PERTEMUAN
Rey tiba di Bandar Udara Abdi Sucipto bersama rombongan, ada Heldy yang setia mendampingi Rey. Heldy juga yang memberitahu Rey, bahwa mereka mendapat undangan untuk mengisi acara di sebuah club ternama di Jogja dan saat mendapatkan tawaran itu, Rey tak pikir panjang lagi, dia langsung menyetujui tawaran yang di berikan Heldy kepadanya. Lagipula, itu juga salah satu cara Rey mengasah kemampuan dan mengembangkan sayapnya agar mampu lebih jauh lagi untuk terbang tinggi.
"Kita ke hotel dulu yang udah di booking panitia, kita istirahat sekalian persiapan untuk tampil nanti malam ya. Masih semangat kan semuanya?" tanya Heldy.
"Siap, Om," jawab mereka serentak.
Ada sekitar 5 orang dalam tim mereka, yang ikut dengan Rey ke Jogja. Semua itu yang akan membantu Rey dalam mempersiapkan performance nanti.
Rey memasang kembali earphone, mendengarkan kembali hasil rekaman remix yang kemarin baru saja diperdengarkan kepada Heldy. Beliau suka dengan hasil karya Rey, kapasitas musiknya tertata rapi dan enak di dengar, itulah sebabnya Heldy menerima tawaran manggung di Jogja.
Sepanjang jalan Rey terus asyik mendengarkan lagu, tapi tangan juga tak henti mengirimkan pesan untuk kekasihnya. Tasya tak bisa ikut menemani Rey, karena ada kuis di kelas, dia tak mungkin mengabaikan kuliahnya hanya karena ingin menemani Rey, yang ada Rey akan marah besar kepadanya jika dia berani mengabaikan pendidikannya itu.
Aku sudah sampai di Jogja Sweety, ini baru perjalanan mau ke hotel dulu.
Kiriman pesan singkat Rey agar menenangkan hati sang kekasih.
Jaga kesehatan ya Darling, jangan telat makan dan terus kabari aku kalau kamu lagi senggang. Aku masuk kelas dulu ya. Love you.
Itu pesan yang Tasya kirimkan pada Rey dan itu membuat Rey tak pernah merasa kehilangan perhatian Tasya, walaupun mereka berjauhan.
Makasih Sweety, jangan nakal ya selama aku nggak di samping kamu. Jaga kesehatan kamu. Love you to.
Rombongan pun akhirnya sampai di hotel tempat beristirahat, semua terlihat lelah karena jadwal penerbangan yang tadi sempat delay. Heldy mewakili rombongannya untuk mengurus persiapan nanti malam.
"Rey, lo mau ikut nggak?" ajak Gibran patner Rey saat di panggung sekaligus satu tim dengannya.
"Mau kemana kalian?" tanya Rey seraya menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.
"Kita mau cek tempat nanti malam performance," sahut Ranggaz, sahabat baik Rey yang juga satu tim dengannya.
"Nggak deh, gue mau istirahat dulu. Kalian aja yang ke sana," jawab Rey, lalu mengeluarkan handphone-nya dari saku celana.
"Ya udah, kalian aja yang pergi. Biar gue yang nemenin Bos Rey," sahut Andika tim Rey, yang sering dipanggil Andoy.
"Ya udah deh, kita keluar dulu ya?" pamit Ranggaz, kekasih Febri.
Rey dan Andika hanya melambaikan tangan kepada Ranggaz dan Gibran. Kini tinggal mereka berdua yang berada di dalam kamar. Andika sibuk menggenjreng gitarnya dan bernyanyi menghibur dirinya sendiri.
"Doy, pelanin mainan gitar lo. Gue mau telepon nyokap," pinta Rey. Andika menghentikan genjrengannya lalu hanya memetik pelan senar gitar itu.
Rey menghubungi Mora untuk sekedar memberi kabar jika ia sudah sampai dengan selamat. Karena Mora akan marah jika Rey tidak memberinya kabar sehari. Itulah ibu akan selalu merasa khawatir saat jauh dari anaknya, walaupun anaknya sudah tumbuh dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri.
"Hallo Ma," sahut Rey setelah Mora mengangkat teleponnya.
"Hallo Sayang, kamu sudah sampai?" tanya Mora terdengar rasa kelegaan.
"Iya Ma, ini sudah di hotel."
