MALAIKAT PELINDUNG ILY

Pagi ini Al dan Ali berjalan dengan gagah memasuki yontar. Di dalam yontar sudah terlihat pengurus bataliyon sedang melaksanakan tugasnya masing-masing.

"Ndan, setelah masa orientasi calon taruna selesai besok senin akan diadakan upacara pelantikan untuk mereka," laporan sekretaris batalyon pada Ali setelah dia duduk di tempatnya.

"Persiapan sampai mana?" tanya Ali pada Rista sebagai sekretaris batalyon.

Ali bertanya sambil melihat hasil laporan kegiatan masa orientasi calon taruna satu minggu ini.

"Tinggal kita latihan upacaranya Ndan. Untuk pemimpin upacaranya Ndanpol." Al yang merasa dirinya dilibatkan diupacara pelantikan itu dengan tegas siap ditugaskan.

"Siap Ndan! Saya sanggup melaksanakan tugas tersebut," sahutnya yakin dan tegas.

"Baiklah. Nanti setelah apel siang selesai kita semua latihan di lapangan belakang ya?" perintah Ali pada seluruh staf batalyon.

"Siap Ndan!" jawab semua serentak.

Seluruh staf batalyon keluar dari yontar. Al dan Ali berjalan beriringan.

"Sarapan dulu yuk, Ndan?" ajak Al saat melewati kantin.

"Oke!" jawab Ali bersemangat merangkul Al belok ke kantin.

Di kantin Al dan Ali menyapu pandangan mencari tempat duduk, hingga mata mereka berhenti pada satu meja yang sedang diduduki seorang gadis. Mereka menghapiri gadis itu yang sedang menikmati sarapan paginya.

"Selamat pagi Nona catar?" sapa Al ramah.

"Ndanpo, Ndan Ali...," sapa gadis itu.

"Boleh kami duduk menemani Anda di sini, Nona?" ijin Ali sopan sebelum menarik kursi untuk diduduki.

"Silakan Ndan," ujar dia menarik kursi di sebelahnya.

"Terima kasih," ucap Al dan Ali bersamaan sambil menempati kursi di sebelah gadis itu hingga dia berada di tengan kedua komandan tampan dan idola para taruni di kampusnya.

"Aduhhh, mimpi apa aku semalam? Sarapan pagi ditemani dua komandan tampan idola para taruni di kampus ini? Tapi aku juga takut kalau mereka bully," ucap Ily menoleh Al dan Ali bergantian. Mereka tertawa renyah.

"Ih kamu tuh ya pagi-pagi udah bikin kita gemes." Al dan Ali bersamaan mencubit gemas pipi chubby Ily.

"Aaawww sakit," rengek Ily dengan nada manja dan semakin membuat Al dan Ali gemas.

"Ndanpol mau sarapan apa kita?" tawar Ali.

"Bubur ayam gimana, Ndan?" usul Al.

"Boleh. Aku pesan dulu ya?" Ali beranjak dari duduknya lalu pergi memesankan bubur ayam untuknya dan Al.

"Ndan Ali itu orangnya ternyata humoris ya? Sudah tegas, pinter, komandan tertinggi dan sepertinya penyabar," puji Ily mengiris perasaan Al. Tapi Al menahan rasa cemburunya itu, dia percaya Ali tidak akan mungkin menghianatinya.

"Iya memang dia seperti itu. Kenapa? Kamu suka sama dia?" tanya Al mengerling curiga.

"Iya! Aku suka sama dia. Mana ada sih cewek yang nggak suka lihat cowok ganteng? Mubazir kalau disia-siakan," ucap Ily sambil melirik Al yang duduk disebelahnya.

Dia hanya ingin menggoda Al dan ingin tahu bagaimana respon dia jika dirinya memuji orang lain selain dia.

"Ya!" jawab Al singkat dan membuang muka ke arah lain untuk menutupi hatinya yang sedang kesal.

Ily terkekeh geli melihat ekspresi Al saat terlihat cemburu begitu.

"Kenapa? Kok cuma singkat jawabnya? Ndanpol cemburu sama Ndan Ali?" tanya Ily jahil mencolek pinggang Al.

"Nggak! Ngapain cemburu sama sahabat sendiri. Dia bahagia aku juga senang melihatnya," elak Al yang membuat Ily semakin yakin bahwa perasaannya terbalas oleh Al.

"Kalau nggak cemburu biasa saja kali Ndan Al, wajahnya jangan ditekuk begitu. Nggak enak banget dilihat," cibir Ily dan menarik dagu Al biar menghadap padanya.

Ily mengamati setiap lekuk wajah tampan Al.

