[Bit. 4] Menunggu
Briona membuka kedua matanya perlahan. Suara alarm mengganggu petualangannya di dunia mimpi. Tapi tidak masalah. Karena kalau ia terus melanjutkan mimpinya, ibunya pasti datang menyiramkannya air karena bangun siang-siang.
Gadis meregangkan tubuhnya. Ia pun beranjak dari tempat tidurnya dan langsung ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, ia menuju ruang makan di lantai bawah. Ia mencium wangi masakan ibunya dari lantai dua. Wangi masakan tersebut membuat cacing di perut Briona berdemo minta makan.
"Briona, ambil pakai sendok lalu taruh di piringmu sendiri!" ucap ibunya yang menangkap basah anaknya yang diam-diam mencuil lauk.
"Hehehehe," Briona hanya cengengesan. Ia pun duduk di kursi dan mengambil piring bergambar bunga tulip yang merupakan kesukaannya. Ia juga mengambil nasi dan lauk-lauk.
"Pakai sayur," ucap ibunya singkat.
Briona memanyunkan bibirnya. Dengan berat hati ia menyendokkan sayur ke piringnya.
Sambil makan, Briona menatap ibunya yang juga ikut makan. Wanita yang berada di hadapannya yang bernama Gina itu juga memiliki warna mata yang berbeda. Kalau Briona punya warna mata biru dan hijau, ibunya-Gina punya warna mata merah dan biru. Warna hijau punya Briona didapat dari kakeknya yang juga memiliki keunikan ini.
"Kenapa ngeliatin Mama terus?" tanya Gina.
"Enggak kok!" bantah Briona.
"Oh, ya, kemarin kamu ikut audisi SUCC Tate TV kan? Bagaimana hasilnya?" tanya Gina mengalihkan pembicaraan.
"Masih belum tahu hasilnya. Harus menunggu seminggu lagi."
"Tapi kelihatannya bagaimana? Bisa lolos atau tidak?"
"Entahlah. Saat aku audisi, respon juri lumayan bagus. Tapi aku tidak tahu apakah itu karena penampilanku atau mereka terpukau oleh mataku yang indah ini."
Gina menepuk jidatnya. "Hahahaha! Mama yakin penampilanmu bagus. Katanya audisinya akan ditayangkan di televisi. Nanti Mama bisa lihat penampilanmu."
"Benarkah?! Aduuuh malunya! Padahal kukira tidak akan ditayangkan karena saat audisi, peserta lain tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam!" Briona terlihat panik.
"Tidak perlu malu! Selama ini Mama selalu melihat penampilanmu, kok."
"Bukan! Bukan! Ini pertama kalinya penampilanku dilihat oleh seluruh masyarakat Indonesia. Rasanya... malu."
"Nanti lama-lama terbiasa kok," Gina mengelus kepala putrinya. "Lalu, siapa saja juri-jurinya?"
"Hmm... Jurinya ada 3 orang. Yang pertama adalah Rara Rachman."
"Ah, wanita yang menulis buku "Jatuh dari Kursi" itu ya?"
"Benar. Mama koleksi bukunya, kan? Dia menulis itu karena dia selalu jatuh dari kursi kalau melihat atau mendengar sesuatu yang lucu."
"Saat kamu audisi, dia jatuh dari kursi?"
"Iya. Dia jatuh. Sampai ditolong kru TV dan juri lainnya."
"Pasti sakit ya."
"Tidak kok. Soalnya di sekeliling kursinya Rara disiapkan kasur empuk.
"Wah, persiapannya matang sekali. Lalu, siapa lagi jurinya?"
"Lalu ada Sera Sera. Mukanya datar sekali, tapi begitu mendengar hal yang lucu, dia tertawanya paling keras. Ada level kerasnya tawanya. Level tawa berdehem sampai level ngakak kenceng. Makin tinggi levelnya, makin bagus."
"Ah, Mama tahu! Dia pelawak dari grup lawak terkenal "Terserah" yang sudah bubar, kan?"
"Benar. Saat aku audisi, dia juga tertawa walau tidak keras. Maksudnya, bukan suara maksimum dia."
"Tapi lumayan bagus kan. Lalu, satu lagi?"
"Satu lagi namanya Ngantri. Rumornya sih dia paling disiplin kalau soal mengantri."
"Dia pernah main di film humor yang judulnya "Kereta Lucu". Film lama sih, waktu Mama masih SMP."
"Wah, Mama banyak tahu ya," komentar Briona.
"Sebenarnya Mama suka dengan dunia lawak dan seni humor begitu sejak SD. Tidak pernah ketinggalan acara-acara lawak di TV. Makanya, Mama senang saat kamu mulai menggeluti bidang stand up comedy," balas Gina.
