CEPAT PULANG
Udara yang sejuk terhirup dalam hingga ke rongga dada. Deringan handphone Rey mengusik telinga si pemiliknya. Dengan kepala yang terasa sangat berat, Rey menggapai handphone-nya yang tergeletak di atas nakas. Rey dengan sangat malas menggeser tombol hijau di layarnya.
"Hmmm," gumam Rey yang masih malas untuk membuka mata dan mulutnya.
"Darling, kamu di mana sih? Kamu nginep sama siapa? Terus kenapa baru angkat telepon aku? Kamu nggak macam-macam kan? Kamu nggak nakal kan? Kamu ... ka .. kamu nggak selingkuh Kan?!" tuduh Tasya yang memberondongi Rey banyak pertanyaan.
"Ya Allah Sweety, kok pikirannya ke arah sana sih? Aku nginep di apartemen, sama adik aku yang kuliah di Jogja. Kamu jangan mikir yang aneh-aneh gitu ah! Hati-hati loh sama prasangka buruk bisa jadi kenyataan," ujar Rey yang langsung membuka matanya saat mendengar tuduhan Tasya tadi.
"Aaaaa ... kamu kok gitu siiiiih. Adik kamu yang mana? Kok kamu nggak pernah kenalin dia sama aku. Kalau main ke rumah kamu juga, aku nggak pernah tahu mana orangnya. Kamu jangan belajar bohong deh ...," kilah Tasya yang tak percaya begitu saja dengan alasan Rey.
Rey mendengus kasar, jika sudah seperti ini, Tasya sulit sekali diyakinkan. Rey bangkit dari tidurnya, lalu duduk bersila menahan emosinya agar tak terlepas kepada Tasya. Jika itu terjadi, Tasya akan semakin marah dan lebih sulit lagi meluluhkan hatinya.
"Sweety, demi Allah dan demi Mama, aku nggak bohongin kamu. Entar kalau ada waktu aku ajak kamu main ke Jogja, aku kenalin sama dia ya? Jangan mikir yang aneh-aneh lagi dong," rajuk Rey meyakinkan Tasya.
"Terus kapan kamu balik ke Jakarta?" tanya Tasya kesal.
"Jadwal penerbangan nanti sore Sweety, malam nanti aku sudah sampai di Jakarta. Aku nanti langsung ke cafe ya?" Bujuk rayu Rey agar Tasya tak lagi marah padanya.
"Ya, terserah kamu," sahut Tasya yang masih merasa kesal.
"Sweety, kenapa sih marah-marah terus? Aku kan di sini kerja dan nggak mungkin ngapa-ngapain. Kamu tahu dari mana, kalau aku nggak tidur di hotel?" tanya Rey turun dari tempat tidur lalu keluar ke balkon agar tak mengusik Hito yang masih tertidur.
"Dari tadi pagi aku telepon kamu, tapi kamu nggak angkat, ya sudah ... aku hubungi Om Heldy, dia bilang kamu nggak di hotel," jelas Tasya kesal.
"Ooooh, mulai dari sekarang kamu harus meyakinkan dirimu, kalau aku itu nggak bakalan nakal walaupun jauh sama kamu. Apapun yang terjadi aku tetap cinta sama kamu, karena aku sangat mencintai kamu. Paham?" tegas Rey untuk menenangkan kegelisahan Tasya saat jauh darinya.
"Iya, aku ngerti. Cepet pulang ya? Aku udah kangen," rajuk Tasya manja melegakan perasaan Rey.
Rey tersenyum mendengar suara manja kekasihnya, lantas ia berkata, "iya, aku akan cepat pulang. Ya udah ... kamu nggak ngampus hari ini?" tanya Rey melirik jam tangannya.
"Ini baru mau berangkat," jawab Tasya sambil menuruni tangga menuju ke ruang makan.
"Okay, kamu hati-hati ya kalau nyetir dan salam buat calon mertua aku," kata Rey lalu disusul kekehan geli dari Tasya.
"Iyaaaaa Darling. Ya udah, aku mau sarapan dulu ya? Love you Darling, cepet pulang ya? Aku udah kangen cium parfum kamu." Rey tertawa keras mendengar bujukan Tasya.
"Ya, love you to Sweety and I miss you so much. Cium dulu dong?" pinta Rey manja.
"Lah ... kamu pulang dulu baru nanti aku kasih, kalau lewat telepon, sayang bibir aku."
"Kenapa?"
