AKU PULANG

"Aku kangen...," isakan Ily dari ujung telepon.

"Sabar Queen," ujar Al dari seberang sana yang sama dengannya menahan rindu hingga menyesakkan dada.

"Ini udah lebih 93 hari. Udah melewati batas yang kamu bilang. Harusnya kamu sudah di Jakarta. Kenapa?" rengekan Ily terdengar tangisan dari ujung telepon Al.

"Ya namanya juga di luar perhitungan dan baru dugaan. Mana aku tahu kalau perairan akan surut? Jadi mau tidak mau kapal akan berlabuh jangkar malam ini, dan semua penumpang dioper ke darat menggunakan sekoci," jelas Al mendengar Ily sesenggukan.

"Nggak mauuu.... kamu harus pulang. Kamu nggak kangen sama aku?" paksa Ily terus merajuk.

Al menghela napas panjang, pikirannya kalut. Dia mengacak-acak rambutnya asal.

"Masak iya sih aku berenang dari tengah laut sampe ke tepian?" ujar Al bingung mencari cara supaya dapat ke daratan.

"Iya! Kalau perlu begitu juga boleh!" sahut Ily ketus. Dia tak dapat lagi menahan rindunya.

Orang yang dia harapkan sudah dekat dengannya, namun keadaan belum mendukung mereka untuk bertemu.

"Maaf nggak bisa, Sayang. Untuk kali ini aku bener-bener nggak bisa." Al berucap sangat lembut supaya Ily tidak marah padanya. "Semoga besok airnya sudah pas---"

Tut tut tut tut

Belum juga Al selesai berbicara tapi panggilan terputus sepihak darinya. Tangis Ily semakin keras, dia berpikir Al sengaja mematikan panggilannya. Padahal tidak, panggilannya terputus karena Al kehilangan sinyal. Di dalam dada Ily terasa sesak dan sepeti ada benda berat yang menimpanya hingga membuat dia susah untuk bernapas.

"Kamu jahat Al. Aku benci sama kamu!" isak Ily kesal membanting ponselnya di atas tempat tidur.

Ily menarik bed cover dan menutup seluruh tubuhnya hingga tak terlihat. Dia menumpahkan kekesalannya di balik selimut tebalnya. Hingga tidak terasa ia lelah menangis akhirnya tertidur.

***

Al gelisah ketika mendengar rengekan dan tangisan Ily dari ujung teleponnya. Hatinya semakin risau menjadi tidak tenang ketika sedang teleponan dengan Ily dan tiba-tiba putus di tengah jalan lantaran ponselnya kehilangan sinyal. Al memutar otaknya mencari cara supaya dia bisa sampai ketepian malam ini juga. Tiba-tiba di atas kepalanya seperti ada lampu yang berpijar terang. Dia menjentikan jarinya dan tersenyum penuh arti. Al menyambar jaket, ponsel dan dompet tebalnya di atas nakas lantas ke luar kamar.

"Third, tolong turunkan sekoci," perintah Al kepada Mualim III.

"Kapten mau ke daratan?" tanya Mualim III yang sedang bersantai di ruang perwira bersama kru yang sedang tidak berjaga.

"Iya. Saya ada urusan," ujar Al terlihat terburu-buru.

"Baik, Kap. Saya akan turunkan sekoci lambung kiri di haluan." Mualim III itu berlalu melaksanalan tugas yang diberikan Al.

"Chief, tolong sementara saya tidak ada di atas kapal, kamu yang bertanggung jawab. Jika ada sesuatu langsung hubungi saya. Saya akan kembali besok malam dan untuk penumpang, sudah saya urus di syahbandar pelabuhan. Besok subuh turunkan semua sekoci untuk mengangkut penumpang ketepian dan akan dibantu oleh kapal pandu," perintah Al pada Mualim I yang memang saat nahkoda tidak ada di atas kapal sementara yang bertanggung jawab adalah Mualim I.

"Baik, Kap," jawab Mualim I lantang dan tegas.

"Saya pergi dulu," pamit Al pada seluruh orang yang ada di ruangan itu.

"Iya Ka. Hati-hati," pesan semua orang yang di situ ramah.

Al menerapkan kekeluargaan dan saling menghargai di atas kapal. Apa yang dia dapat saat pendidikannya dulu sebagai taruna dan di didik secara semi militer ia terapkan dalam dunia kerjanya. Seluruh kru dan awak kapal merasa cocok dengan cara kepemimpinan Al yang kalem, tegas, cerdas, cekatan, gesit, dan bijak sana.

