TASYA, WILL YOU MARRY ME?
Di dalam studio, Rey sangat serius menatap komputer. Berbagai lagu ia gabungkan agar mendapatkan musik DJ yang berenerjik. Tasya yang baru saja datang, membuka pintu ruang studio, sejenak ia berdiri di ambang pintu, bersandar pada kusen pintu, seraya melipat kedua tangannya di depan dada, berharap Rey akan menyadari keberadaannya. Satu menit ia menunggu, 5 menit berlalu, Rey tak kunjung menoleh, hingga Tasya tak dapat menunggu lagi. Akhirnya, Tasya mendengus kasar dan berjalan menghampiri Rey.
"Darling," bisiknya mesra tepat di telinga Rey.
Rey tersenyum merasakan pelukan mesra dari belakang. Ia menyandarkan tubuhnya dan mengelus lengan Tasya yang melingkar di lehernya.
"Udah lama atau barusan datang?" tanya Rey mengecup pipi kiri Tasya.
Tasya memutari Rey, lantas ia duduk di pangkuan sang kekasih dan melingkarkan tangannya di leher Rey.
"Udah dari tadi sampai di sini, tapi ngobrol dulu tadi di luar sama Om Heldy, Andoy dan Beril," jawab Tasya manja seraya memainkan kerah baju Rey.
"Ooooh, udah makan belum?" Rey menyisihkan anak rambut Tasya yang menutupi wajah cantik kekasihnya itu.
Tasya menggeleng manja sambil mencebikkan bibirnya. "Iya sudah, aku selesaikan ini ... sedikit lagi, setelah itu kita pergi makan, oke," ucap Rey.
Tasya mengangguk dan berdiri dari pangkuan Rey. Ia kembali membiarkan Rey berkutik dengan layar flat yang ada di depan matanya. Ia terus memperhatikan kelihaian kekasihnya yang meracik musik sampai menghasilkan nada indah, yang enak di dengar dan yang pastinya asyik untuk berdansa.
Hampir sejam Rey terus berkutik disana dan Tasya sama sekali tidak mengganggunya, sesekali ia hanya tersenyum melihatnya.
"Haahh, akhirnya selesai, tinggal kasih lihat Om Heldy deh," desah Rey, "Sweety, maaf ya sudah membuatmu menunggu lama," tambahnya.
"Nggak papa, Darling."
"Ya sudah ayo kita makan." Rey membantu Tasya berdiri dan merangkul kekasihnya itu,"dan ternyata aku juga lapar, mau makan kamu." Rey menggigit hidung Tasya yang mancung dengan gemas.
"Reeeey, sakit tahu," rajuk Tasya manja dan menggemaskan.
Rey hanya tertawa setelah puas menjahili Tasya. Mereka keluar dari studio menghampiri Heldy dan Rangga yang asyik duduk di sofa membahas musik.
"Lo dah kaya truk gandeng aja, nempel mulu, Rey. Langsung aja bawa ke penghulu sana biar nggak ada yang nyolek," goda Ranggaz yang melihat tangan Rey dan Tasya sama sekali tak terlepas.
"Sial lo, Nggaz. Oh ya Om, itu udah selesai tinggal dicek aja ada yang kurang atau nggak. Kalau memang ada, kabarin aku ya, nanti biar aku beresin, tapi ... habis nganter tuan putri pulang," ucap Rey kepada Heldy sambil mencolek dagu Tasya genit.
"Iya udah sana kencan aja, nggak usah dipikirin, Om percaya sama kerjaan kamu," sahut Heldy dengan senyuman bahagia melihat keromantisan Rey dan Tasya.
"Makasih, Om. Kalau gitu aku pergi dulu, assalamualaikum," ucap Rey penuh semangat.
"Walaikumsalam," jawab Heldy dan Ranggaz bersamaan.
"Ayo Sweety," ajak Al.
Rey melangkah menuju parkiran tanpa melepas genggamannya pada Tasya. Seandainya bisa, Rey ingin langsung membawanya kedepan penghulu dan disaksikan kedua orangtua mereka. Rey ingin cepat-cepat membuat Tasya menjadi miliknya tanpa celah.
