TERSENYUMLAH

Perlahan mata sayu itu terbuka, aroma obat menyeruak memenuhi rongga hidungnya. Rey, satu minggu tak sadarkan diri, kini dia kembali membuka matanya.

"Ma," lirih Rey sangat pelan saat merasakan tangannya berat karena selalu Mora genggam.

Hito yang tak tidur sama sekali langsung menghampiri Rey. Rey menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, agar Hito tak berisik. Rey tak ingin membangunkan Mora yang terlihat kelelahan tertidur di sampingnya sambil menggenggam tangannya.

"Haus," bisik Rey tanpa bersuara, hanya menggerakkan bibirnya saja.

Hito mengangguk, lantas mengambilkan air mineral dan sebuah sedotan yang langsung di arahkan pada bibir Rey.

"Gue panggil Dokter dulu ya?" ujar Hito dengan isyarat bibir tanpa mengeluarkan suara.

Rey mengedipkan matanya sekali, menyetujui ucapan Hito tadi. Hito segera keluar ruangan, sedangkan Rey menoleh ke arah jendela yang tersibak gordennya. Matahari yang bersinar sempurna, membuat Rey merasa sangat bersyukur atas kesempatan yang Tuhan berikan kepadanya, karena dia kini masih dapat melihat indahnya sinar mentari. Rey mengingat wajah cantik Tasya, saat dia tersenyum, saat dia manja, saat dia merajuk dan saat dia marah. Rasanya Rey ingin sekali melihat wajahnya di depan matanya.

"I miss you so much Sweety," ucap Rey di dalam hati.

Air mata mengalir di kedua ujung matanya, dadanya sesak terhimpit rindu yang telah menguasai rongga dadanya. Entah, dapatkah Rey melihat wajah cantik wanita pujaan hatinya lagi? Rey sangat berharap jika suatu hari nanti, sebelum dia benar-benar pergi, dia ingin melihat wajah Tasya walaupun itu hanya sekejap. Saat Rey sibuk mengingat Tasya, Hito masuk bersama Dokter. Suara gaduh yang baru saja hadir, membuat Mora terbangun. Mora menegakkan kepalanya, melihat Rey sudah tersenyum sangat manis meskipun bibirnya memucat.

"I love you," bisik Rey dengan gerakan bibir kepada Mora.

Air mata kerinduan Mora menetes dan dia berusaha tersenyum dan membalas, "I love you to."

"Ma, Dokter Fajar mau memeriksa Rey dulu," ujar Hito.

Mora melepaskan tangan Rey yang selalu ia genggam meski hatinya tak rela. Hito dengan sigap mendekap Mora, mereka memperhatikan Dokter Fajar, memeriksa Rey.

"Perkembangan yang cukup bagus, Rey. Tidur panjangmu menyenangkan, Rey?" tanya Dokter Fajar menggoda Rey. Rey hanya tersenyum karena tubuhnya terasa sangat lemas dan tulangnya kaku sulit sekali digerakkan.

"Apa dalam tidur, lo bertemu bidadari Rey, sampai lo nggak bangun-bangun. Kalau seandainya itu memang terjadi, bagi gue satu dong Rey," sahut Hito bergurau menimpali lelucon Dokter Fajar.

"Kalau Mama yang ketemu bidadari itu, Mama mau usir mereka untuk kembali ke kayangan, biar nggak selalu menggoda anak Mama yang tampan ini." Mora mendekati Rey dan mencium keningnya penuh kasih sayang.

"Bagaimana kabar Tasya, Ma?" tanya Rey dengan suara berbisik namun masih dapat Mora dengar secara jelas.

Mora menatap Hito, semenjak perpisahan mereka, Mora tak lagi pernah berhubungan dengan keluarga Tasya. Tius sudah menjelaskan semuanya, apa yang terjadi sesungguhnya dengan Rey kepada kedua orangtua Tasya. Azka dan Fitri menahan diri untuk tidak melihat keadaan Rey, karena menjaga perasaan Tasya. Mereka tak ingin menimbulkan kecurigaan apapun pada Tasya.

