Welcome Hito
Tasya asyik dengan persiapannya manggung malam ini. Cek sound juga sudah dilakukan. Malam ini, dia menjadi opening live music yang selalu diadakan di cafe Cherry setiap malam. Pengunjung di sini senang dibuai dengan lagu-lagu yang romantis dan syahdu, terlebih lagu-lagu cinta yang menggambarkan perasaan hatinya. Tiada pernah bosan Tasya melakukan itu, dia akan terlihat bahagia saat penonton menunjukan kebahagiaannya usai mendengar lantunan lagu yang dia mainkan.
Malam ini Rey kembali menemani Tasya sebagai pengisi acara dan Tasya akan memberikan persembahan sebuah lagu khusus untuk Rey. Hati siapa yang tak senang jika kekasih hati dengan setia datang hanya untuk sekedar menemani dan memberi semangat.
Oh tuhan, kucinta dia
Kusayang dia, ingin dia, rindukan dia
Utuhkanlah rasa cinta dihatiku
Hanya padanya, untuk dia
DIA - by: Anji
Tepat dilirik terakhir, Tasya tersenyum tulus kepada Rey dan Rey membalasnya penuh cinta. Semua berjalan indah sampai satu lagu Dia yang di populerkan oleh Anji selesai dinyanyikan oleh Tasya. Suara penonton memberikan tepuk tangan atas suara merdu yang dihasilkan Tasya, semua menikmatinya.
"Penampilanmu selalu mengagumkan, Swetty." Rey memeluk pinggung Tasya, tak peduli orang-orang memperhatikannya.
"Dan kamu selalu menyenangkan, Darling." Tasya mencium singkat pipi Rey.
"Woi, ini tempat umum, Bro. Kalau udah nggak tahan gue sediain lapak buat kalian. Tenang aja." Ranggaz yang menemani mereka ikut sebal melihat pasangan yang sok romantis ini.
"Kalau ada lo rasanya hidup gue selalu penuh bayang-bayang ya, Nggaz," ucap Rey kesal.
"Salah sendiri kenapa pacar lo ini harus sahabatan sama cewek gue yang cantik itu." Ranggaz tak mau disalahkan.
"Hei, ada apaan nih rame amat." Febri baru saja tiba, sudah dihadapkan pada Rey dan Ranggaz yang berdebat. "Hei, Bebb," sapanya pada Ranggaz.
"Hei, sayang, lama amat sih. Di sini, aku udah kaya obat nyamuk tahu nggak, untung aja nggak aku telen itu obat," adu Ranggaz ketika kekasihnya itu baru saja datang.
Febri hanya terkekeh menanggapi aduan Ranggaz. Baginya, itu sudah menjadi hal biasa. "Yaudah kita pergi dulu ya. Jangan malem-malem lo Sya pulangnya," pesan Febri sebelum meninggalkan cafe tersebut.
"Ada juga lo, Feb. Jangan pulang bawa ponakan buat gue."
Febri yang mendengar ucapan Tasya hanya mengepalkan tangannya di udara.
"Besok aku nggak bisa nemenin kamu sampai sore ya, Swetty. Aku harus jemput tuan besar nih. Terus malamnya langsung performance di klub M-One." Rey mengusap lembut rambut Tasya.
"Siapa sih, Darling?" tanyanya penasaran.
"Nanti juga kamu tahu kok. Tenang aja. Kita pulang yuk," ajak Rey, usai Tasya menyelesaikan tugasnya di cafe.
***
Rey sudah tiba di bandara esok harinya. Dia sedang menanti tuan besar yang sangat ditunggu Mora dan Tius. Anak bontot yang jarang sekali di rumah dan sekalinya di rumah dia tak pernah berhenti menyibukkan diri dengan dunianya. Musik, menjadi temannya selama ini. Bahkan Rey dan Hito sempat memiliki band saat mereka sama-sama duduk dibangku SMP. Kesenangannya pada musik membuat mereka sangat akrab.
"Hito..!!" Rey sudah melihat Hito sedang mencari seseorang dari kejauhan.
Hito menarik 2 koper yang dibawanya. Dia juga sudah memutuskan untuk menetap di kota ini, dimana kedua orangtua dan kakaknya berada. Sudah cukup baginya berkelana menuntut ilmu untuk bekalnya sendiri, sekarang saatnya dia mulai membahagiakan orang yang sudah berjuang untuknya selama ini.
"Rey, sorry pesawatnya delay tadi. Gue juga lupa ngabarin lo," ucap Hito menyesal.