"Sweety, kita makan di cafe tempat kamu kerja aja ya. Kan kamu kelamaan tadi nunggu aku kerja, jam kerja kamu juga udah mepet nih. Nggak apa-apa kan sayang? hari ini aku temenin kamu kerja," ucap Rey dengan menangkup kedua pipi kekasihnya itu.
"Iya, Darling. Nggak apa-apa kok, asal sama kamu dimanapun aku mau."
"Ih, pacar aku udah pinter ngegombal ya, belajar dari mana hayoooo?" Rey mencolek hidung mancung Tasya.
"Dari Febri, Darling," ucapnya malu-malu.
"Teman kamu yang satu itu emang ajaib ya. Kadang bisa emosian, tapi seketika bisa berubah lucu dan menyebalkan."
"Itu lah Febri, kalau sama dia hari-hariku rasanya panjang, udah ah ... ayo ... aku udah laper nih," rajuk Tasya manja seraya mengait mesra lengan Rey.
Rey membukakan pintu mobil untuk Tasya, dia terlihat keren dan gentleman saat melakukan hal manis itu. Tasya hanya tersenyum sangat manis, untuk mengucapkan rasa terima kasihnya atas perlakuan Rey.
Rey memutar musik hasil karyanya di mobil, yang memang sudah di-remix sedemikian rupa. Dia sengaja melakukan itu sekalian untuk evaluasi, apa saja yang kurang dari karya ciptaannya. Tasya pun tak pernah bosan mendengarkan musik-musik seperti itu. Terkadang, dia justru ikut bergoyang seirama nada yang diputar.
***
Mereka sampai di cafe tempat Tasya bekerja. Menjelang malam seperti ini memang pengunjung banyak yang datang entah untuk makan atau hanya sekedar santai menikmati live music yang menjadi hiburan utama di cafe situ.
"Darling, kamu tunggu sini sebentar ya, aku ke belakang dulu, absen sekalian," ucap Tasya menyuruh Rey duduk di kursi depan podium.
"Iya, jangan lama-lama." Tasya mengangguk dan meninggalkan Rey sendiri di meja yang memang sudah dipesan Tasya sebelum dia sampai.
Hanya 15 menit Tasya pergi, saat Tasya menghampiri meja yang tadi sudah ia pesan, Rey sudah tidak ada di tempatnya. Tapi, dia tetap menunggu di tempat yang tadi Rey duduk. Mungkin saja Rey sedang ke toilet, pikir Tasya.
Alunan musik mulai terdengar, sedikit aneh memang untuk Tasya, karena live music baru akan dimulai setengah jam lagi.
"Cek sound ...? Kan masih lima belas menit lagi, lagian Meta juga belum siap tadi. Ini tumben sekali," ucap Tasya heran sambil melirik arlojinya.
Tak akan berhenti mencintaimu
Meskipun langit akan runtuh
Tak akan berhenti menyayangimu
Hingga seribu tahun lagi
Tasya mendengarkan lagu yang tak asing di telinganya, terlebih dengan suara laki-laki yang sedang menyanyikan lagu ini. Matanya terkunci pada podium di depan sana.
"Rey," gumannya saat melihat siapa laki-laki yang sedang mengeluarkan suara merdunya itu.
Iya! Dia adalah Rey, kekasih Tasya, yang duduk dengan gagahnya memangku gitar dan bernyanyi untuk Tasya.
Akan kuberikan seluruh hatiku ntukmu
Kan kupersembahkan sisa hidupku kepadamu
Tak kan berhenti mencintaimu
Meskipun langit akan runtuh
Tak kan berhenti menyayangimu
Hingga seribu tahun lagi
Dengan musik yang masih terus terdengar, mata Rey tak lepas menatap gadis pujaannya. Di tempat ini, dimana akan menjadi hari bersejarah untuk mereka berdua.