Al menuju lantai dasar lambung kiri haluan untuk menyusul Mualim III yang sudah menunggunya. Benar saja di dalam sekoci sudah ada Mualim III dan Serang (mandor departemen deck).

"Sudah siap, Kap?" tanya Mualim III saat Al masuk ke sekoci.

"Iya. Lajukan, Third," perintah Al saat Mualim III sudah berdiri di depan kemudi.

"Tumben Kapten Al turun ke darat? Apa ini urusan yang sangat penting hingga malam begini rela menerjang ombak yang sedang tinggi, menggunakan sekoci pula," tanya Serang sedikit menggoda Al.

Al tersenyum malu. Dari seluruh kru dan awak kapal saat tidak bertugas jaga mereka akan ikut berkelilig wisata ke negara yang disinggahi. Kecuali Al, dia lebih memilih di dalam kamar untuk melakukan skype dengan Ily atau mengerjakan skripsinya.

"Yang pasti orang ini spesiallah, Bosun. Mana ada sih seorang laki-laki rela menerjang ombak dan badai tengah malam begini dengan perahu kecil, kalau bukan demi orang yang spesial?" timpal Mualim III melirik Serang.

"Betul itu, Third. Baru kali ini saya dapat Kapten yang jarang jalan-jalan, tidak suka bersenang-senang dengan wanita cantik dan tidak menghamburkan uang untuk hal yang tidak penting. Paling pentok Kapten Al di dalam kamar," cerocos Serang membuat Al terkekeh geli.

"Memangnya di dalam kamar ada apanya sih, Kap? Kok betah banget!" tanya Serang yang sedang membantu Mualim III melempar tali ke daratan untuk menyandarkan sekoci.

Al hanya tersenyum. "Ada cinta di dalam Ipad-ku. Cintaku terbentur di Ipad," canda Al membuat Serang dan Mualim III tertawa terbahak.

"Yaelah Kap, soal cinta mudah diatasi. Kapten bisa kan cari wanita lain untuk melampiaskan rindu. Di negara satu dengan yang lainnya miliki sensasi yang berbeda. Daripada pacaran lewat Ipad nggak bisa menyentuh dan merasakan, cuma bisa memangdang," tukas Mualim III.

Al tersenyum dan menggelengkan kepala ke arah Serang dan Mualim III tanda tidak menyetujui ucapan tadi.

"Maaf, saya bukan orang seperti itu. Hati saya sudah terkunci oleh satu nama dan wanita. Dia sudah mengalihkan dunia saya agar selalu fokus pada cita-cita dan cinta saya kepadanya. Saya dan dia memiliki cara sendiri untuk menghadapi situasi seperti ini. Ini memang sulit, tapi kita punya keyakinan dan saling percaya, Tuhan akan mempermudah jalan kita jika niat itu baik. Saya memiliki sensasi sendiri saat nanti bertemu dengan dia. Semakin lama kita tidak bertemu rindu semakin besar, itu ujian kesetiaan dan cinta yang sesungguhnya. Kalian paham maksud saya?" kata Al menekan setiap katanya dan mengucapkan perlahan agar dua bawahannya itu dapat mengerti dengan penyampaiannya.

Serang dan Mualim III tercengang atas pernyataan Al. Pasalnya baru kali ini mereka mendengar Al berbicara panjang lebar seperti itu. Biasanya Al hanya berbicara seperlunya dan itu sangat singkat. Rasa kagum semakin menyeruak di hati keduanya kepada nahkoda muda itu.

"Sangat langka pelaut sejati yang setia seperti Kapten Al. Yang tahan godaan royal, wanita dan dunia keglamoran. Semoga sukses Kap kencannya. Kapan-kapan kenalkan kepada kita ya, Kap?"

Pujian dari Serang membuat Al terkekeh dan mengibaskan tangannya ke udara dengan maksud agar Serang tidak terlalu berlebihan memujinya seperti itu.

"Sudah kalian kembali ke kapal lagi, saya pergi dulu," pamit Al lalu melompat ke tepian.

"Sukses ya, Kap!" seru kedua lelaki yang ada di dalam sekoci bersiap memutar balik sekoci.