"Ndanpol aku ini juga nggak kalah tapan dan gagah kok kayak Ndan Ali. Jadi kalian wajar jadi idola para taruni di kampus ini. Tapi, aku nggak mau tersaingi mereka. Cuma aku yang boleh deket sama komandanku ini," tunjuk Ily di dada Al terdengar egois dan posesif.

Belum juga Al menanggapi ucapannya, Ali sudah menarik kursi yang tadi dia duduki.

"Kalian lagi ngomongin aku ya?" tebak Ali asal dan percaya diri.

"Idihhh ngapain ngomongin kamu, Ndan? Lagi ngobrolin masa depan kita," jawab Al asal hingga mendapat pelototan Ily.

"Bener kok, kita lagi bicarain Ndan Ali sih tadi," jujur Ily yang membuat Ali penasaran.

"Bicarain aku yang bagus apa jelek nih? Tapi kalau dipikir-pikir cowok sekeren aku nggak ada jeleknya." Pengakuan Ali yang membanggakan dirinya sendiri.

Al dan Ily tertawa lepas.

"PD banget sih kamu Ndan!" timpal Al sambil melempar gulungan tisu padanya.

"PD dong, kalau bukan kita sendiri yang memuji siapa lagi?" bela Ali.

Al dan Ily tertawa dan menggelengkan kepala heran dengan tingkat percaya diri Ali.

***
D

i sela latihan upacara pelantikan di lapangan belakang kampus seperti perintah Ali tadi pagi, Al dan Ali berteduh di bawah pohon palem. Matahari berjalan ke barat, namun udara masih panas. Keringat bercucuran di dahi Al.

"Ndan, kamu pulang duluan kan?" tanya Al lantas menenggak air mineralnya.

"Iya! Kenapa?"

"Tolong anterin Ily pulang kos ya? Aku masih mau lanjut latihan upacara. Kamu kan tidak kebagian tugas."

"Iya. Entar aku antar dia, demi kamu apa sih yang nggak," jawab Ali sambil menyenggol bahu Al.

"Makasih ya, Ndan. Kalau begitu aku lega, setidaknya aku menitipkan dia pada orang yang aku percaya," ujar Al menepuk bahu sahabatnya.

"Sip!" Ali mengacungkan kedua jempolnya ke arah Al. "Tenang saja, dia aman selagi sama aku," timpal Ali tersenyum meyakinkan.

"Kalau gitu aku latihan dulu. Hati-hati ya? Jangan ngebut. Dia takut kalau diajak ngebut," pesan Al beranjak dari duduk dan menepuk bahu Ali.

"Iya Ndanpol bawel," jawab Ali dibalas terkekeh kecil Al.

Al berlari ke tengah lapangan meninggalkan Ali bergabung dengan petugas upacara yang lain. Ali menatap sahabatnya yang berlatih memimpin upacara. Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke tempat parkir untuk mengambil tunggangannya yang gagah itu.

***

Ily menunggu Al di depan gerbang kampus, tiba-tiba yang dia lihat bukannya Al melainkan justru Ali. Dia membuka helm yang menutup kepalanya. Hanya terlihar mata meneduhkan dan ujung hidung mancungnya saat kaca helm dibuka.

"Ayo naik. Al masih latihan upacara buat pelantikan besok Senin. Jadi aku yang akan mengantarmu," jelas Ali melihat kebingungan di wajah Ily.

"Oh iya sudah," jawab Ily lalu naik ke boncengan Ali.

Ily kikuk dan bingung. Pasalnya ini kali pertamanya dia membonceng motor laki-laki selain Al. Ali menyadari ketidak nyamanan Ily. Dia menarik kedua tangan Ily agar mengunci perutnya. Dia shock namun pada akhirnya menurut demi keselamatannya.

"Aku memang nggak senyaman Al, tapi setidaknya untuk keselamatan kamu," jelas Ali agar Ily tidak salah paham.

"Iya," jawab Ily singkat lalu menempelkan pipi kanannya di punggung Ali.

Rasa nyaman namun tak sedamai saat bersama Al dirasakan dalam hatinya. Perasaannya hambar dan pikirannya selalu tertuju pada Al. Ali melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Dia mengingat pesan sahabatnya tadi.

Tidak ada obrolan di sepanjang jalan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ali menghentikan motornya di salah satu tempat makan.

"Bie, turun! Kita makan dulu," perintah Ali sambil melepas tangan Ily yang melingkar di perutnya.

Ily turun dari motor dan melihat tempat makan yang ada di depannya. Rumah berbentuk joglo, hampir semua bangunan dari kayu dicat coklat mengkilap.