"Sudah bertemu Hito?" seru Mora dengan perasaan penuh kerinduan kepada anak bontotnya itu.
"Belum sempat Ma, tapi tadi udah Rey hubungi. Entar malam Rey suruh Hito ke club," sahut Rey, terdengar desahan berat dari Mora. "Mama kenapa?" tanya Rey khawatir.
"Mama kangen sama Hito, Rey," jawab Mora membuat Rey dapat merasakan kerinduan Mora kepada adiknya.
"Iya deh ... entar kalau Rey udah ketemu Hito, Rey ajak pulang sekalian ya? Tapi Rey nggak janji loh ... Ma. Mama tahu sendiri dia susah banget anaknya kalau Rey yang nyuruh pulang," kata Rey sedikit melegakan hati Mora.
"Ya sudah kalau begitu, kamu istirahat aja. Jangan lupa makan dan awas ya ... kalau kamu nakal, entar Mama jewer," ancam Mora membuat Rey terkekeh bukannya takut.
"Siap mamaku yang cantik tapi bawel. Ya udah, Rey tutup ya teleponnya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatu," sahut Mora lalu panggilan pun terputus.
Hati Rey merasa lega jika sudah memberikan kabar kepada Mora. Setidaknya Mora akan merasa tenang di rumah setelah mendengar suara putranya.
***
Suara musik DJ berkumandang di sebuah night club.
I'm so lonely broken angel
I'm so lonely, listen to my heart
One and only broken angel
Come and save me, before I fall apart
Lala lejli Lala lejli lalala lala
Lala lejli Lala lejli lalala lala
I'm so lonely broken angel
I'm so lonely, listen to my heart
One and only broken angel
Come and save me, before I fall apart
Broken angel - by: Arash feat Helena
Suara riuh dan gaduh memenuhi ruangan, asap rokok mengepul di udara, bahkan aroma alkohol begitu menyengat di indra penciuman. Tapi, semua itu tidak mengusik kesenangan yang mereka rasakan bersama. Dj Rey asyik memutar musik yang sudah diremixnya, tubuh ikut bergoyang seirama dengan musik yang diputar. Disempurnakan dengan suara Ranggaz dan Gibran, untuk mengisi vokalnya. Semua pengunjung menikmati alunan musik yang diputar DJ tampan itu, musik hanya menjadi bonus bagi gadis-gadis yang datang berkunjung, tujuan mereka datang adalah melihat ketampanan DJ Rey. Waktu terus berputar, pengujung juga semakin ramai berdatangan. Tapi, semakin singkat juga waktu Rey untuk membuat para pengunjung menikmati permainannya.
"Karisma lo emang nggak pernah luntur, Brother." Rey disambut seseorang yang sangat dirindukannya.
"Hito!" Rey menyambut saudaranya itu dengan pelukkan hangat. Iya! Pria tampan itu adalah Hito Mahardhika, adik dari seorang DJ ternama.
"Hei, Rey. Apa kabar lo?" tanya Hito langsung membalas pelukan Rey.
"Baik, lo apa kabar?" Sambutan hangat Rey seraya melepas rindunya kepada Hito.
"Seperti yang lo lihat, gue masih sama kaya yang dulu, tetap ganteng," jawab Hito dengan kepedeannya yang meningkat drastis, "itu kata Mama ya, bukan kata gue," imbuh Hito memperjelas.
Rey terkekeh dan menggelengkan kepalanya heran. "Masih aja lo ya ... PD-nya tingkat dewa. Untung lo ganteng, kalau nggak udah gue sumpel tuh mulut sama kaus kaki gue."
"Huuuueeeeee ... ogah. Mending lo sumpal mulut gue ama duit. Kaus kaki lo nggak berharga," sahut Hito bergurau.
"Sialan lo! Nih kaus kaki yang beliin cewek gue. Lo hina kaus kaki gue, berarti lo hina calon kakak ipar lo," sergah Rey sambil menunjuk ke wajah Hito, membuat Hito tertawa lepas hingga terbahak memegangi perutnya.
Rey sudah paham sekali dengan adiknya yang satu ini. Walaupun usia mereka hanya terpaut beberapa bulan saja, Hito tetap menganggap Rey sebagai kakaknya dan dia menghormati itu.
"Oh ya, Mama sama Papa, apa kabar?" tanya Hito yang sebenarnya juga sudah menahan rindu kepada orangtuanya.