"It's okay no problem. Tapi gue nggak bisa nganter lo pulang ke rumah nih. Gue harus ke club, ada undangan di sana, Om Heldy udah nunggu gue di TKP. Kalau lo mau pulang, gue bisa pesenin taksi, atau lo mau ikut gue?" tanya Rey yang beberapa kali melihat pergelangan tangannya.
"Gue ikut lo aja ... dulu deh. Udah lama juga nggak lihat lo tampil. Nanti gue telepon Mama, bilang kalau gue ikut lo dulu. Paling-paling nanti sampai rumah suara 8 oktafnya Mama terdengar nyaring," ucap Hito santai.
"Bisa aja lo. Yaudah ayo, Om Heldy dari tadi udah bbm gue terus."
Disc Jockey adalah orang yang selalu bergulat di sebuah night club atau tempat yang membutuhkan hiburan musik untuk berjingkrak dan menikmati setiap remix yang sudah ia persiapkan agar para audiens-nya dapat menikmatinya. DJ juga memainkan, meracik, memodifikasi dan menghibur audiens-nya, dengan memutar lagu-lagu yang diatur sedemikian tanpa terputus atau continue. Sehingga orang yang mendengarkan musiknya pun akan selalu dapat terhibur.
Akhirnya mereka pun berangkat ke club night yang Rey maksud. Di sana sudah terlihat tim Rey menunggu.
"Rey, lama banget sih lo? Sampai tegang gue nungguin lo," seru Gibran patner Rey malam ini.
"Sorry Bran, gue tadi jemput si bontot dulu," kata Rey menunjuk Hito yang sudah duduk di meja bar.
"Ooooh, ya udah. Langsung naik aja yok? Om Heldy udah cemberut noh!" tunjuk Gibran kepada Heldy yang sedari tadi menanti kedatangan Rey dengan dagunya.
Rey hanya tersenyum dan membungkukkan tubuhnya, meminta maaf atas sedikit keterlambatannya.
"Maaf Om, tadi ke bandara dulu," ucap Rey saat sudah di atas podium mendekati Heldy.
"Ya, nggak papa. Lima menit lagi giliran kamu," seru Heldy menepuk bahu Rey, lantas ia turun dari podium.
Karena setiap musik DJ yang berada di club tak boleh terputus dari DJ satu ke DJ lainnya, maka Rey, harus standby sebelum waktu gilirannya. Saatnya giliran Rey memutar hasil remix-nya. Dunia gemerlap dan musik DJ mendongkrak semangat para penikmat dunia malam. Rey mampu menyelaraskan setiap nada yang sesuai dengan tempat dan situasi malam ini. Musik house, trance, hip-hop ataupun urban music, teracik indah dari jari jemari nakal Rey yang selalu menyentuh mixer. Gibran menyempurnakan musik DJ Rey dengan suara emasnya. Hito berdecak kagum dengan permainan Rey yang memukau dan dapat menggerakkan lautan manusia di ruangan tersebut.
"Memang Rey, jika soal men-DJ, lo ahlinya." Hito memuji permainan Rey dan dia tak sedikitpun mengalihkan perhatiannya dari podium tempat Rey beraksi.
Hito sangat menikmatinya, bahkan ia ikut menggerak-gerakan tubuhnya sesuai dengan irama yang terdengar. Bahkan gadis-gadis yang terpesona dengan penampilan DJ tampan Rey mulai bertingkah menggoda Rey. Tapi sayangnya, Rey sama sekali tidak tertarik dengan lekukan tubuh wanita yang di umbar dihadapannya itu.
Hito tak berhenti memperhatikan Rey, beberapa kali dia melihat ada yang aneh pada sikap Rey di atas sana, beberapa kali Rey terlihat memegangi kepalanya, bahkan wajahnya juga beberapa kali mengernyit seperti menahan rasa sakit yang teramat. Hito dengan sigap berdiri, lantas berjalan mendekati podium, pandangannya tak lepas untuk memperhatikan Rey.
"Reihan!!" Hito berlari menghampiri Rey saat dia mulai ambruk di penghujung aksinya menghibur penikmat remix-nya.
Gibran yang tepat berada di sisi Rey kalah sigap dengan Hito yang berdiri di sisi podium.
"Bawa Rey ke rumah sakit, Om," ucapnya pada Heldy yang ikut memapah Rey keluar dari club.