Ketika ku terjatuh
Kau ada menopangku
Ketika ku merapuh
Kau mampu menguatkanku
Kaulah alasan terbesar yang membuatku tetap hidup
Only god knows i want turn away from alert
Tak akan berhenti mencintaimu - by: Ady
Musik berhenti, Rey meletakkan gitarnya. Lalu berseru sangat mantap dan penuh percaya diri. "Tasya, will you marry me?"
Semua pasang mata berhasil menjadikan mereka tontonan. Bahkan beberapa karyawan menjadi saksi perjalanan cinta mereka yang tak pernah lepas dari cobaan, mereka sanggup melewati itu semua sampai waktu ini datang. Mata Tasya berkaca-kaca tak pernah terbayamg olehnya bahwa Rey akan melamar dia di depan umum, bahkan di hadapan puluhan pasang mata yang menanti jawabannya.
"Cepat naik sana, Rey udah nunggu lo tuh." Seseorang memegang bahu Tasya dan mengejutkannya.
"Febri, Mama, Papa, Om, Tante?" Tasya terkejut dengan kedatangan orangtuanya dan orangtua Rey serta sahabat mereka Febri dan Ranggaz.
"Udah sana, kasian sohib gue, nungguin lo di atas itu." Ranggaz menimpali ucapan kekasihnya.
Setelah mengangguk Tasya melangkah kedepan dengan pasti, matanya juga tak lepas menatap Rey lekat-lekat. Hatinya berdebar hebat, inikah rasanya jika kekasih meminta untuk menikah? entahlah, Tasya juga baru pertama kali merasakannya. Tepat di hadapan Rey, Tasya hanya terdiam, dia juga tak bisa berkata apa-apa, rasa bahagia membuat dadanya terasa sesak.
Pengunjung satu persatu menghampiri Tasya, memberikan setangkai mawar merah kepadanya. Hingga tangan Tasya penuh dengan bunga mawar. Senyum tak pernah lepas dari bibir gadis manis dan cantik itu.
"Ayo ... jawab Sya!" pekik Febri yang sudah tak sabar menunggu jawaban Tasya.
Tasya hanya melempar tatapan tajam kepada Febri.
"Jawab."
"Jawab."
"Jawab."
"Jawab."
Bujukan dari pengunjung dan semua orang di cafe membuat tempat tersebut hiruk pikuk. Rey tetap tampak santai dan setia menunggu jawaban Tasya.
"Okay, ini jawaban saya." Tasya meraih gitar yang tadi Rey gunakan untuk mengiringi bernyanyinya.
Kini giliran Tasya menjawab lamaran Rey dengan sebuah lagu yang bertempo bit.
You make me wanna say I do, I do, I do do do do do do do doo
Yeah I do, I do, I do do do do do do do doo
Cause every time before it's been like maybe yes and maybe no,
I could live without it, I could let it go
Ooh what did I get myself into?
You make me wanna say I do, I do, I do, I do, I do, I do...
Tell me is it only me?
Do you feel the same?
You know me well enough to know that I'm not playing games
I promise I won't turn around
And I won't let you down
You can trust I've never felt it like I feel it now
Baby there's nothing, there's nothing we can't get trough
So can we say I do , I do , I do do do do do do do doo
Oh, baby, I do, I do, I do do do do do do do doo
Cause every time before it's been like maybe yes and maybe no,
I won't live without it, I won't let it go,
What more can I get myself into?
You make me wanna say
Me, a family, a house, a family
Ooh, can we be a family?
And when I'm eighty years old I'm sitting next to you
And we'll remember when we said...
I do, I do, I do do do do do do do doo
Oh, baby, I do, I do, I do do do do do do doo
Cause every time before it's been like maybe yes and maybe no,
I won't live without it, I won't let us go
Just look at what we got ourselves into...
You make me wanna say I do, I do, I do, I do, I do,
I do
Love you.
I do - by: Colbie Caillat
Tepuk tangan meriah mengiringi berakhirnya lagu yang mengisikan tentang jawaban cinta seseorang itu.