Al hanya mengangguk dan tersenyum. Dia berlari kecil menuju ke depan gerbang utama pelabuhan. Dia mencari taksi di depan pelabuhan, saat sudah menemukan taksi dengan buru-buru dia masuk dalam dan memerintahkan sopir untuk melajukan taksinya ke suatu tempat.

Setelah menempuh perjalanan 30 menit akhirnya dia sampai di tempat tujuan. Dia keluarkan uang seratus ribuan dua lembar untuk sopir taksi. Al turun dari taksi dan tersenyum menatap pintu yang terdapat password keamanannya. Dia memasukan beberapa digit angka dan untung saja password pemilik kamar itu belum menggantinya.

Al perlahan membuka pintu, menutup kembali dengan sangat pelan saat dia sudah berada di dalam ruang. Perlahan dia mengendap-endap melangkah menuju ranjang yang hanya tersorot dengan lampu tidur. Di bawah lampu temaram, ia melihat seseorang membungkus dirinya dengan bed cover tebal bermotif doraemon hingga tubuhnya tertelan dalam.

Al tersenyum bahagia, dengan pelan dia membuka bed cover itu. Senyumnya seketika memudar saat melihat mata gadisnya sembap, hidung memerah, sisa air mata di wajah cantiknya. Al mengelus pipi Ily perlahan agar gadis itu tidak terbangun.

"Berapa lama kamu menangis? Maafkan aku," ucap Al lirih dan seketika dia mencium bibir Ily singkat.

Al melepas jaket kulitnya, jam tangan dan celana panjangnya. Dia hanya menyisakan bokser dan singlet-nya. Lalu dia menyusul Ily masuk ke dalam bed cover dan memeluknya erat. Tak sengaja tangan Al menyentuh bagian dada Ily, membuat pemiliknya terbangun lalu membuka matanya. Hazel keduanya bertemu dan terkunci.

Ily meraba wajah tampan Al yang tersorot lampu oranye membuat wajahnya terlihat seksi. Dia memejamkan mata merasakan sentuhan tangan halus Ily. Namun saat tangannya sampai di pipi Al, dengan keras dia ....

PLAK!

Al terkejut lalu membuka matanya lebar-lebar.

"Aw! Sakit Queen." Al mengelus pipinya yang terasa panas karena tamparan Ily.

Ily terlonjak kaget, Al nyata di depan matanya. Segera dia menelungkupkan kepala Al di dadanya. Wajah Al tepat di tengah gundukan kenyal milik Ily.

"Aaaaaaa... apa ini kamu, King? Apa aku nggak mimpi?" tanya Ily girang dan lebih menekan kepala Al.

Tangan Al dengan paksa meregangkan tubuh Ily agar dia dapat bernapas.

"Kamu bisa membunuhku di atas kenikmatan, Queen," kata Al dengan napas tersengal-sengal.

"Maaf aku saking senengnya jadi kelepasan," ucap Ily membelai wajah Al.

Mata Al terbelalak saat melihat belahan dada Ily tepat di depan wajahnya, dua gundukan itu terlihat menyembul kenyal karena Ily hanya memakai lingerie merah darah. Membuat dia nampak saksi.

"Queen tutup dadamu. Sebelum aku khilaf menerjangnya," pinta Al namun tatapan matanya masih tertuju pada dada Ily.

Dia mengerling nakal pada Al. Bukannya menutupnya dia justru sengaja membusungkan dadanya agar terlihat lebih besar.

"Kenapa?" tanya Ily dengan suara seksi yang membuat seluruh tubuh Al merinding.

"Aku belum siap Sayang dengan risiko yang nanti akan kita tanggung jika melakukannya dengan nafsu yang menguasai diri," ujar Al lalu menghempaskan tubuhnya di ranjang empuk dan menatap langit-langit kamar.

Al melipat kedua tangannya di bawah kepala.

"Tapi aku kangen," rajuk Ily menyusuri dada bidang Al dengan jari telunjuknya.

Al menangkap jari Ily saat belaiannya melewati puting kecil yang masih terhalang singlet-nya. Dia mendongak menatap Al lekat. Al tersenyum tipis dan perlahan dia menarik kepala Ily dan menautkan bibir mereka. Al mulai memagut lembut dan sesekali menghisap bibir atas dan bibir bawah Ily bergantian. Dia membalas lumatan Al hingga bertukar saliva.

