk," titah Al ramah kepada Cinta.
Dengan senyum sumringah Cinta mengikuti Al masuk ke anjungan. Hei, seharusnya orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke anjungan ketika kapal berlayar. Kenapa dia diizinkan masuk?
Aku memasang wajah kesal, pura-pura tidak melihat tapi mataku selalu menatap mereka. Hati dan mata tidak dapat bekerja sama! Aku kesal pada diriku sendiri!
"Hai, Ly?" sapa Cinta sok akrab padaku. Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepala. "Hai, Ali?" Cinta beralih menyapa Bang Ali. Bang Ali tak acuh dan tidak menjawab sapaannya.
"Kalian semua makan dulu, Cinta sudah membawakan makan siang nih!" perintah Al kepada kami semua yang bertugas di anjungan.
Al duduk di sofa panjang satu set yang berada di sudut anjungan. Cinta pun duduk di sofa singel samping tempat duduk Al. Di atas meja kaca ada dua kantung plastik putih, Cinta mengeluarkan beberapa kotak makan.
"Ya, Kap," sahut kami hampir bersama.
"Lo juga harus makan, Al. Sudah dua hari lo nggak makan nasi. Jaga kesehatan lo," tukas Cinta menyodorkan nasi boks untuk Al.
Apa kata Cinta tadi? Al tidak makan dua hari? Apa dia sakit? Aku menatapnya tajam, ingin rasanya bibirku ini mengomel padanya. Tapi, apa daya, aku tidak dapat berbuat apa-apa sekarang. Sedih ada di depan mata tapi tidak dianggap. Apa aku patung baginya?
"Gue lagi nggak selera makan, Ta. Entar kalau gue laper juga makan," jawab Al cuek lalu berdiri mengamati radar yang tidak jauh dari tempatku berdiri.
Seorang juru mudi yang duduk mengendalikan roda kemudi di sebelahku tersenyum penuh arti. Aku bertanya padanya dengan isyarat, menaikkan sebelah alisku dengan maksud 'Kenapa?'. Dia cengengesan memamerkan barisan giginya yang tidak rajin.
"Laper, Chief. Boleh makan dulu nggak, Chief? Lumayan, mumpung ada makanan gratis," ujarnya cengengesan.
Aku tersenyum lantas menganggukkan kepala. "Boleh, makan dulu sana! Biar aku yang pegang kemudinya," jawabku menggantikan, sementara dia makan siang.
"Al, pesanan lo keburu dingin. Dimakan kenapa sih? Buat apa pesan kalau nggak mau makan?" omel Cinta kesal melipat kedua tangan di depan dada.
Aku menatap Al, sikapnya yang tenang menutupi segala rasa yang sedang menimpanya. Dia sangat pintar menyembunyikan masalah dan perasaannya sendiri.
"Jangan paksa gue, Ta. Gue belum lapar," tolak Al sembari mengontrol arah angin.
"Oke terserah lo, Al. Dasar kepala batu!" cibir Cinta, namun Al seperti tidak mengindahkan ucapannya. Dia tak acuh dan tetap mengamati benda mati di hadapannya.
"Chief, Bass, kalian makan dulu," perintah Al tanpa menatapku dan Bang Ali.
Kami tidak berani membantah perintah nahkoda jika sedang dinas. Bagi kami perintah dan tugas dari nahkoda pantang untuk dilanggar.
"Tapi ini bagaimana, Kap?" tanyaku masih mengendalikan roda kemudi. Sedangkan juru mudi masih menikmati makan siangnya.
"Tinggal saja, jalankan otomatisnya," titah Al dengan tatapan dingin.
Zaman sekarang semua alat sudah canggih, tidak perlu bersusah payah setiap saat memegang roda kemudi. Jika keadaan pelayaran stabil, cuaca mendukung, nyalakan kontrol standby dan kemudi otomatis, kapal akan berlayar sendiri sesuai perintah mesin.
"Iya, Kap," sahutku.
Bang Ali akhir-akhir ini sedikit berbicara, sepertinya dia masih menahan amarah pada Al. Soalnya terlihat jelas setiap menatapnya, Bang Ali seperti ingin membunuh dia.
Kami berjalan ke arah sofa, Cinta sudah mengeluarkan semua kotak makanannya di atas meja.
"Sini Ly, Li, makan dulu," tawar Cinta tersenyum manis dan mengulurkan dua kota nasi kepadaku dan Bang Ali.
Kami menerimanya lalu duduk di sofa panjang bersama kru yang sudah mendahului kami makan. Aku melihat Al masih sibuk mengecek alat navigasi dan sementara mengambil alih tugas kami.