"Yang ada aku nyium handphone bukannya kamu!" Sahut Tasya.
"Iya deeeeeh ... yang bibirnya seksi. Ya udah, entar kalau aku pulang, di leher kamu aku kasih tanda cupang ya?" goda Rey membuat Tasya tertawa keras.
"Iiiihhhssss dasar omes! Udah ah ... kalau bicaranya dilanjutin pasti arahnya ke sana. Masih pagi ini Darling ... jangan racuni otakku dengan kemesumanmu," tukas Tasya.
"Iya, ya udah ... aku matikan ya? Mau mandi dulu terus balik ke hotel, siap-siap buat pulang ngasih tanda cupang di leher kamu," gurau Rey yang menghangatkan hati Tasya.
"Aku tunggu kedatanganmu Darling, assalamualaikum," ucap Tasya mengakhiri obrolannya.
"Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatu," sahut Rey lalu panggilan mereka pun terputus.
Rey tersenyum melihat handphone-nya, seperti itulah cara Rey dan Tasya berpacaran jarak jauh. Meski Rey sering meninggalkan Tasya keluar kota, namun mereka selalu dapat saling memberikan perhatian. Rey masuk ke kamar, melihat Hito sudah duduk di sofa sedang asyik menonton tivi seraya menyeruput kopi.
"Weeeeeehhhh gilaaaaa, enak banget hidup lo! Bangun tidur, bikin kopi langsung nongkrong di depan tivi," seru Rey mendekati Hito, lantas menghempaskan tubuhnya di samping Hito.
"Inilah Rey, calon orang sukses!" kata Hito penuh percaya diri.
Rey hanya mengangguk lalu meraih remot yang masih Hito pegang. Rey memindah cenel televisi.
"Tumben lo bangun pagi?" tanya Hito meletakkan kopinya di meja.
"Calon kakak ipar lo telepon ngomel-ngomel," jawab Rey tak acuh dengan pandangan fokus ke depan menonton acara di televisi.
"Begini salah satu alasannya sampai saat ini gue masih setia jomblo. Gue nggak mau denger cerewetan seorang wanita, kecuali Mama. Ini dan itu penuh aturan, cewek itu bikin hidup gue makin ribet," sahut Hito ditanggapi senyuman miring oleh Rey.
"Tapi gue suka dia begitu To, berarti dia itu peduli dan masih merasa takut jauh dari gue. Itu tandanya, dia masih bener-bener cinta dan butuh gue berada di sampingnya. Pokoknya, apapun itu gue akan tetep mempertahankan cinta ini. Asyeeeeek," ujar Rey penuh keyakinan.
"Cinta itu memang buta ya?" Sahut Hito tersenyum tipis.
Jika sudah mencintai sesuatu terkadang orang tak lagi menggunakan logika. Memang cinta muncul bukan dari insting, namun dari indera perasa yaitu hati. Cinta buta? Memang itu dapat terjadi, namun bukan untuk Rey dan Tasya. Karena mereka saling menyadari arti kehadiran masing-masing dalam kehidupan mereka. Cinta ... yang membuat mereka menjadi kuat dan cinta juga yang membuat hidup mereka berarti.
***
Seperti yang sudah Rey janjikan kepada Tasya. Kini dia dan tim sudah menginjakkan kakinya di bandara internasional Mohammad-Hatta.
"Rey, kamu langsung pulang atau mau ke studio?" tanya Heldy sebelum mereka masuk ke mobil jemputan.
"Aku lansung ke cafe aja Om, udah janji sama calon bini, kalau nggak datang bisa disunat unyil gue entar," seloroh Rey lantas ia terkekeh sendiri karena ucapannya.
"Kampret lo Rey! Emang dia tahu caranya nyunat?" sahut Ranggaz yang sudah duduk di mobil.
Rey menyusul yang lain duduk di jok depan samping sopir, sedangkan Heldy duduk di jok belakang bersama yang lainnya.
"Tahulah, kan selalu gue private soal yang itu. Gila aja ... kalau dia nggak tahu ukuran punya gue, entar kalau ketuker sama orang lain gimana dong?" gurau Rey semakin menjadi membuat semua tertawa terbahak.
"Gila lo Rey! Bisa-bisa anak orang lo kelonin sebelum kawin! Anjirrrrrt!" Kata Gibran membuat Rey tersenyum tipis.