"Mama... senang?" Briona tertegun.
"Tentu saja. Apalagi kamu terlihat senang melakukannya. Mama pasti akan dukung terus dan akan selalu jadi fans-nya Briona!" ucap Gina sambil mencubit pipi anaknya.
Briona tersipu. Kedua pipinya memerah. Ia menjadi salah tingkah mendengar perkataan ibunya.
"Cepat habiskan makanannya lalu cuci piring," kata Gina.
"Ya, Ma..."
"Setelah itu jangan lupa lanjutkan revisi skripsinya. Hari ini tidak ada acara kan?"
Briona hanya cemberut mendengar kata-kata yang paling ia benci saat ini, "skripsi". Ia jadi teringat soal coret-coretan yang dibuat dosen pembimbingnya pada hasil kerja kerasnya.
Ibunya beranjak dari kursi duluan dan mencuci piringnya. Setelah itu, ia mengambil tasnya dan beranjak ke pintu depan. Briona mengikutinya.
Di depan pintu, Briona mencium tangan ibunya. Ibunya tersenyum dan melambaikan tangannya sambil masuk ke dalam mobil.
"Hati-hati, Ma," ucap Briona.
Ibunya hanya mengacungkan jempol ke arahnya dan mulai menjalankan mobilnya. Briona menatap mobil ibunya sampai tidak terlihat di ujung jalan. Setelah itu, ia kembali ke dalam dan melanjutkan sarapannya.
☆☆☆
Briona sibuk berkutat dengan hal yang sangat ia tidak sukai, yaitu skripsi. Sudah dua jam ia terjebak di dalam kamarnya karena mengerjakan hal itu. Kali ini, nama file skripsinya jauh lebih panjang dari nama lemgkapnya, yaitu "Skripsi Full Fix Semoga Beneran Fix Udah Capek Bolak-Balik Revisi".
Ponselnya berdering. Briona mengabaikannya karena ingin fokus ke skripsinya. Dia tidak mau revisi lagi. Lelah.
Dering ponselnya berhenti. Namun, beberapa detik kemudian kembali berdering. Dengan kesal, Briona menyambar ponselnya dan mengangkat teleponnya.
"Ada apa? Aku lagi sibuk revisi skripsiku!" sahut Briona galak.
"Eeeh, galak banget mbak! Cepat buka pintunyaa!"
"Ngapain dia ke sini?" pikir Briona. "Baiklah. Tunggu sebentar, Aldea," Briona akhirnya mengalah.
Benar saja, Briona menemukan sahabatnya yang lagi jongkok di depan pintu sambil mencuili kue yang ia bawa.
Kalau Aldea berkunjung ke rumahnya, ia selalu menelepon Briona untuk membukakannya pintu dibanding menekan benda canggih bernama bel pintu.
"Sudah penuh. Cebok sana," ucap Briona blak-blakan.
"Brioooo!!!" Aldea melompat dan mencubit pipi sahabatnya. Briona menepis tangannya.
"Ayo, masuk. Ada apa?" tanya Briona sambil menyeret Aldea masuk sebelum ia kembali meneriaki namanya dengan suara cemprengnya.
"Aku bawa kue untukmu. Kamu pantas mendapatkannya karena sudah berjuang di audisi kemarin!" balas Aldea.
"Kue yang sudah kamu cuil?"
Aldea hanya cengengesan. Ia menaruh kue di atas meja dan mulai memotongnya. Ia memberikan satu potong untuk Briona dan juga satu potong untuknya.
Briona duduk di sofa ruang keluarga sambil menikmati kuenya. Aldea pun mengikutinya.
"Lalu, setelah audisi itu, apa yang harus dilakukan?" tanya Briona.
"Tidak ada. Hanya menunggu," jawab Aldea. "Menunggu sampai dihubungi salah satu staf bahwa kamu lolos."
"Hmm..." Briona tenggelam dalam pikirannya.
"Tapi aku yakin kamu akan lolos, Briona."
Briona tidak menjawab. Baginya, ucapan Aldea hanya basa-basi untuk menenangkan jantungnya yang berdetak cepat saking gugup menunggu hasilnya.
Tiba-tiba bel pintu berbunyi. Briona dan Aldea bertatapan mata sebentar sebelum akhirnya Briona beranjak dari sofa.
"Nah, Aldea, begitulah cara bertamu. Tekan bel pintu. Jangan meneleponku dan menyuruhku buka pintu," kata Briona.
Aldea hanya memajukan bibirnya.
"Siapa ya? Rasanya Mama tidak bilang bakal ada tamu," gumam Briona sambil berjalan ke arah pintu.