Suasa club seketika lenggang saat kejadian ambruknya Rey. Tidak ada yang tahu dengan apa yang terjadi pada Rey. Hito terus berusaha membuat Rey sadar dengan menepuk-nepuk pipinya dan beberapa kali memeriksa denyut nadi di pergelangan tangannya. Pikirannya kalut, dia tak tahu harus berbuat apa. Ranggaz yang memang ada dalam rombongan, menambah kecepatan laju mobilnya, untuk segera membawa Rey sampai di rumah sakit. Hampir setengah jam mereka tiba di rumah sakit Harapan, setengah jam yang cukup lama bagi mereka.
Rey langsung dibawa ke ruang UGD untuk mendapatkan pertolongan pertama. Hito, Gibran, Ranggaz dan Heldy berdiri cemas di ruang tunggu. Berharap dokter yang memeriksanya, segera keluar dan memberikan kabar yang baik.
'Clekk
"Dok, gimana keadaan Rey?" tanya Hito tak sabar.
"Kami akan melakukan CT Scan untuk melihat penyakit apa yang ada di tubuh Rey. Nanti perawat akan membawa Rey ke ruang perawatan," ucap Dokter yang memberikan jawaban yang tak pasti atas kekhawatiran yang mereka rasakan.
***
"Rey." Hito melihat Rey sudah membuka matanya perlahan.
"Kenapa gue?" tanya Rey santai.
Samar-samar dia melihat jam dinding yang menunjukan pukul 3 dini hari, dimana waktu seharusnya mereka sudah tiba di rumah, tapi kali ini mereka harus tiba di rumah sakit karena kondisi Rey yang memburuk.
"Apa yang lo rasaian, Rey?" tanya Hito tak sabar.
"Gue nggak apa-apa, To. Gue cuma mau pulang aja, Mama sama Papa pasti nyariin kita."
"Kenapa lo nggak bilang sama gue?!!!" sergah Hito yang sudah tak ingin berbelit lagi untuk bertanya kebenarannya kepada Rey.
Rey hanya bisa menatap Hito bingung, tak tahu harus menjawab apa, dia yakin pasti rahasianya selama ini sudah terbongkar. Hal yang sangat ditakutakannya terjadi, bahkan orang yang sangat tidak ingin dia tahu, justru tahu lebih dulu dari yang lain.
Hito tadi sempat dipanggil ke ruangan dokter, yang memeriksa kondisi Rey. Dari hasil CT Scan Rey, yang ada di tangan Dokter Fajar menunjukan bahwa Rey mengidap kanker otak stadium 3. Kanker yang masanya tak akan lama lagi akan membawa si pemilik tubuh pergi bersamanya.
"Sakit lo nggak main-main Rey, kenapa lo harus sembunyiin ini dari kita." Mata Hito sudah mengucurkan air mata, hatinya sangat sakit menerima kenyataan ini.
"Gue cuma nggak mau buat kalian susah, apalagi sampai mikirin kondisi gue yang mungkin sebentar lagi akan mati," ucapnya santai dan itu justru membuat Hito geram.
Hito paham betul seperti apa Rey. Dia juga, yang Hito jadikan panutan dalam hidupnya. Dia hanya tak habis pikir, untuk apa kakaknya itu menyembunyikan hal penting ini sendiri.
"Udah nggak usah natap gue kaya orang kesakitan. Gue cuma mau pulang. Lo nggak akan ngebiarin gue mati di sini kan?" seloroh Rey, agar hati adiknya itu luluh dan terhibur.
"Gue nggak jamin lo bisa pulang, Rey," ujar Hito lemas, Rey hanya tersenyum simpul menatap Hito.
"Gue harap lo mau menjaga rahasia ini dari siapapun termasuk Mama dan Papa. Lo nggak akan tega buat mereka sedih gara-gara gue kan? udahlah adik kecil, gue belum mau mati kok."
Rey hanya bisa memberikan kekuatan untuk Hito dengan caranya, walaupun di dalam hatinya sendiri tak yakin apa ia sanggung melewati semua ini sendiri. Memberitahu Tasya yang mungkin tak akan bisa di nikahinya atau melihat orangtuanya menangis memikirkan keadaannya, ia tak akan setega itu melakukannya. Terbayang dalam benaknya bagaimana Mora yang merasa bangga dengannya dan Tius yang selalu sabar menasehatinya. Semua terekam dalam memori ingatannya. Tapi sekarang, apa yang bisa dilakukannya? takdir memang terkadang indah, tapi apa ia bisa menyikapinya dengan indah?