Aku memerhatikan wajah serius Al. Pahatan Tuhan yang hampir sempurna, hidung mancung, bibir tipis nan merah, mata memiliki kornea hazel sepertiku, mengagumkan apalagi dia menguasai segala hal yang berhubungan dengan pelayaran. Dia lelaki yang sudah menjerat hatiku, hanya dia yang mampu membuatku mabuk kepayang sibuk memikirkannya.
"Hei, Chief, ayo dimakan!" titah Bang Ali menyadarkanku dari lamunan.
"Kenapa, Ly? Al ganteng ya kalau sedang serius begitu? Memang dia mengagumkan. Beruntung wanita yang nanti mendampinginya," sahut Cinta mengerling padaku, membuat selera makanku tiba-tiba menghilang.
Apa maksudnya coba, berkata seperti itu? Apa dia mau pamer kalau Al sudah menjadikannya calon istri? Cih! Dasar wanita penggoda! Aku tidak suka dengannya. Aku melihat dia berdiri dari duduknya lalu menghampiri Al.
"Gue balik ke restoran ya, Al? Makasih sudah pesan makanan di tempat gue. Lo jangan lupa makan," pamitnya dan sok perhatian pada Al, membuatku semakin muak. Ingin rasanya aku meremas dan mencakar wajahnya.
"Iya. Makasih ya Ta, sudah mau servis gue dengan baik. Pelayanan lo memuaskan," kata Al membuat pikiranku melayang negatif.
Entah apa maksud dari ucapannya itu yang jelas hatiku sakit dan telingaku panas mendengarnya.
'Ily, kamu harus kuat. Kamu wanita tegar dan tidak lemah. Buktikan kepada Al jika kamu bisa berdiri tampanya.' Aku membatin menyemangati diriku sendiri.
***
Author POV
Dinas jaga digantikan kru lain. Dalam aturan dinas jaga laut, tugas jaga yang dilaksanakan agar pengopeasian permesinan selama berlayar dapat dilaksanakan dengan lancar dan aman. Tugas jaga laut dilaksanakan bergantian setiap 4 jam sekali,yaitu kondisi terbaik untuk ketahanan fisik dan dapat diulang setelah beristirahat selama 8 jam.
Saat Ily ingin masuk ke dalam kamar, tiba-tiba Al memanggilnya.
"Chief!"
Ily menoleh menatap tepat di manik mata Al, namun dengan cepat Al mengalihkan pandangannya ke tempat lain menghindari tatapan rindu yang tersimpan di balik mata indah Ily.
"Ada apa ya, Kap?" sahut Ily lembut menahan sesak di dadanya.
"Apa saat ini kamu sedang menyelesaikan makalahmu sebelum ikut ujian?" tanya Al tersirat perhatian.
"Iya, betul, Kap."
"Kalau butuh bantuan, kamu bisa menemui saya. Jika saya sedang senggang pasti akan membantu kamu," ucap Al membuat hati Ily menghangat dan sedikit lega.
Itu pun hanya sedikit, mungkin seujung kuku. Tapi menunjukan bahwa bagaimanapun Al tetap memerhatikannya.
"Iya Kap, terima kasih," ucap Ily dengan senyum tertahan.
Al mengangguk lalu masuk ke dalam kamarnya, sedangkan Ily tersenyum getir memandang punggung Al yang hilang di balik pintu. Kamar Ily bersebelahan dengan kamar Al, karena disusun sesuai tingkat jabatan. Ily masuk ke kamarnya lalu membersihkan diri.
Ali POV
Apa salahku pada Al hingga dia tak mengacuhkanku seperti ini? Dulu, semarahnya dia tidak pernah sampai mendiamkanku sampai berhari-hari. Apa karena pengaruh Cinta? Wanita itu selalu membuat hubungan kami merenggang. Apa Al tidak tahu jika Ily mencintainya? Setahu aku mereka sudah sama-sama tahu jika saling mencintai, tapi kenapa dia seperti tak acuh pada Ily? Apa dia cemburu denganku? Apa mungkin dia mengira aku menyukai Ily sehingga mundur seperti yang sudah-sudah?
Ck! Dasar Al! Selalu memilih untuk sakit. Aku harus bicara dengan Cinta soal ini. Aku tidak mau Al melakukan kesalahan yang sama seperti masa lalu. Dasar kekanak-kanakan, selalu membesarkan ego. Sebenarnya dia pintar dan cerdas, tapi jika urusan hati dan cinta dia lemah.
Aku berjalan menyusuri pusat perbelanjaan dan restoran yang ada di kapal pesiar ini. Dari informasi yang aku dengar, Cinta memiliki bisnis di kapal ini, dia membuka restoran yang cukup mewah, katanya sih begitu. Kaya juga dia sekarang bisa mendirikan usaha di kapal semewah ini.