"Itu jawaban aku atas lamaran kamu, Darling," ucap Tasya mengedipkan mata kirinya genit kepada Rey yang masih berdiri di podium bersamanya.
Rey tersenyum bahagia lantas mendekati Tasya dan menarik dagunya. Tanpa ampun, Rey melahap bibir tipis itu di depan puluhan mata. Sorakan gembira dan tepuk tangan menguasai cafe tersebut.
"Papa ... ya ampun! Rey bikin malu," seru Mora menelungkupkan wajahnya di dada bidang Tius karena merasa malu.
Tius justru tertawa terbahak melihat tingkah putranya yang tak terduga olehnya dan keluarga yang lain.
"Kapan Ranggaz nyusul Rey?" tanya Fitri ibunda Tasya menggoda Ranggaz dan Febri.
"Tenang tante, nanti undangan pasti sampai di rumah Tante, ya nggak, Bebb?" Rangga merangkul mesra pundak Febri.
"Alah kebanyakan janji nih, coba buktiin aja bilang sama Papa aku, tiga tahun dipacarin mulu keburu masuk sekolah tau." Febri melepas paksa tangan Ranggaz.
Ranggaz dan Febri memang seperti itu, pacar rasa sahabat bebas mengekspresikan suka tak suka satu sama lain. Bahkan rasa jaim antara keduanya sudah tak ada lagi. Semua los begitu saja.
"Tuh, Nggaz. Febri udah kasih kamu lampu hijau. Buruan nyusul juga kaya Rey." Adel menimpali ucapan Fitri.
"Udah berubah kuning lagi, Tan, lampunya. Ranggaz kelamaan, akunya udah bangkotan," seloroh Febri. Semua tertawa mendengar ucapan Febri tadi.
Rasa bahagia masih memenuhi cafe itu, beberapa orang yang Rey dan Tasya lewati semua mengucapkan selamat. Pasangan ini juga terlihat bahagia karena niatan yang tertunda selama ini akhirnya bisa tersampaikan dengan jalan yang lapang. Hanya saja Rey masih menyayangkan karena adik semata wayangnya itu tak bisa menghadiri acara ini. Dia masih terlalu sibuk dengan kuliahnya di Jogja.
Pancaran indah setiap insan yang berbahagia memberikan aura positif bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahkan rasa itu dapat mereka rasakan dalam hati yang terdalam.
"Azka, lamaran resminya kita bahas nanti sambil makan malam ya?" kata Tius menepuk bahu ayah Tasya.
"Tenang saja Tius," sahut Azka bahagia, karena anak semata wayangnya kini sudah mendapatkan calon pendamping sesuai harapannya.
"Rumah kalian masih di sana kan? Kalau masih di sana, urusan lamaran resmi bisa kapan saja," kata Tius diiringi candaan kecil, sembari mengajak Azka duduk di meja yang sudah mereka pesan bersama.
"Tan, Febri sama Ranggaz ke sana ya? Gabung sama Rey, biar lebih jelas lihat Tasya manggung," ujar Febri menunjuk Rey yang sedang duduk bersama Tasya.
"Iya deh, sana." Ranggaz dan Febri menghampiri Rey dan juga Tasya yang sedang menyantap makan malam yang tadi sudah Rey pesan sebelum acara lamaran.
Mora dan Fitri menyusul suami mereka yang sudah asyik membahas acara lamaran formal. Malam ini semua berbahagia.
"Okay deh, kalau begitu minggu depan kita ke rumah kamu, bawa seserahan juga," tukas Tius yang sudah mendapatkan kesepakatan hari.
"Baiklah, kami tunggu kehadirannya." Azka dan Tius pun berjabat tangan, tanda kesepakatan.
Mora dan Fitri saling memandang puas dan bahagia. Mereka saling berpelukan karena sebentar lagi kedua keluarga itu akan bersatu dalam ikatan besan.
#####
Aku bikin cerita ini kolaborasi sama temanterbaik. Sudah lama banget, pertama buku yang aku terbitin di Rex_Publishing.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top