KAMU BERHAK BAHAGIA
Belum sempat kumembagi kebahagiaanku
Belum sempat kumembuat dia tersenyum
Haruskah ku kehilangan 'tuk kesekian kali
Tuhan kumohon jangan lakukan itu
Sebab kusayang dia
Sebab kukasihi dia
Sebab kutak rela
Tak s'lalu bersama
Kurapuh tanpa dia
Seperti kehilangan harap
Jikalau memang harus kualami duka
Kuatkan hati ini menerimanya
Ily memetik gitar di kamar. Ia bernyanyi dan meresapi setiap lirik yang terucap di bibir merahnya. Tetesan air bening mengiringi alunan musik yang keluar dari gitarnya. Suara sedikit bergetar sambil mengeluarkan nada-nada indah dari bibir. Usai dia berlagu, dia memuaskan diri menangis agar dadanya lega.
"Aku datang ke sini untuk kamu, King. Aku pengin kamu bangga melihatku, melihat hasil keras dan semangat yang sudah kamu beri padaku. Apakah aku akan kehilanganmu untuk kedua kalinya, Al? Aku belum sempat membuatmu bahagia, selalu kamu yang melakukan itu padaku. Aku sayang dan cinta sama kamu. Apa kamu tahu itu? Kalau memang perasaanku ini salah, biarkan saja aku mencinta tanpa balasan darimu."
Ily mengutarakan isi hatinya memeluk gitar yang sedari tadi menemaninya. Saat ia sedang sibuk dengan pikirannya, terdengar ketukan pintu. Dia lantas membukakannya. Seorang perwira berseragam lengkap berdiri di depannya.
"Ada apa, Third?" tanya Ily lemas.
"Chief, Anda dipanggil Kapten di anjungan," jawab mualim III.
"Iya, terima kasih," ucapnya lalu menutup pintu.
Ily segera membasuh wajahnya lalu memakai PDH dan menemui Al di anjungan. Entah haruskah bahagia atau sedih, ia sendiri saja bingung dengan perasaannya. Ily berjalan lemas ke anjungan, tidak bersemangat, sesampainya di sana terlihat kru yang sedang bertugas jaga hari itu. Al sibuk mengecek beberapa dokumen belum menyadari kedatangan Ily.
"Kapten Al mencari saya?" tanya Ily berdiri di belakang Al.
Tanpa menoleh Al menjawab, "Iya, Chief. Apa Anda sudah mengecek muatan dan mengatur arah navigasi?"
"Sudah Kap," jawab Ily menahan sesak di dada. Sikap Al jauh berbeda dengan yang dulu.
Sebenarnya dalam hati keduanya tersiksa dengan keadaan ini. Bahasa yang digunakan Al selalu formal sekalipun saat mereka sedang tidak bertugas. Al menahan mati-matian agar tidak melihat dan menatap hazel yang sudah menarik perhatiannya. Al mengira jika Ily mencintai Ali, padahal tanpa Al tahu, Ily selama ini mencintainya bukan Ali. Bersama Ali, Ily hanya menganggapnya seorang kakak, teman, dan sahabat berbagi keluh kesah. Tidak lebih dari itu!
"Setelah ini tolong Anda cek lagi muatannya. Soalnya kita akan mengisi air bersih untuk persediaan di negara berikutnya. Tolong juga cek air di balas kiri," perintah Al tanpa berbalik badan.
Al menyibukan diri membuka kertas yang ada di tangannya. Ily yang diperlakukan tak acuh seperti itu hatinya sakit, dia berjuang untuk tidak menitikan air matanya. Ily harus tegar dan kuat di depan Al. Padahal di dalam hatinya dia merasa rapuh dan menangis. Tidak pernah Al tak mengacuhkannya Ily dulu, rasanya ia tidak sanggup menjalani situasi seperti ini. Dia seperti kehilangan harapan dan semangat untuk hidup.
'Untuk apa aku di sini jika kamu tidak menganggapku ada Al? Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu,' batin Ily ketika menatap punggung tegap dan datar Al. Rasanya ia ingin memeluk punggung yang sudah lama memberinya kenyamanan dan sandaran.
"Iya Kap, saya permisi," pamit Ily tidak tahan berada di sisi Al.