"Kenapa? Kamu nggak suka tempatnya? Kita bisa pindah kok," tanya Ali turun dari motornya.

"Nggak kok Bang, aku suka," jawab Ily dengan senyum manis.

"Ya sudah ayok kita masuk!" ajak Ali menarik tangan Ily masuk ke dalam rumah makan itu.

Ali dan Ily duduk di salah satu meja pojok belakang dekat dengan kaca jendela yang lebar memperlihatkan keindahan taman dan air mancur di belakang tempat itu.

"Ini salah satu tempat favoritku sama Al. Kalau kita lagi suntuk atau bosan dengan tugas kuliah dan tugas batalyon ketarunaan, kita akan datang ke sini. Terkadang kita iseng-iseng main gitar bereng di taman belakang sambil nongkrong," jelas Ali sambil mencatat pesanan di atas kertas.

"Aku seneng lihat persahabatan kalian. Cara kalian memperlakukan aku tidak jauh berbeda. Aku seperti memiliki dua malaikat pelindung," ungkap Ily bahagia mencatatat pesanannya.

Ali tersenyum mendengar perkataan Ily.

"Itulah arti sahabat. Mereka akan saling mendukung dan menjaga. Al menjaga kamu dengan cara spesial dan aku sebagai sahabat baiknya juga akan menjagamu walau tidak spesial perlakuan Al terhadapmu, tapi setidaknya aku akan berusaha tidak mengecewakannya," jelas Ali melihat Ily yang sedang menulis.

Ily tersenyum bahagia, peruntungannya dirinya mendapat perlakuan spesial dari dua pria tampan.

"Udah! Nih!" Ily menaruh pulpen di atas kertas pesanannya dan Ali.

Ali segera memanggil pelayan menyerahkan kertas pesanan itu.

"Bang Ali bisa main gitar juga?" tanya Ily memandang wajah tampan Ali yang hampir mirip dengan Al.

"Iya! Aku dan Al memiliki hobi yang sama. Kita sama-sama suka main gitar, drum dan main sepak bola. Tapi yang bikin kita beda adalah, Al bisa bermain disc jockey sedangkan aku suka fotografer,"

"Tapi kalian sama-sama hebat. Memiliki kelebihan sendiri-sendiri," puji Ily pada kedua lelaki yang kini menjadi malaikat pelindungnya.

Ali tersenyum dan mengacak rambut sebahu Ily. Pesanan pun datang dan akhirnya mereka menikmati makanan sore itu.

***

Al baru saja sampai di depan kamar. Ali sengaja membuka pintu kamarnya agar dapat melihat Al saat sudah pulang.

"Baru pulang lo, Al?" tanya Ali dari kamarnya. Kamar Al dan Ali berhadapan.

"Iya," jawab Al lemas sambil membuka pintu kamarnya.

Ali mengambil kantong plastik putih dan menyusul Al yang sudah masuk ke dalam kamarnya.

"Lo kenapa sih Al? Kelihatannya lemes gitu?" tanya Ali menaruh kantong plastik di atas meja sofa. Ali duduk di sofa memerhatikan Al yang melepas baju PDH-nya.

"Gue cape, Li. Rasanya badan gue kayak habis digebukin masal," curhat Al letih seharian kegiatannya penuh.

Di kampus dia tidak hanya mengikuti pelajaran tapi juga mengurus kedisiplinan taruna dan taruni. Lanjut pulang kuliah dia masih latihan upacara sampai petang.

"Udah sini lo makan dulu. Tuh udah gue bungkusin, tadi sekalian ajakin Ily makan dulu sebelum gue antar dia pulang," jelas Ali sambil menunjuk kantong plastik yang ada di depannya.

"Makasih ya, Bro. Lo emang pacar terbaik gue. Udah setia, baik, perhatian lagi," canda Al duduk di sofa depan Ali. Dia segera membuka nasi bungkus yang sudah dibelikan sahabatnya itu.

"Ya. Itu gunanya sahabat, Bro. Nggak usah sungkan," ujar Ali menyalakan televisi yang tergantung di tembok kamar Al.

"Makasih ya udah mau jempun my queen?" ucap Al lantas menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

"Iya! Apa yang lo jaga dan miliki, gue juga akan berusaha menjaganya tapi tidak berniat untuk memilikinya," jelas Ali agar sahabatnya itu tidak salah paham.

Al hanya mengangguk dan meneruskan makan malamnya sambil ditemani Ali yang asyik memerhatikan siaran berita.

#############

Terima kasih vote dan komentarnya.

Love you all....
Muaaaachhhhh
Cium jauh dari aku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top