Saat aku berjalan mencari-cari, dari kejahuan aku melihat Cinta sedang menggandeng mesra seorang pria. Siapa dia? Apa itu selingkuhan Cinta? Apa tidak cukup Al melamarnya malam itu? Ck! Dasar wanita tidak tahu diri. Aku mempercepat langkahku, saat sampai tepat di belakang dia, aku mencekal lengannya.
"Cinta," panggilku datar menghentikan langkahnya. Cinta menoleh ke belakang dengan wajah terkejut.
"Ali?" lirihnya lantas membalikan badan.
Dia menatap pria di sebelahnya. Sedangkan pria itu menatapku mengerutkan dahinya.
"Hai Li, ada apa?" tanya dia santai seolah-olah tidak sungkan karena sudah tertangkap basah berselingkuh.
"Apa kita bisa bicara?" tanyaku.
Dia mengerutkan dahi lalu menatap pria yang di sampingnya.
"Bagaimana Sayang, apa aku diizinkan mengobrol dengan teman lamaku ini?" ucapnya pada pria itu.
Apa dia bilang? Sayang? Hai! Ini benar-benar wanita tidak tahu diri. Apa dia mencoba mempermainkan Al? Itu tidak akan terjadi.
"Baiklah, Sayang," jawab lelaki itu lalu berlalu meninggalkan kami.
"Li, ke restoran gue saja ya? Di sana lebih nyaman dan leluas untuk mengobrol," ajak Cinta dan aku menjawab dengan anggukan.
Aku mengikuti langkah Cinta di belakang. Sesampainya di restoran, dia mengajakku ke luar di tempat makan yang terbuka. Tempatnya remang, romantis karena dihias lampu kerlap-kerlip dan tempat duduknya pun hanya ada 5 pasang, kesan private sangat terasa. Dari tempatku berdiri, aku tidak dapat menatap lautan yang luas, gelap hanya situasi di kapal yang terlihat jelas. Mungkin jika aku datang ke tempat ini siang pasti pemandangan laut lepas sangat indah dan jelas.
"Duduk, Li," titahnya.
Aku duduk di kursi berhadapan dengannya. Tempat duduk yang nyaman berbatasan langsung dengan pagar kapal, dari sini aku bisa merasakan ketenangan, angin malam menerpa tubuhku, pemandangan segala kegiatan yang ada di kapal ini. Mungkin jika dilihat dari kejauhan, kapal ini seperti lampu pijar yang berjalan di tengah samudra gelap gulita.
"Lo mau pesan apa, Li?" tawarnya setelah pelayan memberikan menu.
"Terserah lo, Ta," jawabku datar.
Perasaan yang dulu aku simpan untuknya sudah lama kubuang jauh-jauh dan aku juga sudah melupakan hal konyol saat aku melayangkan tonjokan pada Al hanya karena wanita di depanku ini. Dia sibuk berbicara dengan wetress, aku hanya diam menyapu pemandangan indah di dalam kapal ini. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya dia membuka suara.
"Okey Li, lo mau bicara apa?" tanya dia tanpa basa-basi.
Aku menegakan posisi dudukku lalu memasang wajah serius untuk menjawabnya.
"Kenapa lo jalan dengan pria lain, Ta? Dedangkan Al sudah melamar lo?" tanyaku menatapnya tajam.
"Kenapa? Ada yang salah, Li? Gue berhak jalan dengan pria itu, mau gue bermesraan di tempat umum juga nggak ada masalah. Al sudah tahu soal itu," jawab dia santai.
"Apa?! Al sudah tahu?!" tanyaku shock dan mengulang kata-katanya.
"Iya. Mereka sekarang justru semakin akrab dan Al tidak pernah mempermasalahkan hal ini," jelasnya tanpa beban.
"Apa lo nggak mikirin perasaan Al, Ta?" tanyaku tidak terima dengan jawabannya.
"Kenapa aku harus memikirkan perasaannya, Li? Dia saja tidak pernah memerdulikan perasaanku." Cinta bersandar santai menyilangkan kakinya dan bersedekap.
"Apa masih kurang saat Al melamarmu kemarin, Ta?" lirihku.
"Kapan Al pernah melamarku, Li?" tanya Cinta membuatku mengerutkan dahi.
"Kemaren waktu lo bawakan dia makan siang dan kalian pergi ke kamar Al?" ujarku mengingatkannya.
Bukannya menjawab, dia justru tertawa terbahak-bahak membuatku semakin tidak mengerti dengan semua ini.
"Oh itu ya, Li? Betapa bahagianya aku, Li, jika Al mencintaiku dan melamarku dengan cicin berlian dan berharga fantastis seperti itu?" tukasnya malah membuatku semakin bingung.
"Maksud lo, Ta?" tanyaku mengerutkan dahi seperti orang bloon.