Al menjulurkan lidahnya masuk ke dalam rongga mulut Ily. Mereka saling membalas dan menautkan lidah di dalam mulutnya. Tangan Al mulai menyusuri setiap inci tubuh langsing berkulit mulus itu, hingga berhenti di pantat kenyalnya. Dia meremas pantat itu membuat siempunya menggelinjang dan mendesah di sela ciuman.

"Ooohhh Al...," rancaunya ketika Al melepas ciuman di bibirnya dan turun menciumi leher jenjangnya.

Tangan kiri Al bermain di buah dada kanan Ily. Sedangkan tangan kanan Al menahan tubuhnya.

"My King," rancaunya nikmat saat Al menjilati bagian sensitif di belakang telinganya.

Al menggigit kecil telinga Ily, lalu menurunkan ciuman pada dada Ily. Sengaja Al tidak meninggalkan kissmark di lehernya, menjaga nama baik Ily agar orang tidak berpikir negatif tentang dia. Namun di dadanya Al memenuhi tanda kepemilikan di setiap inci. Al menghentikan kegiatan krnikmatan dunia itu. Terlihat wajah kecewa dari Ily. Lantas Al menciu bibirnya singkat dan menarik kepala dia agar tidur di atas dada bidangnya.

Sambil memainkan kalung yang menjuntai hingga di dada Al, Ily nyaman menidurkan kepalanya di atas dada yang masih kembang kempis karena mengatur napasnya agar kembali normal.

"King, kenapa kamu bohong?" tanya Ily lirih memeluk perut rata Al.

Al mendekap Ily dan mengusap lengannya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya ia gunakan sebagai bantalan. Al menatap langit-langit kamar.

"Siapa yang bohong?" elaknya.

"Kamu," jawab Ily manja mencolek hidung mancungnya.

"Nggak bohong. Aku itu sudah sampai di pelabuhan sore tadi. Berhubung air surut terpaksa kapal tidak bisa sandar di dermaga. Air kembali pasang udah tengah malam. Kebetulan ombak lagi tinggi dan angin kencang, jadi proses pengangkutan penumpang ketepian besok subuh menggunakan sekoci dan kapal pandu. Begitu," jelas Al jujur apa adanya.

"Tapi kenapa kamu bisa sampe di sini duluan?" tanya Ily menuntut jawaban.

"Siapa yang tadi minta paksa suruh aku cepet datang ke sini?" Bukannya menjawab, Al justru kembali bertanya.

"Aku!" jawab Ily polos dan memeluk perut Al erat yang membentuk kotak-kotak dan menelungkupkan wajahnya di dada kekarnya.

Al tersenyum dan mencium pucuk kepala Ily.

"Kita tidur sekarang. Aku cape dan ngantuk," ajak Al mengeratkan pelukannya.

Akhirnya mereka pun membuka gerbang dunia mimpi bersama.

########

Asyiiikkkkk melepas rindu sensasi ala Al-Prilly. Aduh punya nahkoda begitu langsung aku seret ke KUA deh!

"Cap cus deh Al kawinin Prilly. Yang baca SIM kebelet nih mau lihat kalian kawin dan punya anak!"

"Nikah dulu kali Rex, buru-buru amet kawin. Lo kali yang kebelet minta dikawinin!" sahut Al sambil melempar gulungan tisu pada Rex.

"Enak aja lo, Al. Gue udah sampe brojol satu juga! Lo aja sono yang kawin eh ralat nikah dulu baru kawin Al," sangkal Rex membalas melempar gulungan tisu tadi kembali pada Al.

"Entar kalau Prilly udah lulus dan gue udah kaya."

"Yah nunggu 3 tahun lagi dong kalau sampe Prilly lulus. Kalo soal nunggu lo kaya, udah tak diragukan lagi. Paling setahun udah bisa beli mobil lamborghini keluaran terbaru dan rumah mewah di perumahan sono, Al! Awas loh Al biasanya orang yang kelamaan memendam rindu begitu ketemu langsung liar. Biasanya kalau udah berduaan yang ketiganya setan!"

"Iya! Setannya lo kan, Rex?"

"Bhahahahahahahaha."

Al dan Rex tertawa bersama.

Khayalan edan!!!! 😉😂😂😂

****

Terima kasih untuk vote dan komentarnya.

Love you all.
Muuuuuuachhh
Cium jauh dari aku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top