"Baik juga, lo harus ikut gue pulang, Li. Mama kangen banget sama lo," pinta Rey yang kali ini bersungguh-sungguh.
"Gue pasti pulang, tapi tunggu urusan gue di sini selesai ya." Hito menenggak minumannya yang sempat dipesan tadi.
"Ya udah deh, terserah lo aja." Rey ikut menenggak alkohol yang sama seperti Hito minum. "Gabung yuk sama yang lain." Rey mengajak Hito berpindah tempat, bergabung dengan timnya yang sedang bercengkrama dan seda gurau, tertawa lepas di sebuah set sofa.
"Yuk!" Mereka berjalan sedikit gontai saling merangkul, membantu berjalan.
Hito ikut bergabung dengan teman Rey, mereka sudah cukup mengenal Hito, jadi tak ada sungkan diantara mereka. Hito yang senang sekali ngebanyol dan pandai bergaul membuat ia mudah diterima di lingkungan sekitar.
"Lo nginep tempat gue ya. Lo kan jarang-jarang main kesini," pinta Hito yang bermaksud ingin menghabiskan kebersamaannya dengan Rey, selagi kakaknya itu berada di Jogja.
"Iya, tenang aja," sahut Rey yang terus menenggak minumannya.
Setelah urusan mereka selesai di club, akhirnya Rey dan Hito memilih menikmati malam di kota Jogja. Kota pelajar yang menjadi incaran calon-calon mahasiswa berprestasi dalam bidang akademik. Malioboro menjadi sasaran mereka, menikmati suasana malam kerlap kerlip lampu di pinggiran kota Malioboro dan angkringan menjadi tujuan mereka. Heldy dan yang lain, memilih kembali lebih dulu ke hotel, sedangkan Rey dan Hito menikmati malam bersama.
"Gimana perkembangan hubungan lo sama si kecil itu?" tanya Hito seraya mengebulkan asap rokoknya ke udara.
"Siapa? Tasya?" tanya Rey menyecap kopi hitamnya.
Kini mereka sedang berada di angkringan, duduk di pinggir jalan dengan alas sebuah tikar sederhana. Menikmati udara tengah malam kota yang tak pernah sepi itu.
"Iya lah, siapa lagi, atau jangan-jangan lo udah punya yang lain ya?" tuduh Hito menunjuk tepat di wajah Rey.
"Ya nggak lah, gimana sih lo. Gue kan udah cinta mati sama Tasya. Apapun akan gue lakuin supaya dia bahagia bersama gue," bantah Rey mematahkan tuduhan Hito tadi.
Hito tertawa melihat wajah Rey yang tegang. "Gue becanda kali, Rey. Nggak usah serius gitulah, muka lo jadi keriput kalau serius gitu."
"Sialan lo, lo gimana? berkelana terus, udah dapet pacar belum?" tanya Rey mengambil sebatang rokok dan membakar ujungnya.
"Gue nggak kepikir itu, Rey. Fokus kuliah aja dulu, Papa sama Mama biayain gue kuliah kan nggak sedikit, gue nggak mungkin ngecewain mereka, Rey."
Rey hanya mengangguk, sebenarnya Rey tahu apa yang membuat Hito sampai saat ini tidak memiliki kekasih, dia masih belum bisa melupakan mantan kekasihnya yang pergi tanpa pesan tapi meninggalkan kesan yang mendalam. Nasib buruk datang menghampirinya, dia meninggal karena kecelakaan tunggal yang dialaminya dan itu sebabnya Hito enggan memiliki kekasih untuk sementara ini.
"Pulang yuk, udah jam 3 pagi nih, lo nggak ada niat sahur on the road kan, Rey?"
Rey tertawa lepas. "Ya ... nggak lah! Yok!" Rey beranjak dari duduknya, lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Hito berdiri.
Selama ini Rey memang sering menceritakan tentang Tasya kepada Hito. Walaupun Hito belum pernah sekalipun bertemu langsung dengan gadis pujaan hati Rey tersebut. Hito hanya mengenal wajahnya dari foto yang tersimpan rapi di galeri handphone Rey. Hito semakin hafal dengan wajah asing itu karena Rey selalu memasang foto mereka berdua sebagai wallpaper handphone-nya. Meski Hito berjahuan dengan orangtua, namun Mora dan Tius memeberikan fasilitas yang sama dengan Rey, agar tak ada kecemburuan sosial diantara Rey dan Hito. Rey di Jakarta mendapat fasilitas mobil, begitupun Hito yang berada di Jogja.