Mana mungkin Rey akan melakukan hal itu, sedangkan dia sangat mencintai Tasya dan akan selalu menjaganya. Walau terkadang mereka bercumbu namun tak melebihi batas kewajaran. Sampai di depan cafe tempat biasa Tasya menghibur, Rey pun turun.
"Gue sampai di sini aja ya?" kata Rey berpamitan dengan yang lain.
"Sip, okay Bos," sahut mereka melambaikan tangan ke arah Rey yang sudah turun dari mobil.
"Rey, besok jangan lupa ke studio. Om tunggu kamu pulang dari kuliah ya?" kata Heldy mengingatkan.
"Siap Om," sahut Rey mengacungkan ibu jarinya kepada Heldy.
Mobil pun melaju, sedangkan Rey masuk ke dalam cafe. Rey tak memberi tahu Tasya jika dia sudah sampai di cafe. Rey akan memberikan kejutan untuk sang kekasih.
"Mas, Tasya udah datang?" tanya Rey kepada salah satu pelayan cafe.
"Oh sudah Mas. Masih di belakang dia, susul aja ke sana," sahut sang pelayan yang sudah mengenal Rey.
"Okay, makasih," ucap Rey, lalu melangkah mencari pujaan hatinya.
Rey tersenyum sangat manis saat melihat Tasya sedang memainkan gitar di samping podium.
Cepat pulang ....
cepat kembali jangan pergi lagi
"Aku sudah pulang," bisik Rey tepat di telinga Tasya.
Tasya terlonjak kaget karena kehadiran Rey yang tiba-tiba. "Aaaaaaaaaa ... Darling, kamu tuh yaaaaa bikin aku jantungan," rengek Tasya lalu menaruh gitarnya dan berdiri memeluk Rey.
"Kangen ya?" tanya Rey membalas pelukan Tasya yang sangat erat.
"Nggak! Nggak salah lagi maksudnya," ujar Tasya mendapat kecupan manis di keningnya dari Rey.
Hati Tasya menghangat dan terasa tenang karena Rey sudah berada di depannya saat ini.
"Kok belum mulai nyanyinya?" tanya Rey masih memeluk tubuh mungil Tasya.
"Nanti, soalnya masih nunggu yang lain," jawab Tasya manja di dekapan Rey, seraya memainkan kalung berbandul inisial N&R.
"Yaelaaaaaah, berasa habis pulang dari perang aja lo Rey, sampai bini lo manjanya begitu," tegur Febri yang baru saja datang karena atas permintaan Tasya tadi.
"Emang dia habis pulang perang," sahut Tasya mendongak menatap wajah Rey.
"Emang perang apaan aku?" tanya Rey heran melihat wajah cantik Tasya tanpa melepas pelukan di pinggang Tasya.
"Perang melawan nafsu dan mata jelalatan kamu. Kan kamu pasti di club dikelilingi cewek yang susunya hampir jatuh gitu." Rey dan Febri terbahak mendengar jawaban Tasya. Saking gemasnya Rey memeluk dan mencium bibir Tasya singkat.
"Eh buset kalian! Kampret! Kebiasaan deh kalian ... asal nyosor aja! Ada gue di sini, begok!" umpat Febri menonyor kepala Rey.
"Yeeeee ... bilang aja lo juga pengen!" ledek Rey diiringi tawa Tasya.
"Eh iya, cowok gue juga udah pulang dong Rey," kata Febri yang baru menyadari jika Rey sudah di depannya, berarti itu artinya Ranggaz juga sudah sampai di Jakarta.
Belum juga Rey menjawab deringan handphone Febri berbunyi. Febri lalu mencari handphone-nya di dalam tas selempangan. Senyum mengembang di bibir merahnya.
"Hallo Sayang," sahut Febri setelah menempelkan handphone di telinganya, lalu dia menjauhi Rey dan Tasya.
Rey dan Tasya sudah dapat menebak siapa yang menghubungi Febri. Siapa lagi kalau bukan Ranggaz, kekasihnya.
"Tasya, bersiap yok!" ajak tim yang selalu mengiringi Tasya bernyanyi.
"Okay Bang," sahut Tasya mengacungkan ibu jarinya kepada orang tadi. "Darling, kamu tunggu aku di sana ya?" pinta Tasya menunjuk tempat duduk di pojokan, dengan sofa panjang yang nyaman.
"Ya udah, semangat ya." Sebelum Tasya naik ke podium, Rey sempat melumat sebentar bibir mungil kekasihnya itu.
Tasya pun naik ke atas podium diiringi sorakan dan tepuk tangan dari pengunjung. Sedangkan Rey duduk di tempat yang Tasya maksud.