"Hito! ngapain sih lo bengong aja. Cepet sana minta izin biar gue di acc bisa keluar hari ini."
"Gue usahain, Rey." Hito pergi meninggalkan Rey. Ada Heldy, Ranggaz, dan Gibran masuk bergantian keruang rawat Rey.
Hito tak langsung ke meja suster jaga. Dia memilih duduk diam di ruang tunggu, diusap wajahnya secara kasar. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ini hadiah terburuk yang ia terima setelah lulus KKN.
Heldy menggelengkan kepalanya namun Rey hanya tersenyum simpul. "Maaf Om," ucapnya.
Heldy memeluk Rey, begitu juga Ranggaz dan Gibran. Sebenarnya selama ini mereka semua tak tahu apa yang sedang dialami Rey, bahkan keseharian mereka bersama Rey tak membuat mereka menyadari ada sesuatu yang aneh pada diri Rey, namun berkat mereka menunggu Rey di situ, kini mereka tahu kondisi Rey yang sesungguhnya.
"Kenapa kamu bodoh, sampai menyembunyikan hal penting ini?" tanya Heldy masih saja memeluk anak didiknya itu sangat erat.
"Maaf Om, aku cuma ingin seperti yang lainnya. Tanpa menjadikan ini, sebagai beban." Rey melepas pelukan mereka dan melempar senyuman terbaiknya.
Rey menatap Ranggaz, lantas sahabat baiknya itu berhamburan ke pelukannya. "Lo bisa simpen rahasia ini dari Tasya kan, Nggaz? Please, kali ini gue mohon sama lo," seru Rey bersungguh-sungguh.
Ranggaz tak mampu membuka suaranya, dia hanya menjawab dengan anggukan. Gibran mengelus punggung Ranggaz karena dia melihat bahu temannya itu bergetar di pelukan Rey. Hati siapa yang tak hancur, saat mendengarkan kenyataan yang begitu mengejutkan? Sedangkan selama ini Rey tak mengalami tanda-tanda orang yang menderita sakit.
"Gue yakin kalian bisa, gue kasih kepercayaan buat nggak kasih tahu siapapun tentang kondisi gue. Dan biarin gue melakukan aktivitas seperti biasa sampai gue benar-benar nggak bisa melakukannya lagi," pinta Rey.
Tak ada satupun dari mereka yang menjawab, mereka hanya bisa menatap Rey dengan tatapan sedih dan takut kehilangan. Penyakit yang diderita Rey bukan penyakit biasa, bahkan dalam sekejap Rey bisa meninggalkan dunia ini.
***
Tasya beberapa kali menatap ponselnya yang seharian ini sepi tak bertuan. Kekasih yang biasanya tak henti mengirimi kabar sudah 24 jam tidak memberinya kabar. Kesal dan marah terlihat jelas diraut wajah Tasya.
"Rey kemana sih, nggak biasanya seharian ini, nggak ngasih aku kabar. Awas kalau ketemu aku jambak dia, biarin aja rontok sekalian rambut-rambutnya, biar jelek terus cewek-cewek nggak ada yang genit lagi sama dia. Aahhh... Kenapa dia tetep ganteng sih biarpun botak." Tasya membayangkan Rey dalam kondisi botak.
Tasya meraih ponselnya mencari nama Febri di dalam kontaknya, dia ingin menanyakan apakah dia bernasib sama seperti dirinya juga.
"Halo, Feb. Hari ini Ranggaz udah ngasih kabar ke lo belum?" tanyanya galak.
"Kayanya belum deh, gue juga nggak nyari dia soalnya," jawab Febri tak acuh.
"Ih kok lo nggak khawatir sih, pacar lo nggak ngabarin lo seharian gitu?" tanya Tasya gemas.
"Sya, dia punya kehidupan sendiri yang nggak harus semuanya gue tahu. Mungkin dia sibuk, nanti kalau senggang juga pasti ngabarin gue. Udah ya, kerjaan gue belum kelar nih. Bye." Febri memutuskan teleponnya sepihak.
"Ih ini anak, mati rasa kali ya. Ranggaz juga kenapa bisa betah banget sama teman gue yang satu itu. Pasangan aneh. Reihannnn ... kemana sih kamu, aku beneran marah ini," ucap Tasya pada bayangannya dalam cermin.
Tasya memilih bersiap diri untuk berangkat ke kampus, berharap dia bisa menemukan Rey di sana.
Terkadang diam lebih bisa menjaga perasaan oranglain tanpa harus melukai dengan kenyataan yang menyakitkan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top