"Tasya baik-baik saja, Sayang." Mora berdusta.

Bukan Rey namanya yang tidak tahu apa yang terjadi pada mamanya, sekian lama ia bersama, selama itu pula ia tahu bahwa mamanya tidak pandai berbohong. Ucapan dan matanya tak mengartikan keadaan yang sama. Rey hanya tersenyum untuk membuat Mora tidak berpikir macam-macam tentangnya.

"Aku tahu kamu nggak dalam keadaan baik, Swetty. Aku tahu apa yang kamu rasain, tapi aku juga nggak mau buat kamu tambah terpuruk melihat keadaanku seperti ini," batin Rey.

Mora kembali memandang putranya sedih, sedangkan Hito juga teringat kembali pada janjinya untuk menjaga Tasya.

***

Tasya sudah siap pergi bekerja. Kali ini dia berangkat sendiri tanpa Rey yang biasanya menjemputnya bahkan menemaninya selama dia bekerja di cafe Cherry. Sesaat ia terhenti pada foto yang berdiri di atas nakas, apalagi kalau bukan fotonya bersama Rey.

"Aku berangkat dulu ya, Darling. Semoga aja kamu datang dan memberikanku kejutan dengan datang ke cafe." Tasya meraih tas kecil yang biasa ia bawa kemana-mana. Sekali lagi ia mematut dirinya di cermin sebelum berangkat.

Dalam diam, Tasya terus memperhatikan malam yang indah bertabur bintang. Sudah sekian lama Tasya menahan rindu pada sang pujaan, entah dimana keberadaannya, ia pun tak tahu. Waktu terus berputar dengan ketidak pastian hubungannya dengan Raihan. Lelah? Itu yang ia rasakan. Tapi, rasa cintanya pada Raihan membuatnya bertahan hingga detik ini. Melanjutkan hidup dengan harapan bahwa ia akan kembali lagi padanya. Harapan yang selalu ia panjatkan kepada Tuhan, agar Tuhan tak pernah lelah mendengarkan doa-doanya.

"Non, sudah sampai. Non mau ditunggu atau nggak?" tanya supir pribadi Tasya.

"Tinggal aja, Pak. Nanti saya pulang sama teman saya saja. Makasih ya, Pak."

"Sama-sama, Non."

Tasya keluar dari mobil, untuk sesaat dia terhenti di halaman cafe. Tempat ini menjadi hari yang paling bersejarah baginya, tempat dimana Rey memintanya untuk menikah, bahkan bersama menyusun harapan yang ingin dibangunnya bersama. Tapi, saat ini hanya Tasya seorang yang menyimpan harapan itu, dimana Rey saat mereka hampir saja memulai mewujudkannya.

"Haahhh ...." Tasya menarik napas panjang.

Setelah itu, dia masuk ke dalam untuk kembali memulai kegiatannya. Cafe malam ini cukup ramai, apa lagi ini malam minggu, malam dimana muda mudi menghabiskan malam bersama pasangannya. Tasya hanya bisa kembali menarik napas untuk bisa menetralisir perasaannya.

Tasya langsung ke belakang, mempersiapkan diri untuk naik ke atas panggung. 15 menit lagi, dia akan mulai melantukan lagu yang merdu dengan gitar akustiknya.

"Sya, siap ya?" tanya Mikha satu teman kerjanya.

"Siap."

Tasya sudah naik ke atas panggung, ada Ano yang akan mengirinya dengan gitar, intro sudah mulai dimainkan, sesaat setelah Tasya sedikit memberi ucapan selamat datang bagi para pengunjung.