"Langsung ke apartemen gue aja ya?" ajak Hito melirik Rey yang sibuk memandangi handphone-nya.
"Hmmm," gumam Rey menyetujuinya.
"Sms siapa sih, sibuk amat?" tanya Hito penasaran karena Rey terlihat sangat serius.
"Pacar gue, dia nggak bisa tidur. Biasa ... kalau jauh sama gue begini. Gue bohong sama dia kali ini, Hito," ujar Rey merasa berdosa membuat Hito mengerutkan dahinya heran.
"Bohong kenapa?" tanya Hito menoleh kepada Rey sekilas lalu kembali fokus pada jalanan.
"Gue bilang kalau lagi di hotel, padahal gue kelayapan sama lo. Gue juga bilang tadi nggak minum, padahal nemenin lo minum. Kampret! Nih gara-gara lo gue rela bohongin cewek gue," tukas Rey sedikit merasa bersalah karena sudah membohongi Tasya.
Hito justru terkekeh geli, sebegitu besar kah cintanya Rey kepada gadis itu, hingga kebohongan sekecil itu saja membuatnya kepikiran?
"Gitu aja dipikirin," cerca Hito menganggap itu suatu masalah sepele.
"Dari kebohongan kecil itu ... yang nanti akan semakin membesar, untuk menutupi kebohongan yang sudah-sudah. Gue cinta banget sama dia Bro. Gue rela kalau harus mati untuk dia, jika itu memang harus gue lakuin," sahut Rey menyentuh hati Hito. Benarkah ini Rey? Beruntungnya Tasya dicintai Rey hingga sebesar itu?
"Lebah lo! Gitu aja sampai nyawa yang jadi taruhannya. Korban sinetron lo Rey!" sangkal Hito yang sebenarnya merasakan ketulusan di dalam setiap kata Rey yang tercurah kepadanya. Rey hanya tersenyum, memang begitulah cinta Rey kepada Tasya. Saking cintanya, Rey rela melakukan apapun, walau harus nyawa menjadi taruhannya.
Mungkin terdengar bullshit di telinga orang lain, namun Rey tak main-main dalam hal itu. Walau seandainya dia harus membunuh orang yang berani mengganggu kekasihnya, mungkin saja Rey akan melakukannya.
Terkadang Hito juga ingin memiliki kekasih seperti Rey, walaupun jarak terkadang memisahkan mereka tapi kesetian selalu menguatkan mereka, apapun yang terjadi sampai takdir yang memang mengharuskan mereka untuk berpisah.
"Woy, kenapa lo diem aja?" tanya Rey menyenggol bahu Hito.
"Nggak apa-apa, beruntungnya Tasya punya pacar kaya lo, yang mau melalukan apapun demi dia," ucap Hito sedikit merasa iri.
"Justru gue yang beruntung dapetin dia, To. Berlian mahal yang harus bisa gue jaga dengan baik, atau gue bakalan nyesel seumur hidup gue. Dia bisa dapetin laki-laki yang lebih baik bahkan lebih punya banyak waktu buat dia. Terus buat apa dia harus sibuk-sibuk pacaran sama gue yang lo tahu sendiri kaya apa kehidupan gue, Li. Dunia malam, yang dipenuhi perempuan-perempuan seksi yang sekali kedip mungkin bisa gue dapetin. Dan lo tahu kenapa gue nggak ngelakuin itu? alasan gue cuma satu, Prilly. Dia yang buat gue menahan diri buat nggak ngelakuin hal-hal itu. Kesetian dia yang terus nunggu gue, yang selalu meluk gue saat gue kembali dan yang terpenting kepercayaan yang dia kasih buat gue. Semua itu mahal buat didapetin, To. Gue nggak mungkin menghianati dia," jelas Rey panjang lebar.
"Kalian pasangan yang beruntung karena saling memiliki." Hito hanya menanggapi itu, dia tak tahu harus berkata apa.
Saat kepercayaan menjadi penopang dalam sebuah hubungan, dan kepercayaan menjadi sebuah sanggahan, saat itu pula pondasi kebahagian mulai terbangun.
#######
Cerita ini sebenarnya belum pernah aku upload, tapi langsung aku terbitkan.
Karena banyak yang penasaran sama cerita ini, akhirnya aku upload deh ke Wattpad.
Selamat membaca.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top