Al hanya menganggukkan kepala, masih kukuh pada pendiriannya. Saat Ily melangkah pergi, baru Al menoleh memandangi punggung mungil yang sebenarnya ia sangat rindukan. Al menatap nanar kepergian Ily, semakin jauh dan punggung itu menghilang di balik pintu anjungan.
'Jujur aku tersiksa dan hatiku rapuh tanpamu, Queen,' batin Al lalu menghela napas berat agar sesak di dadanya berkurang.
***
Sebagian kru berada di ruang makan untuk makan siang termasuk Ali, Ily dan Al. Namun Al sengaja memisahkan diri dari mereka, semenjak Al memutuskan sendiri untuk mundur dari keseharian Ali dan Ily, dia sekarang selalu menghindari mereka. Ali sendiri juga bingung dengan sikap Al yang mendadak berubah. Dia sudah mencoba bicara dan mendekati Al, namun Al selalu banyak alasan untuk menghindarinya.
"Al!" panggil Cinta yang baru saja datang ke ruang khusus kru itu.
"Hai, Ta," jawab Al berdiri dari duduknya, lalu menghampiri Cinta yang masih berdiri di ambang pintu.
"Nih pesenan lo," ujar Cinta membawakan makan siang untuk Al.
"Makasih ya, Ta," ucap Al menerima makan siang yang dibawakan Cinta.
"Gue balik ke bawah ya? Kalau butuh apa-apa lo bisa hubungi gue," tutur Cinta.
"Gue butuh lo, Ta. Kita ke kamar yuk!" ajak Al. Mata Ali dan Ily terbelalak.
Al dan Cinta berlalu pergi meninggalkan ruang makan yang lumayan luas itu.
Hati Ily seperti diremas dan diinjak-injak. Hancur, perih, pedih dan remuk. Dia meremas ujung bajunya, air matanya lolos begitu saja. Ali hanya dapat mengelus lembut tangan Ily yang berada di atas meja. Kepala Ily menunduk menyembunyikan wajah sendunya.
"Duduk Ta," perintah Al saat mereka sudah di dalam kamar Al.
Sengaja Al membuka pintu kamarnya agar tidak menimbulkan kecurigaan, walau bagaimanapun Al harus menjaga nama baiknya dan memberi contoh baik untuk bawahannya.
"Lo butuh bantuan apa, Al?" tanya Cinta langsung pada intinya.
Al berjalan menuju nakas dan membuka laci. Dia mengambil kota kecil beledu merah.
"Ta, gue minta tolong lo cobain cincin ini. Sepertinya jari manis lo dan Ily sama diameternya. Gue berencana kasih ini untuk ulang tahunnya bulan depan," jelas Al yang kini berjongkok di depan Cinta yang duduk di sofa single tanpa sandaran.
Al membuka benda itu, cincin mas putih berpadu mas kuning dengan butiran berlian mengelilingi lingkarannya, tampak indah dan elegan. Al tidak tanggung-tanggung membelikannya spesial untuk Ily. Sudah jauh hari dia menyiapkan cincin itu dan rencananya Al akan melamar Ily dengan cincin itu ketika di hari ulang tahunnya bulan depan.
Namun semua itu tinggallah mimpi bagi Al. Karena Ali akan lebih dapat memberikan kebahagiaan untuk Ily, pikir Al.
Ketika Ali dan Ily berjalan melewati kamar Al, mereka melihat Al yang sedang berjongkok di depan Cinta sambil membuka benda di tangannya. Cinta mengambil cincin itu dan mencoba di jari manisnya.
"Oh My God Al, ini indah banget. Ini pasti mahal dan harganya pasti fantastis," pekik Cinta kagum mengangkat tangannya ke udara melihat cincin yang berkilauan saat terkena cahaya lampu.
Al hanya tersenyum melihat wajah Cinta tampak terkagum dengan benda yang melingkar di jari manisnya. Sedangkan dari depan pintu Ily dan Ali shock dengan apa yang dilakukan Al. Mereka berpikir Al melamar Cinta. Padahal itu cincin akan Al berikan sebagai hadiah ulang tahun Ily.