Aku ingin engkau ada disini
Menemaniku saat sepi
Menemaniku saat gundah
berat hidup ini tanpa dirimu
ku hanya mencintai kamu
ku hanya memiliki kamu

Aku rindu setengah mati kepadamu
Sungguh ku ingin kau tahu
Aku rindu setengah mati

meski tlah lama kita tak bertemu
ku slalu memimpikan kamu
ku tak bisa hidup tanpamu

aku rindu setengah mati kepadamu
sungguh ku ingin kau tahu
aku rindu setengah mati
aku rindu...

Untuk sesaat Tasya merasakan sesak di dadanya, ia sangat menghayati lirik yang benar-benar menggambarkan apa yang sedang dirasakannya saat ini.

setengah mati ....

aku rindu setengah mati kepadamu
sungguh ku ingin kau tahu
ku tak bisa hidup tanpamu
aku rindu

Rindu Setengah Mati - by : D'masiv

Tepat di lirik terakhir, Tasya meneteskan air matanya, rasa rindu pada Rey sudah tak lagi bisa dibendungnya.

"Terima kasih, selamat malam," ucapnya sebelum ia turun dari panggung.

"Tasya!!" Febri sudah duduk diam di sudut ruang bersama seorang laki-laki dan itu bukan Ranggaz.

Tasya yang menoleh langsung menghampirinya. Ia sempat bingung, tidak biasanya Febri duduk berdua dengan laki-laki lain selain Ranggaz.

"Udah kelar belum?" tanya Febri.

"Udah kok, tapi gue lagi males pulang, bentar lagi kali," jawabnya.

"Yaudah bagus deh, gue juga lagi nunggu Ranggaz jemput, jadi gue ada temennya."

"Oh, tumben banget lo minta jemput Ranggaz, biasanya paling ogah."

"Biasalah ada yang harus dipersiapin."

"Eehhmm..." Laki-laki di samping Febri memberi kode karena sejak tadi hanya tak diacuhkan saja.

"Eh ya, Sya, kenalin ini Hito, teman gue. Mulai hari ini dia kerja disini." Febri memperkenalkan Hito pada Tasya. Mereka saling mengulurkan tangan satu samalain untuk saling memperkenalkan diri.

"Oh, selamat bergabung di cafe Cherry ya." Tasya menyambutnya dengan ramah.

'Dia cukup cantik, bahkan sangat cantik. Beruntungnya Rey dicintai wanita secantik dia,' batin Hito.

Hito memang sudah mulai menjalankan amanah yang diberikan Rey untuk menjaga Tasya. Kesukaannya pada musik membuat Rey menyarankannya untuk bekerja di cafe Cherry dengan bantuan Febri.

Febri dan Ranggaz sudah tahu dengan rencana Rey untuk mempertemukan Hito dan Tasya. Mereka sempat menolak permintaan Rey dengan alasan itu akan menyakiti Tasya, tapi Rey punya alasan yang lebih kuat untuk tidak menyakiti Tasya dengan kepergiannya. Akhirnya Febri dan Ranggaz mengalah pada keinginan Rey mempertemukan Hito dan Tasya di tempat ini.

"Feb, gue kesana dulu ya, sekarang giliran gue." Hito berpamitan pada Febri dan memberi anggukan pada Tasya.

"Itu teman lo yang mana, Feb? gue nggak pernah tahu lo punya teman yang namanya Hito?" tanya Tasya penasaran.

"Oh, itu teman jauh gue, dia kuliah di Yogya dan sekarang dia lagi cari kerja, kebetulan disini ada lowongan, yaudah, gue suruh kerja disini aja. Lagian, kan ... enak kalau sahabat plus teman gue ada disini, jadi mainnya sekalian," jelas Febri. Tasya hanya mengangguk-angguk paham.

Hito sudah ada di atas panggung, kali ini dia sendiri yang akan memainkan alat musik gitar. Intro mulai dimainkan, jari-jarinya yang lincah berhasil menciptakan musik yang merdu dan enak untuk di dengar.