"Lo lihat gue dan Al saat itu bersama siapa, Li?" tanya Cinta bukannya menjawab pertanyaanku justru menanyaiku.
"Ily," jawabku jujur.
"Apa dia juga salah paham sepertimu, Li?"
Pertanyaannya sukses membuatku bengong.
"Kalian salah paham, Al tidak pernah melamar gue, Li. Saat di dalam kamar itu gue hanya dimintai tolong Al untuk mencoba cicin itu," jelasnya sambil tertawa.
Aku membelalakan mata mendengar penjelasannya.
"Jadi lo dan Al...?" tanyaku sambil menunjuknya.
Dia tersenyum dan mengangguk paham atas apa yang sudah aku pikirkan.
"Tapi tolong lo rahasiain ini dulu dari Ily ya? Al punya rencana besar untuk dia. Gue minta tolong lo jelasin ke Al tentang apa yang terjadi sama lo dan Ily selama ini. Satu lagi, lo juga harus meluruskan kesalah pahaman antara lo, Al dan Ily," pesannya dan menepuk bahuku.
Dia berdiri, kedua tangannya bertumpu di tralis pagar kapal, dan tatapannya lurus ke depan. Aku mengikuti Cinta berdiri di sampingnya.
"Gue memang pernah mencintai Al, tapi gue sadar kalau cinta yang gue miliki saat itu hanya cinta monyet, perasaan sesaat yang luntur dengan sendirinya, seiring berjalannya waktu. Jatuh cinta itu mudah, Li, tapi menjaga dan membangun cinta hingga akhir hayat butuh perjuangan. Kalau lo sudah menemukan orang yang tulus mencintai lo, sebaiknya lo pertahankan dan menjaga hatinya. Bahagia dan sedih itu datangnya satu paket, Li," ujar Cinta tulus.
Hatiku tersentuh kata-katanya. Sejak kapan Cinta menjadi bijak seperti ini? Dia sudah jauh berbeda dengan Cinta yang pernah mengisi hatiku. Aku menolehnya, melihat dia tersenyum manis kepadaku.
"Jaga cinta lo dan pergilah temui, Al. Katakan apa yang sebenarnya terjadi. Lo nggak maukan Li, persahabatan yang sudah lama kalian bangun roboh begitu saja? Semakin tinggi pohon menjulang, semakin kencang angin yang akan menerpa. Jika dari akarnya sudah kuat sekencang apa pun angin berhembus menerpa, ia akan tetap kukuh berdiri dan bertahan untuk tetap hidup. Gue harap lo paham dengan kata-kata gue ini, Li. Sekarang pergilah temui Al," timpal Cinta menepuk bahuku.
"Terima kasih Ta, gue akan mencarinya dan menjelaskan yang sebenarnya terjadi," kataku membalas senyum manis Cinta.
Pikiran dan hatiku saat ini seperti menemukan penyegar setelah berlari bermil-mil. Terima kasih banyak Cinta, yang pernah gue cinta. Tanpa pikir panjang aku keluar dari restoran Cinta berniat mencari Al.
"Tunggu gue sohib terbaik, gue membawa kebahagiaan untuk lo."
##########
"Makasih ya Ta, lo sudah menjadi pencerah dikesalahpahaman yang rumit ini?" ucap Rex berdiri di samping Cinta, menatap luasnya lautan yang gelap gulita di malam itu.
"Iya Rex, gue hanya melakukan hal yang sudah seharusnya gue lakuin," ujar Cinta kini menatap Rex.
"Gue suka kata-kata lo, Ta, bener-bener nyampe ke ulu hati gue. Nancap di jantung gue. Memang jatuh cinta mudah tapi untuk mempertahankan butuh perjuangan, Ta," ucap Rex tersenyum manis kepada Cinta.
"Ini semua juga berkat lo, Rex, kasih peran gue menjadi wanita bijak. Gue sayang sama lo, Rex. Lo teman terbaik gue." Cinta memeluk Rex penuh sayang sebagai sahabat.
"Gue juga sayang lo, Ta, sebagai sahabat terbaik gue."
Akhirnya Rex dan Cinta berpelukan di bawah langit malam yang indah dengan taburan bintang dan rembulan yang melingkar sempurna untuk menyinari malam itu.
########
Persahabatan yang indah...
Aku jadi terharu hik hik hik hik.
Udah ah mau nangis dulu.
Makasih ya vote dan komentarnya?
Kalian juga teman-teman dan sahabat Raja dan Ratu penguasa lautan yang terbaik kok. Kalian punya tempat tersendiri dihati Rex, Al, Ily, dan Ali.
Love you all....
Uuuummmmmmuuuuaaachhh
Cium jauh dari aku
Rex_delmora
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top