Dada Ily sesak dan air matanya berlomba-lomba bercucuran di pipi. Hatinya semakin hancur sehancur-hancurnya. Dia berlari masuk ke kamarnya. Ali mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengeras, matanya memerah dan emosinya meninggi. Dengan emosi tertahan Ali pergi dari depan kamar Al menyusul Ily. Ali sangat mengkhawatirkan keadaan gadis itu.
"Sumpah Al, lo so sweet banget sih? Beruntung banget si Ily bisa dicintai lo. Andai suami gue seromantis lo, betapa bahagianya gue Al," ucap Cinta melepas cincin itu dan mengembalikan ke dalam tempatnya.
"Menurut lo, Ily akan menyukainya nggak ya, Ta?" tanya Al berjalan menyimpan benda itu ke tempat semula.
"Kalau gue jadi dia pasti bakalan suka dan sangat bahagia Al," ujar Cinta tersenyum indah. Bibirnya melengkung ke atas membentuk seperti bulan sabit.
Al membalas senyuman Cinta, senyum biasa yang tidak lagi menggetarkan hati Cinta.
"Di hidup gue saat ini, hanya satu yang bikin gue ikut merasa bahagia, Ta. Ketika melihat dia bahagia," ujar Al mengingat senyum Ily.
"Lo rindu dengannya, Al?" tanya Cinta berada di belakang Al.
"Sangat Ta, gue sangat merindukannya," jawab Al tidak terasa air bening menetes dari matanya.
"Kenapa sih Al, lo selalu memilih untuk merasa sakit?"
"Karena gue ingin melihat orang di sekeliling gue bahagia, Ta."
"Walaupun lo merasa tersiksa?"
"Iya."
"Ternyata lo laki-laki bodoh yang pernah gue kenal," cibir Cinta melengoskan wajahnya ke arah lain.
Al memutar badannya menatap Cinta heran. Dia mengerutkan dahinya tidak terima atas perkataan Cinta.
"Apa maksud lo bicara seperti itu?" sergah Al.
"Hei, Nahkoda! Lo itu punya hati. Hati lo juga ciptaan Tuhan, bukan terbuat dari baja dan besi, jadi bisa merasakan sakit. Jangan selalu menjadi pahlawan jika lo sendiri merasa sakit," omel Cinta melipat kedua tangannya di depan dada.
"Tapi Ily sepetinya lebih bisa bahagia jika bersama Ali."
"Itu kesimpulan dari lo sendiri! Lo jangan mengulang kebodohan yang pernah lo buat di masa lalu. Gue pernah merasakan menjadi korban keegoisan lo itu. Sakit tahu Al rasanya. Untuk jatuh cinta itu mudah Al, tapi untuk mempertahankan cinta itu yang sulit. Jaga cinta lo, Al, kejar dia sampai dapat. Jangan pikirkan orang lain jika itu menyangkut hati. Lo juga berhak bahagia Al," ujar Cinta dengan sekali tarikan napas.
Al terdiam memikirkan kata-kata Cinta.
"Terserah lo, Al. Jika lo masih pengin bahagia, cepetan kejar cinta lo. Sebelum dia benar-benar pergi dari hidup lo dan sebelum lo menyesal," timpal Cinta menepuk bahu Al. "Pikirkan itu Nahkoda!" tambah Cinta lalu dia melangkah ke luar kamar Al dan menutup pintunya.
Al masih saja mematung mencerna setiap kata yang Cinta keluarkan. Dia perlahan berjalan duduk di tepi ranjang memikirkan sesuatu.
#########
"Ah, kebanyakan mikir lo, Al. Keburu diambil Ali tuh si Ily. Betul kata Cinta. Udahlah... tepis dulu ego lo, Al," nasihat Rex sambil mengelus punggung Al.
"Cerewet lo deh, Rex!"
"Terserah lo, Al! Yang penting gue udah nasihatin lo. Jangan menyesal ya?"
Rex pergi meninggalkan Al yang masih duduk merenung di tepi ranjang.
***
Khayalan saja.....
Selamat menikmati kesalahpahaman ya?
Terima kasih untuk vote dan komennya.
Ummmmuuuaaaahhhhh
Cium jauh dari aku
Rex_delmora
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top