"Selamat malam semuanya, terima kasih untuk malam ini yang sudah menyediakan waktu luang kalian untuk mengunjungi cafe Cherry. Semoga lagu-lagu yang akan saya bawakan dapat menghibur kalian semua, malam ini." Tasya mulai mengisyaratkan kepada pengiring musik.
Alunan musik mulai terdengar berirama sebuah nada lagu. Rey tersenyum bahagia saat melihat nyamannya Tasya bernyanyi. Mendengarkan suara kekasihnya bernyanyi mampu membuat hati Rey tenang.
Sedang ku jalani
Kisah cinta yang sulit dimengerti
Sedang ku alami
Yang terbaik yang terburuk denganmu
Tasya menunjuk ke arah gelap, tempat Rey duduk. Rey tersenyum sangat manis saat menyadari jika lagu ini Tasya maksudkan untuk dia.
Semua teman mengingatkan
Aku jangan mencintai kamu
Tasya masih tetap memandang ke arah gelap itu, meskipun tak tampak jelas wajah Rey, namun Tasya tahu jika kekasihnya itu kini sedang tersenyum lebar kepadanya.
Aku percaya pilihanku, aku percaya itu kamu
Bila memang salah biarlah salahku
Sedang ku cari
Cara yang bisa menyatukan kita
Walaupun terus
Dipenuhi drama yang menyakitkan
Semua teman mengingatkan
Aku jangan mencintai kamu
Aku percaya pilihanku, aku percaya itu kamu
Bila memang salah biarlah salahku
Aku berhak cintai kamu selama kamu cintai aku
Akan lebih salah bila ku abaikan rasa ini
Aku percaya pilihanku, aku percaya itu kamu
Bila memang salah biarlah salahku
Aku berhak cintai kamu selama kamu cintai aku
Akan lebih salah bila ku abaikan rasa ini
Aku percaya pilihanku - by: Kotak Band
Usai berlagu, sorakan dan tepuk tangan membanjiri Tasya. Rey tak ingin kalah dengan yang lain, dia lebih heboh daripada pengunjung yang lainnya. Itu Rey lakukan semata-mata untuk menyemangati Tasya. Lagu per lagu Tasya nyanyikan dengan perasaan sesuai lirik dan genre musiknya. Usai bernyanyi Tasya turun dari podium lalu menyusul Rey. Tasya lansung menghempaskan bokongnya di sofa dan melendot manja di dada Rey.
"Febri kemana ya? Kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya Tasya mencari sahabat baiknya itu.
"Pulang mungkin, dari tadi aku juga nggak lihat dia. Mungkin nyusul Ranggaz," jawab Rey mengelus pipi Tasya lembut.
"Oh." Tanggapan Tasya singkat masih saja bersandar nyaman di dada Rey.
"Sweety, nikah yuk?" ajak Rey serius namun ditanggapi tawa kecil dari Tasya.
"Darling, kamu tuh kalau ngelamar yang romantis dikit kenapa sih? Masa sih ... mau ngajak orang nikah begitu," tukas Tasya yang mengganggapi ajakan Rey itu sebuah gurauan.
Rey menegakkan tubuh Tasya dan menghadapkan kepadanya. Rey memegang kedua bahu Tasya dan menatapnya serius.
"Aku serius, aku pengen punya ikatan yang kuat dengan kamu. Aku takut kehilangan kamu, aku takut kamu dimiliki orang lain, aku takut akan jauh dari kamu, pokoknya aku nggak bisa pisah sama kamu," ungkap Rey menyentuh hati Tasya.
"Kamu serius Darling?" tanya Tasya meyakinkan jika ucapan Rey itu tak main-main.
"Ya, aku serius," jawab Rey mantap dan yakin.
"Aku mau," jawab Tasya tanpa berpikir panjang karna inilah yang ia tunggu-tunggu dari dulu.
Rey menarik dagu Tasya agar lebih dekat dengan bibirnya. Dengan perasaan bahagia Rey dan Tasya saling menautkan bibir mereka. Rey melumat sangat lembut bibir Tasya begitupun Tasya membalasnya. Begitu indahkah cinta diantara mereka? Akankah selalu akan begini? Selamanya?
#####
Maaf kalau tulisannya belum rapi. Soalnya ini cerita lama dan baru aku upload. Enggak sempat revisi.
Semoga pesan dalam cerita ini tetap nyampe ke pembaca, ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top