Mengapa kau bersedih
Saat cinta pergi
Biarlah saja, bila semua harus terjadi
Hidup bukan sampai disini
Waktu terus berjalan
Yakinlah ada bahagia
Yang akan kau rasa dalam hidupmu

Dan tersenyumlah sayang
Lepas semua pedih di hati
Karena cinta masih ada
Dan slalu ada

Oh percayalah
Kadang cinta tak berhati
Sering menyakiti
Tapi cinta yang sejati
Meski tlah pergi
Kan datang lagi

Jangan kau tutup hatimu
Raihlah bahagia hidupmu
Karna cinta pasti ada
Dan slalu ada
Oh percayalah

Tersenyumlah - by : Tere

Hito sengaja menyanyikan lagu ini untuk membuat Tasya bangkit dari keterpurukannya. Wajahnya yang sendu tak dapat lagi ia sembunyikan, Hito dapat melihat jelas apa yang ada di balik bedak dan maskara yang menutupi wajahnya. Tapi sayang Tasya terlihat tak acuh padanya.

"Sya, gue pulang duluan ya, Ranggaz udah jemput gue di luar, kita harus cepet pergi soalnya. Sorry ya gue nggak bisa antar lo pulang. Bye." Febri berpamitan setelah mencium singkat pipi Tasya.

Tinggallah Tasya menanti jam pulang, pukul 10 malam bahkan sudah lewat, pasti supir Tasya sudah pulang ke rumah karena dia sendiri yang tidak ingin dijemput. Akhirnya dia juga memilih pulang dengan taksi. Berharap taksi masih ada saat malam seperti ini.

Halte, menjadi tempat yang menakutkan saat malam, belum lagi jika harus menunggu sesuatu yang tidak pasti seperti ini. Dua puluh menit Tasya menunggu, tak kunjung taksi datang.

"Duh ini taksi nggak mau dikasih uang apa ya, masa malem-malem gini nolak rezeki sih, kan pamali." Tasya kembali melihat jam tangannya yang sudah semakin malam.

Tasya mundur selangkah saat sebuah mobil berhenti dihadapannya. Sedikit rasa takut hinggap dihatinya. Beberapa kali dia menoleh ke kanan dan ke kiri berharap ada warga yang melintas, jika orang itu berbuat sesuatu dia bisa langsung berteriak.

"Tasya, kamu mau kemana?" tanya seseorang dari dalam mobil.

"Eh, Hito. Gue mau pulang," jawabnya.

Hito sekilas melihat jam tangannya, setelah itu melihat sekeliling yang sudah sepi.

"Ayo naik, aku antar kamu pulang. Jam segini angkutan udah jarang lewat, bahaya juga kamu malam-malam sendirian."

'Bahaya mana sama gue yang diantar lo pulang. Gue belum tahu siapa lo dan lo mau nganterin gue pulang. Kalau Rey lihat gimana, nanti dikira gue nggak setia lagi,' batin Tasya.

Tanpa Tasya sadari, Hito sudah berdiri dihadapannya.

"Ayo masuk, aku nggak akan nyulik kamu kok." Hito sedikit mendorong tubuh Tasya untuk segera masuk ke mobil.

Tasya memperhatikan sesaat, setelah itu ia menuruti perintah Hito. Hito kembali memutar dan duduk di bangku kemudi.

"Aku antar kamu sampai ke rumah tanpa kurang satu apapun. Tenang aja aku nggak akan macam-macam. Dimana rumah kamu?" tanya Hito.

"Jl. Flamboyan no. 37," jawab Tasya singkat.

"Oke."

Hito menurunkan rem tangannya, setelah itu memutar musik agar suasana tidak terasa sepi. Musik DJ menjadi teman perjalanan mereka, Hito memang suka memutar musik DJ yang sudah Rey remix, agar tidak ngantuk selama di jalan.

"Raihan," guman Tasya tapi terdengar samar di telinga Hito.

"Kenapa, Sya?" tanya Hito

Tasya memutar lagi musik yang ada, mendengarkan secara sesama.

"Ini lagu-lagu remix yang Rey buat!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top