Begitu pintu dibuka, terlihat 2 orang yang sangat dikenalnya. Mereka berdua adalah teman Briona di Komunitas Stand Up Comedy Sieraden.
"Halo Briona! Sudah kuduga kamu akan di rumah karena harus revisi skripsimu!"
Briona meninju bahu pria itu. "Kamu sendiri, bukannya kuliah malah bolos ke sini, Adam!"
"Hehehe! Aku tidak membolos. Justru dosennya yang bolos, alias hari ini jamkos! Makanya kita datang ke sini. Ya kan, Gita?"
Gadis yang bernama Gita itu menganggukkan kepalanya. Adam dan Gita memang satu kelas di tempat mereka kuliah, makanya mereka bisa datang bersama.
"Maaf kemarin kami terlambat datang saat kamu audisi. Jakarta macet sekali!" ucap Gita.
"Tidak apa-apa. Ayo masuk. Ada Aldea juga di dalam," ucap Briona.
Mereka pun masuk ke dalam rumah.
"Aaah!! Ada Si Tuan Putri di sini!!" seru Adam begitu melihat sosok Aldea yang sedang tiduran di sofa sambil melahap kuenya.
Aldea melonjak kaget mendengar namanya dipanggil. Matanya terbelalak melihat siapa yang datang.
"Adam jelek!! Ngapain kamu di sini?! Mau mengganggu Briona?!" sahut Aldea.
"Hoy! Sembarangan!! Walau jelek, aku ini ketua komunitas! Tentu saja aku ingin mengunjungi anggotaku setelah ia bertarung sendirian di kompetisi itu!"
"Itu cuma audisi. Tidak perlu berlebihan," sangkal Briona. Gita juga setuju.
"Tuan Putri, lap dulu bibirmu itu. Penuh krim. Tidak pantas untuk royal sepertimu," ucap Adam dengan nada mengejek.
Aldea terperanjat. Ia langsung mengambil beberapa tisu dan membersihkan bibirnya.
"Sudah, sudah. Duduklah kalian," kata Briona. "Ada kue nih. Aldea yang bawa."
"Wah! Kue mahal nih pasti!" seru Adam.
"Orang jelek gak boleh makan kueku!" sahut Aldea mengamankan kuenya.
"Sayang sekali kamu jelek, Adam," ucap Gita sambil mengunyah kue yang diberikan Briona. Adam pura-pura sedih.
"Ini untukmu, Adam," ucap Briona memberikannya sepotong kue. Tadi ia memotongkan kue untuk Gita dan Adam.
"Terima kasih Briona! Kamu memang terbaik!" seru Adam dengan mata berkaca-kaca.
Briona duduk di sebelah Aldea dan lanjut makan kuenya. "Lalu, kenapa kalian ke sini?"
Adam tersenyum sok misterius. "Tentu saja melakukan tradisi."
"Itu kan nanti bisa pas hari Minggu saat kita kumpul!!" protes Briona.
"Minggu ini kan tidak bisa karena ada hari libur keagamaan. Walau aku tidak ingat nama liburannya apa. Yah, aku tidak peduli dengan libur yang berada di tanggal merah. Menyebalkan!"
"Jangan mengalihkan pembicaraan! Minggu depannya lagi kan bisa!"
"Terlalu lama. Aku maunya sekarang. Tentu saja Gita akan merekamnya pakai kameranya dan akan kami upload di grup chat sehingga semua anggota bisa melihatnya. Ini bisa jadi kegiatan kita minggu ini selagi libur."
Briona menghela napas. Ia tidak bisa membantah permintaan ketua untuk melakukan tradisi komunitas mereka. Tradisi itu adalah menampilkan kembali materi stand up saat audisi. Biasanya anggota lain akan memberikan kritik dan saran atas penampilannya yang berguna untuk penampilan selanjutnya.
Briona menyangka dia tidak perlu melakukannya karena minggu ini libur. Tetapi ketuanya malah datang menyantroni rumahnya, meminta ia melakukan tradisi itu.
Briona menghela napas dengan berat. "Baiklah, aku lakukan sekarang."
Adam tersenyum mendengar perkataan Briona. "Gita! Siap-siap!"
"Ya!" Gita pun mempersiapkan kameranya untuk merekam Briona.
Briona beranjak dari tempat duduknya dan pindah berdiri di tempat yang ada space-nya. Ia menatap ketiga temannya yang melihatnya dengan tatapan tidak sabar. Gita juga sudah siap dengan kameranya.
"Baiklah, dengarkan baik-baik karena aku tidak akan mengulangnya lagi!" seru Briona.
●●●
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top